Senin, 21 Agustus 2023

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MAHKAMAH AGUNG DALAM ERA INDUSTRI 4.0 GUNA MEWUJUDKAN BADAN PERADILAN INDONESIA YANG AGUNG


A.     Pendahuluan

Salah satu hasil reformasi tahun 1999 adalah perubahan fundamental dalam lembaga peradilan di Indonesia. Melalui amandemen konstitusi kekuasaan kehakiman dikukuhkan fungsi dan kedudukannya sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945. Untuk Mahkamah Agung (MA) perubahan yang sangat mendasar dari sisi ketatanegaraan adalah dengan dilakukan penyatuatapan terhadap badan peradilan yang ada di bawahnya. Era sebelumnya, kedudukan lembaga peradilan berada pada dua kaki yakni pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan oleh kekuasaan eksekutif sedangkan pembinaan teknis peradilan oleh MA.[1] Dalam kondisi demikian, Pembinaan lembaga peradilan oleh eksekutif memberikan peluang bagi penguasa melakukan intervensi ke dalam proses peradilan serta berkembangnya kolusi dan praktek-praktek negatif pada proses pengadilan. [2] Atas intervensi tersebut maka penegakan hukum tidak memberi rasa keadilan dan kepastian hukum khususnya pada kasus-kasus yang menghadapkan pemerintah atau pihak yang kuat dengan rakyat, sehingga menempatkan rakyat pada posisi yang lemah. Hal tersebut menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan berada pada tingkat yang sangat memprihatinkan karena dianggap gagal dalam memberikan keadilan.[3] Dengan demikian, adanya penyatuatapan badan peradilan sebagai buah dari reformasi diharapkan dapat menguatkan independensi peradilan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadapnya.

Penyatuatapan Badan Peradilan di bawah MA diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam pengaturan tersebut teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial bagi Badan Peradilan di bawahnya menjadi kewenangan penuh bagi MA.[4] Selain kewenangan yang memberikan keleluasaan dalam menjalankan peradilan, kebijakan satu atap juga memberikan tanggungjawab dan tantangan bagi MA karena dituntut untuk menunjukkan kemampuannya mewujudkan organisasi lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.[5] Berlandaskan kewenangan dan tuntutan tanggung jawab tersebut MA melakukan pembenahan-pembenahan yang digolongkan dalam dua kategori yakni pembenahan yang dilakukan antara tahun 2005 hingga tahun 2009 yang dituangkan dalam cetak biru tahun 2003 yang sifatnya fokus pada pembenahan di tingkat MA[6] dan pembenahan jangka panjang melalui cetak biru Pembaruan Peradilan tahun 2010-2035 yang mempertajam cetak biru 2003 dan disusun secara komprehensif, sistematis dan berkelanjutan.[7]

Pembenahan yang dilakukan MA pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 sebagaimana dalam Dokumen Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 diarahkan untuk capaian:

(1) program Reformasi Birokrasi (RB) yang berfokus pada penataan organisasi, perbaikan tata kerja, pengembangan sumber daya manusia, perbaikan sistem remunerasi dan manajemen dukungan teknologi dan informasi; (2) pembentukan Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) Pembaruan Peradilan khusus untuk mempercepat implementasi agenda prioritas pembaruan peradilan; (3) terkikisnya tumpukan perkara, dari 20.314 perkara pada tahun 2004 hingga 11.479 perkara pada tahun 2009; (4) upaya meningkatkan kualitas hakim dan aparatur peradilan, melalui pembangunan Pusat Pendidikan di Megamendung, Jawa Barat dan pembenahan kurikulum serta pengembangan kualifikasi pengajar; (5) perbaikan sistem rekrutmen calon hakim dan perbaikan seleksi ketua pengadilan; (6) mendorong keterbukaan informasi melalui Surat Keputusan Ketua MA RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan; serta (7) penguatan sistem pengawasan internal dan penguatan hubungan dengan Komisi Yudisial (KY).[8]

Pembenahan pada periode tersebut dalam pelaksanaannya masih belum sesuai harapan sebab  keberhasilan program dan capaian yang diperoleh MA baru 30% sehingga kinerja lembaga peradilan tetap mendapat sorotan dari berbagai kalangan, antara lain mengenai informasi proses peradilan yang tertutup, biaya berperkara yang tinggi, masih sulitnya akses masyarakat miskin dan terpinggirkan, serta proses penyelesaian perkara yang dirasakan masih sangat lama.[9]

Merespon berbagai tanggapan negative tersebut MA lebih giat melakukan pembenahan. Pada Tahun 2009 MA merumuskan visi yang menyatakan “Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung”. Untuk mencapai visi tersebut maka dirumuskan Misi Badan Peradilan Indonesia Tahun 2010-2035 yang menyatakan:[10]

1.      Menjaga kemandirian badan peradilan

2.      Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan

3.      Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan

4.      Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan

Suatu peradilan sudah memenuhi kualifikasi sebagai badan badan peradilan yang agung oleh MA dibuatkan 10 indikator dalam Dokumen Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yakni:[11]

1.      Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif, dan berkeadilan.

2.      Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang dialokasikan secara proporsional dalam APBN.

3.      Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur.

4.      Menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya ringan dan proporsional.

5.      Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif bagi penyelenggaraan peradilan.

6.      Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan kriteria obyektif, sehingga tercipta personil peradilan yang berintegritas dan profesional.

7.      Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan jalannya peradilan.

8.      Berorientasi pada pelayanan publik yang prima.

9.      Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi.

10.  Modern dengan berbasis Tekhnologi dan Informasi (TI) terpadu.

Salah satu indikator yang digunakan oleh MA sebagaimana di atas adalah penekanan pada peradilan yang berbasis TI terpadu. Hal tersebut merupakan pilihan yang sangat tepat mengingat tantangan zaman di era revolusi Industeri 4.0 saat ini. Revolusi industri 4.0 sebagaimana dinyatakan oleh Angela Merkel selaku Kounselir Jerman yang memulai era ini adalah transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional.[12] Dalam era ini penggunaan teknologi digital dan internet menjadi suatu keniscayaan pada setiap bidang. Tidak terkecuali dalam dunia penegakan hukum khususnya bagi lembaga peradilan penggunaan teknologi digital dan internet sudah menjadi salah satu kebutuhan dasar.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini difokuskan pada permasalahan: (a) Bagaimana Strategi mahkamah agung dalam menghadapi era industri 4.0 ? dan (b) Bagaimana Penerapan TI di MA guna mewujudkan Badan Peradilan Indonesia yang agung?.

B.      Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yaitu penelitian yang kegiatannya mencari kebenaran yang berkaitan dengan hak dan/atau kewajiban yang diatur oleh hukum[13]. Penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dengan data berupa buku, artikel, hasil penelitian, dan peraturan perundang-undangan, serta pendapat ahli yang berkaitan tentang berkaitan dengan fokus penelitian.[14] Dalam penelitian hukum normatif ini, data yang terkait dengan penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan analisis yang pada dasarnya dikembalikan pada tiga aspek, yaitu mengklasifikasi, membandingkan, dan menghubungkan. Dengan perkataan lain, peneliti mempergunakan metode kualitatif, tidaklah semata-mata bertujuan mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran tersebut.

C.      Pembahasan

1.      Strategi mahkamah agung dalam menghadapi era industri 4.0

Setiap terjadi revolusi Industri akan diikuti perubahan di dunia khususnya adanya kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan pekerjaannya. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 dengan ditandai penemuan mesin uap oleh James Watt mulai menggantikan pekerjaan manusia dan meningkatkan produktifitas yang bernilai tinggi. Revolusi industri kedua pada tahun 1900-an dengan ditemukannya tenaga listrik yang menggerakkan mesin-mesin untuk produksi secara massal. Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda revolusi industri ketiga dengan sistem otomasi berbasis komputer membuat mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia.[15] Dan saat ini dunia memulai revolusi industri keempat atau dikenal dengan revolusi Industri 4.0 yang mana semua pihak dapat saling terhubung dan bertukar data dan informasi guna menjalankan kegiatan sehari-harinya.[16]

Istilah Industri 4.0 secara resmi lahir di Jerman saat diadakan Hannover Fair pada tahun 2011 (Kagermann dkk, 2011).[17] Terdapat beberapa pengertian industri 4.0 selain disampaikan oleh Angela Markel di atas, diantaranya Lifter dan Tschiener sebagaimana dikutip Muhammad Yahya menyatakan bahwa industri 4.0 merupakan penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri.[18] Definisi lebih teknis diberikan oleh Kagermann dkk yang menyatakan bahwa Industri 4.0 adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS) ke dalam manufaktur dan logistik serta penggunaan Internet of Things and Services (IoT dan Ios) ke dalam proses industry dan akan berdampak pada penciptaan nilai, model bisnis, pelayanan serta kerja organisasi.[19]   Karakter Industri 4.0 adalah adanya peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat factor yakni: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing.[20]

Revolusi industri sebagaimana namanya pada mulanya merupakan ranah ekonomi dan dalam perkembangannya menjadi luas cakupannya pada segala aspek kehidupan. Demikian pula pada industri 4.0 saat ini telah merambah pada segala lini termasuk sektor kekuasaan kehakiman di bawah MA. Memperhatikan pencetusan istilah industry 4.0 pada tahun 2011 dan di sisi lain MA juga telah menerbitkan cetak biru Pembaruan Peradilan tahun 2010-2035 dengan salah satu indikatornya adalah modernisasi peradilan berbasis teknologi dan informasi maka dapat dikatakan jika lembaga ini telah sepenuhnya siap dalam menyongsong era industry 4.0. Bahkan jika ditelisik lebih lanjut apa yang tercantum dalam cetak biru Pembaruan Peradilan tahun 2010-2035 adalah kelanjutan dari program-program MA dalam memanfaatkan tenologi informasi pada masa-masa sebelumnya.

 Pada tahun 1996, MA mengembangkan teknologi informasi untuk layanan informasi perkara yang dikenal dengan akses 121 yang memberikan informasi seputar nomor perkara, majelis hakim, dan klasifikasi perkara yang bersumber pada data base yang diinput oleh operator pada setiap direktorat perkara.[21] Tahun 2001 Akses 121 diganti oleh Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) yakni akses 14133 yang sudah terhubung dengan interactive voice recognition (IVR).[22] Sistem tersebut merupakan bagian dari Sistem Informasi Mahkamah Agung RI (SIMARI) yang mulai berbasis website dan dapat diakses di alamat http://www.mari.go.id.[23]  Setelah masa itu, MA terus mengembangkan sistem informasi perkara dan setidaknya telah membuat 15 aplikasi. Sayangnya berdasarkan audit tahun 2007 sebagian besar dari aplikasi tersebut yakni 72% berstatus telah selesai dikembangkan tetapi tidak operasional.[24]

Berkaca pada ketidakberhasilan program-program sebelumnya maka hadirnya cetak biru Pembaruan Peradilan tahun 2010-2035 khususnya untuk bidang teknologi dan informasi disusun secara komprehensif, sistematis dan berkelanjutan serta memiliki target-target capaian yang realistis. Sasaran dari penerapan TI sebagai sarana pendukung di MA adalah untuk mencapai:[25]

a.      Peningkatan kualitas putusan, yaitu dengan penyediaan akses terhadap semua informasi yang relevan dari dalam dan luar pengadilan, termasuk putusan, jurnal hukum, dan lainnya;

b.      Peningkatan sistem administrasi pengadilan, meliputi akses atas aktivitas pengadilan dari luar gedung, misalnya registrasi, permintaan informasi, dan kesaksian;

c.       Pembentukan efisiensi proses kerja di lembaga peradilan, yaitu dengan mengurangi kerja manual dan menggantikannya dengan proses berbasis komputer;

d.      Pembentukan organisasi berbasis kinerja, yaitu dengan menggunakan teknologi sebagai alat untuk melakukan pemantauan dan kontrol atas kinerja;

e.      Pembentukan lingkungan pembelajaran dalam organisasi, yaitu dengan menyediakan fasilitas e-learning atau pembelajaran jarak jauh.

Dari sasaran tersebut, tampak bahwa penerapan TI tidak hanya  menitikberatkan pada upaya-upaya pencatatan elektronis saja sebagaimana pengalaman di banyak negara pada masa itu, melainkan juga mempertimbangkan dinamika dan perubahan yang potensial terjadi, khususnya dalam memandu perubahan yang dilakukan secara radikal dalam proses kerja yang selama ini berlaku.[26]

Untuk mencapai sasaran sebagaimana di atas, MA mendesain penerapan TI secara terpusat dan tunggal. Ke depan Semua unit organisasi di MA dan badan-badan peradilan di bawahnya akan diberikan akses pada suatu sistem tunggal yang dikelola secara terpusat di MA, melalui suatu jaringan komputer terpadu yang tersebar di seluruh Indonesia. Kontruksi tersebut berkebalikan dengan praktek yang terjadi sebelumnya dalam pemanfaatan TI di MA dan badan peradilan di bawahnya yang dilakukan secara sporadis dan parsial sesuai kebutuhan proses kerja yang ada. Berbagai sistem yang ada juga tidak saling terhubung sehingga tidak bisa memberikan manfaat yang maksimal bagi organisasi. Adanya system penerapan TI secara tunggal dan terpusat ini akan menjamin pelaksanaan prosesc kerja yang konsisten di seluruh lini organisasi MA, memudahkan dalam rotasi, mutasi, pembinaan dan pengawasan pegawai, serta memudahkan teknis penyediaan, pemeliharaan maupun pengelolaannya. Dukungan teknis pada setiap unit kerja akan bersifat minimal dan bisa dengan mudah dialihdayakan ke penyedia TI setempat.[27]

Adapun desain dari arsitektur penerapan TI yang dibangun MA sebagaimana dijelaskan di atas digambarkan dalam bagan berikut:








Sumber : MA, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 hlm. 66

Dalam bagan tersebut, Arsitektur sistem TI terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan platform utama berada di tengah yakni manajemen data dan informasi. Dalam lapisan platform tersebut ditentukan atas data dan informasi yang tersedia akan diolah seperti apa dan selanjutnya akan diapakan. Dalam mengelola data dan informasi ini dilakukan dalam tiga bentuk yakni pertama, knowledge management ditujukan untuk pengindeksan, pengelompokan, dan agregasi, maupun pengolahan pendahuluan untuk membuatnya menjadi informasi yang memiliki makna; kedua, workflow management guna mengatur alur akses  atas informasi yang tersedia; dan ketiga, yang memiliki hubungan timbal balik dengan management kedua yakni document management yang menentukan bagaimana dokumen-dokumen yang berisi informasi diolah.[28]

Dari data yang tersedia dari lapisan platform utama di atas akan dipergunakan bersama oleh layanan aplikasi di MA dan badan peradilan di bawahnya sebagaimana pada bagan sebelah kanan.  Pemanfaatan dalam bentuk layanan aplikasi tersebut, data dan informasi yang akan digunakan sudah terpilah sesuai dengan peruntukannya. Pemilahan tersebut secara umum diklasifikasikan sebagaimana fungsi MA yakni fungsi yudisial dan fungsi non yudisial. Dalam fungsi yudisial terdapat dua layanan aplikasi yakni case management, dan court management. sedangkan layanan untuk fungsi non yudisial meliputi human resource management, financial management, performance and supervision management, dan information retrieval and reporting management.[29]

Aplikasi case management merupakan aplikasi yang berkaitan secara langsung dengan pengelolaan perkara yang masuk dalam peradilan sesuai dengan kewenangan masing-masing lingkungan peradilan. Dalam aplikasi tersebut akan terhubung dengan platform workflow, platform document management, dan platform knowledge management. Terhadap platform workflow aplikasi case management akan membantu antara lain: pengaturan distribusi dan alur perkara, akses para hakim dan panitera, serta perubahan status putusan. Untuk keperluan pengelolaan dokumen perkara dan putusan aplikasi ini akan mengakses fungsi yang disediakan platform document management. Sedangkan terhadap platform knowledge management aplikasi tersebut dipergunakan untuk membantu hakim mengambil keputusan dan mendorong adanya konsistensi hukum misalnya: untuk penelusuran dan pengelompokan putusan sejenis, melihat kemiripan argumen maupun pertimbangan hukum yang pernah diambil di masa lalu, dan sejenisnya.[30]

Aplikasi court management merupakan aplikasi yang memberikan dukungan bagi jalannya pemeriksaan atas perkara-perkara yang masuk pada lembaga peradilan. Aplikasi tersebut meliputi manajemen sumber daya yang dipakai untuk melakukan proses persidangan yang antara lain mencakup panitera, ruang sidang, maupun penghadiran saksi dan terdakwa, serta penyediaan akses ke pengadilan.  Pada managemen ruang persidangan dilakukan antara lain: perekaman persidangan, transkripsi otomatis, video conference untuk pemeriksaan saksi, video conference untuk mediasi dan perekaman pemeriksaan saksi di luar persidangan.

Pemanfaatan TI selanjutnya adalah untuk mendukung pengelolaan sumber daya manusia di MA atau human resources management. Pengelolaan SDM dengan dukungan aplikasi TI mencakup manajemen personalia, aktivitas promosi-mutasi-rotasi sehingga ada pemerataan antara kebutuhan tenaga dengan jumlah pekerjaan yang dilaksanakan dalam satuan kerja, pendidikan dan pelatihan termasuk penyediaan fasilitas untuk pembelajaran, misalnya e-learning dan modul belajar mandiri untuk topik-topik tertentu sehingga pengetahuan hakim dan aparatur peradilan memiliki standar yang merata dengan kompetensi yang sama tinggi. Selain itu aplikasi tersebut juga digunakan untuk penilaian kerja SDM, pengenaan sanksi dan juga tindakan yang diambil.[31]

Aplikasi untuk financial management di MA saat ini sesuai aturan perundang-undangan disediakn oleh Kementerian Keuangan. Yang perlu dilakukan oleh MA hanya melakukan integrasi dengan kementerian tersebut. Selanjutnya aplikasi untuk performance and supervision management dibuat dengan cakupan kontrol terhadap kinerja proses maupun kontrol terhadap pencapaian target yang sudah dicanangkan sesuai antara rencana dengan realisasi, serta tindakan-tindakan manajerial yang dilakukan dengan berbekal hasil kontrol terhadap kinerja tersebut. Sistem TI akan mencatat capaian kinerja setiap orang baik hakim maupun aparatur pengadilan, misalnya, berapa lama proses penanganan perkara dilakukan atau tingkat capaian pemenuhan kebutuhan pendidikan aparatur peradilan sesuai sasaran yang diinginkan oleh MA. Oleh karena itu, fungsi pengawasan juga akan terbantu dengan dukungan teknologi ini.[32]

Terakhir aplikasi pada information retrieval and reporting management adalah aplikasi yang berkaitan dengan pihak luar pengadilan khususnya para pencari keadilan. Informasi yang disediakan melingkupi dua hal yakni informasi berkaitan dengan perkara dan putusan dan informasi secara umum di luar hal sebagaimana telah disebutkan. Informasi tersebut sebagian besar disediakan melalui aplikasi sedangkan sebagian informasi karena sifatnya pengambilannya tetap harus datang ke pengadilan tetapi pengajuan permohonannya dapat melalui aplikasi. Dalam aplikasi tersebut selain berkaitan dengan permintaan informasi juga berkaitan dengan mekanisme pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap hakim dan aparatur pengadilan lainnya. Sistem pelaporan pelanggaran dibuat secara terpusat dan tindak lanjut serta hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat secara umum khususnya pihak pelapor.

Guna mewujudkan arsitektur yang ideal di atas, MA telah menetapkan road map untuk mencapai target-target yang konkrit selama masa 2010-2035. MA membagi road map ke dalam tiga tahapan yang dibagi sebagai berikut:[33]

a.      Tahap I selama 5 (lima) tahun pertama. Sasarannya adalah optimalisasi investasi TI yang sudah ada, integrasi data dan informasi, serta penyiapan regulasi dan perubahan kultur kerja dalam rangka menyongsong era bekerja berbasis TI; Selain itu tahap ini juga merupakan tahap transisi dari tahap pra implementasi ke tahap implementasi. Pada tahap ini MA perlu melakukan beberapa langkah-langkah persiapan, khususnya di tahap pertama pemanfaatan TI untuk pembaruan peradilan. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah penyusunan rencana induk TI, pembentukan budaya kerja dan tata kelola informasi, persiapan integrasi data, penyiapan SDM, penyiapan infrastruktur TI.

b.      Tahap II, selama 10 (sepuluh) tahun kedua. Sasarannya adalah terciptanya sistem informasi yang konsisten untuk seluruh lembaga peradilan sehingga memungkinkan pemanfaatan data dan informasi untuk menjaga kesatuan hukum dan membuka peluang untuk peningkatan akses terhadap layanan pengadilan;

c.       Tahap III, selama 10 (sepuluh) tahun ketiga. Sasarannya adalah diintegrasikannya proses peradilan dengan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk para penegak hukum lain, dalam kerangka menuju sistem pelayanan hukum terpadu (integrated justice system).

2.      Penerapan TI di MA guna mewujudkan Badan Peradilan Indonesia yang agung

Setelah diterbitkan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, MA dengan giat melakukan terobosan-terobosan guna pembenahan peradilan khususnya dengan menerapkan TI. Penggunaan TI akan memungkinkan peradilan melakukan pengelolaan manajemen internal dan pertanggungjawaban yang lebih baik karena kegiatan pengadilan tergantung pada akses ke data yang tepat waktu dan akurat serta dapat diandalkan. Peningkatan kondisi pengadilan melalui penerapan teknologi informasi akan dapat lebih mendukung tanggung jawab sistem pengadilan untuk melayani masyarakat, baik dalam memberikan keadilan maupun dalam memberikan akses ke informasi perkara.[34]

Penerapan TI untuk pembenahan peradilan diimplementasikan dalam semua kewenangan MA yakni bidang teknis yudisial dan non yudisial yang meliputi pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan.  Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa aplikasi yang menonjol penggunaannya serta dampaknya bagi dunia peradilan yang masing-masing aplikasi dijelaskan seabagai berikut:

1). Aplikasi-aplikasi MA yang berkaitan dengan kewenangan yudisial

Pemilihan aplikasi dalam pembahasan di tulisan ini adalah aplikasi yang diterapkan menyeluruh oleh Mahkamah Agung pada semua badan peradilan di bawahnya dan memiliki makna yang sangat penting bagi proses peradilan itu sendiri. Aplikasi-aplikasi yang belum diterapkan secara menyeluruh di semua badan peradilan seperti auto text recording (ATR) atau yang hanya berlaku pada satu lingkungan peradilan missal aplikasi Eraterang yang merupakan aplikasi pelayanan permohonan surat keterangan di pengadilan negeri tidak di bahas dalam tulisan ini. Aplikasi-aplikasi yang diterapkan menyeluruh dan memiliki peran penting tersebut antara lain:

a.      Direktori putusan Mahkamah Agung

Direktori putusan MA dibuat pada tahun 2011 guna mendukung SEMA Nomor 14 Tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali. SEMA tersebut dilihat dari judul memang ruang lingkupnya hanya pada proses pengajuan kasasi dan peninjauan kembali dan berhubungan dengan minutasi tetapi secara tujuan sebagaimana tercantum dalam SEMA juga menegaskan peruntukannya yakni menunjang pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas serta pelayanan publik pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.[35] Berdasarkan hal tersebut maka direktori putusan sejak awal didesain untuk pembenahan internal sekaligus untuk penyediaan informasi atas putusan-putusan yang ada pada Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya.

Pengiriman dokumen elektronik berupa putusan tingkat pertama dan banding ke MA serta hal-hal yang berkaitan dengannya sifatnya wajib dan apabila tidak diindahkan maka dokumen pengajuan kasasi atau PK akan dinyatakan berkas tidak lengkap dan akan dikembalikan kepada pengadilan yang mengajukan.[36] Aplikasi direktori putusan lebih disempurnakan pada tahun 2014 yang memungkinkan untuk mengirim berkas dengan jumlah dan varian yang lebih banyak. Hal tersebut diatur sebagaimana SEMA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan SEMA Nomor 14 Tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali yang disusun guna mendukung Keputusan Ketua MA Nomor 119/KMA/SK/VII/2013 yang mengubah system pemeriksaan berkas di MA dari sistem bergilir menjadi sistem bersamaan. Dalam sistem pemeriksaan tersebut, adanya dokumen elektronik akan membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien karena bias terdistribusi dengan cepat serta hemat kertas. SEMA tersebut juga menentukan bahwa penyertaan dokumen elektronik wajib dilakukan melalui fitur komunikasi data pada Direktori Putusan MA.

Saat ini, direktori putusan MA telah lebih disempurnakan lagi dengan titik tekan transparansi sesuai Keputusan KMA Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Desain tersebut bertujuan memastikan adanya informasi yang lengkap bagi masyarakat secara cepat dan murah. Direktori putusan bias diakses dengan membuka https://putusan3.mahkamahagung.go.id. Menu yang tersedia sudah cukup lengkap dan sangat membantu untuk menemukan putusan. Di dalamnya berisi jumlah putusan yang didasarkan pada klasifikasi misal perdata, perdata militer, perdata agama, pidana dls; lingkungan peradilan yang memutus; dan tahun putusan dan tentu saja juga dapat melakukan pencarian menggunakan kata kunci tertentu pada kolom pencarian. Selain itu berkaitan putusan juga dilengkapi dengan putusan pilihan, kaedah hukum yang lahir dari putusan, restatemen yakni kutipan dari buku atau pendapat ahli yang dijadikan rujukan dalam pertimbangan beberapa putusan, rumusan kamar tentang pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam memeriksa perkasa serta yurisprudensi. Di luar yang berkaitan dengan perkara, direktori putusan juga berisikan peraturan baik oleh MA maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan dengan peradilan.

b.      Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP)

Diluncurkannya aplikasi SIPP oleh MA merupakan proses panjang lebih dari satu dasawarsa sebelumnya dan setelah melalui beberapa pergantian aplikasi yang diterapkan di MA untuk menelusuri perkara. Tercatat dari tahun 1996 diluncurkan akses 121 kemudian tahun 2001 diganti akses 14133 yang merupakan bagian dari Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) sebagaimana telah di jelaskan di atas. Pada tahun 2009, MA dengan bantuan dari InACCE/USAID menerapkan Sistem Manajemen Perkara Pengadilan (SMPP) di beberapa pengadilan percontohan. Sayangnya penerapan SMPP tidak sesuai harapan karena kurang atau tidak tersedianya fasilitas untuk pelaporan internal dan pelayanan informasi publik yang merupakan dua kebutuhan pokok pengadilan serta pada sisi yang lain kecanggihan teknologi yang digunakan tidak sesuai dengan daya dukung internal pengadilan baik dari sisi sumber daya manusia maupun anggaran untuk pemeliharaan dan pengelolaan lisensi perangkat lunak yang digunakan.[37] Pada tahun 2010 melalui bantuan dari Proyek C4J/USAID mengembangkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) atau Case Tracking System (CTS). SIPP versi 1 diluncurkan oleh Ketua MA di Pengadilan Negeri Palembang pada tahun 2011. Pada tahun tersebut secara bertahap Badan Peradilan di bawah MA menerapkan SIPP yakni dimulai dari Badan Peradilan Umum pada tahun tersebut, selanjuta Badan Peradilan Agama dan Badan Peradilan TUN serta Militer pada tahun 2016.[38]

Saat ini SIPP yang digunakan adalah versi 3.3.0-1 dan sudah dilakukan banyak penyempurnaan. SIPP yang pada awalnya ditujukan untuk memenuhi keterbukaan informasi publik pada perjalanannya juga memiliki fungsi terkait pengadministrasian perkara dan juga pengawasan. Berkaitan dengan informasi publik dengan membuka SIPP oleh pihak luar dapat diketahui informasi mengenai jenis perkara apa yang dicari; nomor serta pihak; data umum perkara terkait pendaftaran/register, para pihak, dan deskripsi perkara yang diperiksa; penetapan-penetapan meliputi penetapan Hakim/Majelis Hakim, Panitera Pengganti, jurusita dan Penetapan Hari Sidang; Jadwal persidangan yang sudah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan; putusan/penetapan, biaya perkara, upaya hokum dan seterusnya. Para pihak atau masyarakat dapat memantau persidangan, status perkara dan apa amar putusan/penetapan yang dijatuhkan dari tingkat pertama hingga upaya hokum terakhir melalui aplikasi tersebut.

Bagi internal pengadilan SIPP dapat membantu dalam pengadministrasian perkara yang sedang diperiksa dari pendaftaran hingga minutasi. Saat ini pendaftaran perkara di Panitera Muda masih mencatatkan pada buku register dan jurnal biaya perkara meskipun fungsi tersebut sudah ada pada SIPP. Ke depan semua jenis register dan jurnal perkara serta laporan perkara secara manual semestinya tidak diperlukan lagi dan cukup melalui SIPP. Hal tersebut akan menjadikan pelaksanaan kegiatan efektif dan efisien. Efektif karena tidak perlu melakukan pekerjaan yang sama dua kali dan efisien karena menghemat kertas mengingat sebagai contoh di pengadilan negeri biasa saja membutuhkan sebanyak 37 jenis register dan laporan, belum ditambah pengadilan negeri khusus, lingkungan peradilan agama, TUN dan militer. [39]

Bagi Ketua Pengadilan SIPP dapat mempermudah dalam melakukan penetapan bagi Hakim/Majelis Hakim yang memeriksa sedang bagi panitera untuk menunjuk panitera pengganti dan jurusita/ jurusita pengganti. Selanjutnya untuk hakim digunakan untuk mempelajari berkas bagik gugatan, permohonan maupun dakwaan, menetapkan hari sidang, court calendar, serta saat menyusun putusan dll. Begitupula dengan panitera pengganti dipergunakan untuk memudahkan menyusun Berita Acara Sidang, penundaan dll. Intinya bagi proses pemeriksaan perkara SIPP memiliki fungsi lengkap yang dapat menggantikan proses manual ke dalam proses digital.

Fungsi lain dari SIPP yang tidak kalah penting adalah dipergunakan dalam pengawasan kinerja. SIPP yang tersambung dengan aplikasi Monitoring Implementasi SIPP dapat memantau ketaatan bagi Hakim maupun aparatur pengadilan lainnya dalam menjalankan kewajibannya berdasarkan SIPP. Karena semua pelaksanaan pekerjaan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara terekam dalam SIPP maka dari pimpinan pengadilan maupun dari Direktorat Badan Peradilan masing-masing dapat melakukan pengawasan dan pembinaan agar patuh untuk menjalankan tugasnya. Efek positif dari adanya pengawasan tersebut perkara-perkara yang diperiksa dalam kondisi normal dapat selesai lebih cepat sehingga memenuhi asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan.

c.       Video confrence dalam pemeriksaan perkara

Pemanfaatan teknologi berupa video conference saat ini dalam memeriksa suatu perkara sudah menjadi kebutuhan bagi pengadilan. Ada banyak alasan yang menjadikan seseorang yang memiliki kepentingan/keterkaitan dengan perkara tidak dapat hadir/dihadirkan dalam persidangan. Untuk mengakomodasi alasan-alasan yang dianggap urgen dan masuk akal tersebut dan supaya proses persidangan tetap harus dilangsungkan maka penggunaan video conference menjadi salah satu tawaran solusi. Dalam prakteknya sesuai peraturan perundang-undangan telah ada tiga mekanisme penggunaan teknologi tersebut yakni pada pemeriksaan perkara tindak pidana yang berkaitan dengan anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi, dalam perkara perdata saat mediasi dan dalam pemeriksaan saksi/ahli perkara dalam pemeriksaan E-litigasi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak bagi anak korban dan anak saksi yang tidak dapat hadir dalam persidangan maka Hakim dapat memerintahkan agar mereka dapat didengar keterangannya melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual dengan didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya.[40] Penggunaan video cofrence dalam mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 5 ayat (3) menyatakn Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan. Sedangkan dalam pemeriksaan saksi/ahli perkara perdata Pasal 24 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara Elektronik dapat dilakukan dengan dua syarat yakni persidangan dilakukan dari awal secara elektronik dan disepakati oleh para pihak.

Sebagai tambahan saat ini dalam kondisi adanya pandemic covid 19, Pengadilan-Pengadilan mengambil inisiatif untuk menggunakan video conference dalam memeriksa perkara pidana, pidana militer dan jinayat bagi perkara yang dibatasi waktu pemeriksaaanya. Hal tersebut mengambil rujukan dari SE Sekretaris MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Penyebaran Corona Virus Disease 19 (Covid-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang ada di bawahnya.

d.      E-Court sebagai aplikasi administrasi perkara dan persidangan secara elektronik

Pada tahun 2018 MA membuat terobosan yang sangat progresif dengan mengeluarkan PERMA Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Melalui PERMA tersebut untuk perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata usaha negara dalam pendaftaran, pembayaran biaya perkaran serta pemanggilan dan pemberituhan putusan kepada para pihak dilakukan secara elektronik. Setahun selanjutnya system yang dibangun disempurnakan yakni dengan diterbitkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. PERMA terakhir mencabut PERMA sebelumnya. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2019 a quo selain menambahkan pada materi muatan aturan juga memperluas cakupan pengaturan yakni pertama, penggunaan system administrasi perkara tidak hanya pada tingkat pertama melainkan juga untuk banding dan kasasi; kedua, pengguna layanan administrasi perkara secara elektronik yang diatur tidak hanya pengguna terdaftar yang berasal dari advokat tetapi juga pengguna lain yang berasal dari individu, wakil dari pemerintah, wakil perusahaan dan juga kuasa insidentil.

Aplikasi untuk mendukung kebijakan tersebut diberi nama E-Court yang memuat dua hal besar yakni administrasi perkara dan persidangan secara elektronik. Dalam administrasi perkara dibagi menjadi tiga aplikasi yakni pendafatran (E-Filling), pembayaran biaya perkara (E-Payment) dan pemanggilan dan pemberitahuan putusan (E-Summon). E-Filling merupakan aplikasi yang digunakan untuk pendaftaran perkara ke pengadilan. Prosedurnya  dalam pendaftaran saat ini sudah dapat dilakukan baik oleh pengguna terdaftar ataupun pengguna lain. Dalam mengajukan pendaftaran gugatan/permohonan melalui e-filling dilakukan sekaligus dengan menyertakan bukti-bukti surat dalam bentuk dokumen elektronik. Selanjutnya penggungat/pemohon membayar panjar biaya perkara dengan jumlah yang ditaksir secara elektronik dan dengan cara pembayaran elektronik ke Bank yang telah ditunjuk dengan bantuan aplikasi E-Payment. Setelah perkara diverifikasi dan teregisterasi serta memperoleh nomor perkara kemudian dilakukan pemanggilan secara elektronik melalui E-Summon.  Pemanggilan tidak perlu lagi menggunakan relaas yang diantar ke domisili yang dipilih Penggugat/Pemohon melainkan dikirimkan ke dalam domisili elektronik. Begitu pula ketika akan mengirimkan pemberitahuan putusan.[41]

Adapun terkait persidangan secara elektronik telah diakomodir dalam aplikasi E-Litigasi. Dalam sidang secara elektronik kehadiran para pihak dalam ruang persidangan sangat sedikit intensitasnya. Terhadap suatu perkara perdata yang disidangkan secara elektronik maka para pihak hanya perlu hadir dalam sidang pertama, mediasi dan sidang pembuktian. Hal itupun jika para pihak setuju maka mediasi dan pemeriksaan keterangan saksi dan/atau ahli dapat dilakukan secara jarak jauh dengan media audio visual (video conference). Proses persidangan dengan acara penyampaian gugatan / permohonan / keberatan / perlawanan / intervensi beserta perubahan, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan dan pengucapan putusan penetapan dapat dilakukan secara elektronik tanpa perlu kehadiran para pihak dalam ruang sidang. Terhadap penerapan persidangan secara elektronik sampai saat ini masih menimbulkan polemik apakah sesuai atau tidak dengan hukum acara yang berlaku.

2). Aplikasi di MA yang berkaitan dengan kewenangan non yudisial

Aplikasi-aplikasi yang dibahas dalam tulisan ini adalah yang penulis anggap penting khususnya yang berkesesuaian dengan arsitektur TI di atas yakni berkaitan dengan human resource management, financial management, performance and supervision management, dan information retrieval and reporting management. Beberapa aplikasi yang terkait secara langsung antara lain :

a.      SIKEP sebagai sarana pembinanaan SDM

Mahkamah Agung memiliki ribuan jumlah pegawai yang tersebar baik di Mahkamah Agung maupun badan peradilan di bawahnya. Agar tercipta personil peradilan yang berintegritas dan professional maka atas perlu dibangun manajemen kepegawaian yang baik. Untuk membangun manajemen tersebut diperlukan data dan dokumen kepegawaian yang tersusun dengan baik dan mudah diakses sehingga menjadi acuan dalam melakukan pemberdayaan. Untuk kebutuhan tersebut MA meluncurkan aplikasi yang diberi nama SIKEP atau Sistem Kepegawaian.

Sistem kepegawaian (SIKEP) Mahkamah Agung diluncurkan pertama kali pada tahun 2010 yakni SIKEP Versi 1. Dalam SIKEP Versi tersebut dimanfaatkan untuk merekam data dan dokumen elektronik bagi seluruh pegawai MA dan badan-badan peradilan lainnya. Dalam versi tersebut semua data pegawaia disimpan secara elektronik dan memudahkan ketika dilakukan pencarian di banding dengan penyimpanan kertas. Pada tahun 2015 MA diluncurkan SIKEP versi 2 dengan tambahan fungsi yaitu merekam data terkini bagi pegawai MA. Aplikasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk pelayanan di bidang kepegawaian seperti  layanan Kenaikan Pangkat Otomatis (KPO), layanan ujian dinas bagi pegawai secara online (e-Exam) dari satuan kerja di seluruh Indonesia, layanan proses promosi dan mutasi melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dll.[42]

Dalam SIKEP versi saat ini fitur-fitur yang tersedia di dalamnya adalah presensi online dengan status presensi masuk atau tidak masuk. Jika memilih tidak masuk selanjutnya mengisi alamat presensi dan keterangan tidak masuk apakah work from home, izin, cuti atau sakit. Fitur selanjutnya yang terdapat dalam SIKEP berupa profil pegawai yang memuat data pokok yang di dalamnya berupa biodata, alamat, kartu pegawai dan kartu pasangan, identitas pasangan, identitas anak, dan juga saudara. Dakam biodata tersebut jika suami maupun isteri keduanya adalah pegawai / aparatur di MA maka bias didekatkan dalam mutasi / promosi /rotasi. Data kepegawaian selanjutnya berisi riwayat pekerjaan selama di MA; riwayat pendidikan; riwayat diklat yang diikuti dengan penyelenggara MA; penilaian-penilaian terhadap Sasaran Kinerja pegawai (SKP), Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), angka kredit, penghargaan dan prestasi serta data lain semisal kesehatan, organisasi yang diikuti dll. Data-data tersebut menjadi dasar yang valid untuk melakukan pemetaan dalam proses manajemen kepegawaian terhadap personil yang bersangkutan.

b.      E-Learning sebagai metode pembelajaran diklat secara elektronik

Guna meningkatkan pengetahuan dan skill bagi Hakim maupun aparatur pengadilan lainnya Mahkamah Agung meluncurkan E-Learnig yakni aplikasi yang membantu dalam pembelajaran saat dilakukan diklat. Konsep yang dikembangkan menekankan pada pembelajaran yang paperless. Selain itu dengan seluruh materi yang terekam pada aplikasi maka sewaktu-waktu dapat dibuka kembali utuk dipelajari. Aplikasi tersebut mengakomodadi semua jenis diklat di MA yang meliputi diklat manajemen dan kepemimpinan yang ditujukan untuk pengembangan leadership dan diklat teknis peradilan untuk memantabkan pengetahuan dan kemampuan dalam memeriksa perkara. Selain itu aplikasi ini juga menfasilitasi ujian-ujian untuk kenaikan pangkat yakni ujian penyesuaian ijasah dan ujian dinas elektronik.

c.       SIWAS

Sebelum ada SIWAS pegaduan dilakukan melalui pesan singkat berupa SMS yang diatur dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 076/KMA/SK/VI/2009 mengenai penanganan Pengaduan dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 216/KMA/SK/XII/2011 pedoman penanganan Pengaduan melalui layanan pesan singkat (SMS). Untuk menyesuaikan dengan kebutuhan zaman MA menerbitkan PERMA Nomor 9 Tahun 2016 Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistle Blowing System) di Mahkamah Agung dan Peradilan yang berada di bawahnya. Dalam PERMA tersebut diperkenalkan aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia (SIWAS MA-RI) yakni aplikasi pengelolaan Pengaduan yang disediakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Aplikasi SIWAS menjadi muara dari segala jenis saluran pengaduan di Mahkamah Agung. Dalam aplikasi di website tersebut prosedur mengajukan pengaduan sangat mudah yakni tinggal login atau melakukan register dan selanjutnya memberikan informasi yang memenuhi unsur 5W+IH. Dalam pengaduan ini identitas pelapor dijamin kerahasiaanya. Adapun tindak lanjut atau hasil dari pengaduan akan dipublikasikan dalam website Badan Pengawas Mahkamah Agung.

 

D.     PENUTUP

Mahkamah Agung dalam era industry 4.0 telah lebih dari siap untuk berperan aktif dalam momentum tersebut. Cetak biru Pembaruan Peradilan yang didesain untuk periode 2010-2035 telah sesuai dengan tuntutan zaman dan hanya perlu untuk menjaga agar rencana tersebut tetap dijalankan dengan baik. Pengalaman yang terjadi selama ini dengan dikembangkannya berbagai aplikasi telah menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil melewati jalur yang benar. Untuk menghadapi masa yang akan datang, khususnya pasca 2035 sebagaimana batas dari Cetak biru tersebut harus mulai dipikirkan dan dirancang sebaik mungkin. Bayangan akan masa depan tidak semestinya dilihat secara linear melainkan harus dilihat secara melompat dengan prediksi yang melampaui zamannya. Begitupula dengan aplikasi yang didesain haruslah mampu untuk memprediksi jauh di masa yang akan datang sehingga mampu bertahan dan tidak tertinggal oleh zaman.

Daftar Pustaka

Buku

Istanto, Sugeng, Usulan Penelitian (Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian & Tesis Program Pascasarjana UGM: Khusus untuk Program Studi Hukum, tanpa tahun, tidak diterbitkan

Kagermann, H., Wahlster.W. and Johannes, H. Recommendations for Implementing the Strategic Initiative Industrie 4.0. (Forschungsunion, 2013)

Mahkamah Agung. Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. (Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2010) 

Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Buku VI Kekuasaan Kehakiman, (Jakarta: Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010)

Soekanto, Soerdjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat..(Rajawali Press, Jakarta. 2001)

Jurnal/Makalah

Adib Zain, Mochamad, Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Admistrasi Perkara Berbasis Elektronik: Tinjauan Penerapan SIPP, Makalah dipresentasikan guna ujian magang calon hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta pada 5 Desember 2018.

Prasetyo, Hoedi dan Wahyudi Soetopo, Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset, Jurnal Teknik Industri, Vol. 13 No. 1

Nursobah, Asep, Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Mendorong Percepatan Penyelesaian Perkara di Mahkamah Agung, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, No. 2 Juli 2015.

Yahya, Muhammad ,Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia,  Makalah disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa  Senat Universitas Negeri Makassar  tanggal 14 Maret 2018, https://doi.org/10.1080/15298868.2011.636509 (diakses 17 April 2020)

Internet

Abdullah, Peuncuran Integrasi Manajamen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi dalam Aplikasi Informasi Kepegawaian (SIKEP) Mahkamah Agung https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3355/peluncuran-integrasi-manajemen-sumber-daya-manusia-berbasis-kompetensi-dalam-aplikasi-sistem-informasi-kepegawaian-sikep-mahkamah-agung (diakses 24 April 2020 )

Dirjen Badilum, Road Map Rencana Pengembangan Sistem Penelusuran Informasi Perkara Mahkamah Agung Tahun 2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 24 April 2020)

Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Road Map Pengembangan Sistem Penelusuran Informasi Perkara Mahkamah Agung RI Tahun 2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 26 April 2020)

Hukum Online, MA Rancang Ulang Cetak Biru Pembaruan, https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol21371/ma-rancang-ulang-cetak-biru-pembaharuan/ (diakses 16 April 2020).

Kagermann, H., Lukas, W.D., & Wahlster, W. (2011). Industrie 4.0: Mit dem Internet der Dinge auf dem Weg zur 4. industriellen Revolution https://www.ingenieur.de/technik/fachbereiche/produktion/industrie-40-mit-internet-dinge-weg-4-industriellen-revolution/ (diakses 17 April 2020)

Kemenperin, Industri 4.0 Ciptakan Efisiensi Produksi dan Profesi Baru, https://kemenperin.go.id/artikel/19094/Industri-4.0-Ciptakan-Efisiensi-Produksi-dan-Profesi-Baru (diakases 21 April 2020)

Merkel, Angela, Speech by Federal Chancellor Angela Merkel to The OECD Confrence, https://www.bundesregierung.de/breg-en/chancellor/speech-by-federal-chancellor-angela-merkel-to-the-oecdconference-477432, (diakses 16 April 2020).

Schlechtendahl, J., Keinert, M., Kretschmer, F., Lechler, A., & Verl, A.. Making existing production systems Industry 4.0-ready, https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_production_systems_Industry_40-ready (diakses 21 April 2020)

Peraturan Perundang-Undangan

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998 TAHUN 1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 tentang Peradilan Umum,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

SE Dirjen Badan Badan Peradilan Umum Nomor 559/DJU/HK.007/VI/2012 tentang Pelaksanaan Sistem Informasi Penelusuran Perkara di lingkungan Peradilan Umum;

Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 0458/DjA/HM.02.3/2/2016 perihal Implementasi Aplikasi SIPP Versi 3.1.1 di Lingkungan Peradilan Agama

Surat Edaran Dirjen. Badilmiltun. No. 185/Djmt.3/SE/2/2016 Tentang Penggunaan Aplikasi SIPP v.311 Di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

 

 

 



[1] Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 tentang Peradilan Umum, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Agama, Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

[2] Lampiran huruf c Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998 TAHUN 1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.

[3] Mahkamah Konstitusim Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Buku VI Kekuasaan Kehakiman, (Jakarta: Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010), hlm. 461

[4] Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

[5] Mahkamah Agung. Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. (Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2010)  hlm7

[6]Hukum Online, MA Rancang Ulang Cetak Biru Pembaruan, https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol21371/ma-rancang-ulang-cetak-biru-pembaharuan/ (diakses 16 April 2020).

[7]Mahkamah Agung. 2010. Op.Cit hlm. 10

[8] Ibid. hlm. 9

[9] Ibid.

[10] Ibid. hlm. 21

[11] Ibid. hlm.20

[12] Angela Merkel, Speech by Federal Chancellor Angela Merkel to The OECD Confrence, https://www.bundesregierung.de/breg-en/chancellor/speech-by-federal-chancellor-angela-merkel-to-the-oecdconference-477432, (diakses 16 April 2020).

[13] Sugeng Istanto, Usulan Penelitian (Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian & Tesis Program Pascasarjana UGM: Khusus untuk Program Studi Hukum, tanpa tahun, tidak diterbitkan, hlm. 1.

[14] Soerdjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat..(Rajawali Press, Jakarta. 2001) Hlm 23

[15] Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Soetopo, Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset, Jurnal Teknik Industri, Vol. 13 No. 1, hlm. 18/ ; lihat Kemenperin, Industri 4.0 Ciptakan Efisiensi Produksi dan Profesi Baru, https://kemenperin.go.id/artikel/19094/Industri-4.0-Ciptakan-Efisiensi-Produksi-dan-Profesi-Baru (diakases 21 April 2020)

[16] Schlechtendahl, J., Keinert, M., Kretschmer, F., Lechler, A., & Verl, A.. Making existing production systems Industry 4.0-ready, https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_production_systems_Industry_40-ready (diakses 21 April 2020)

an Schlechtendahl ·Matthias Keinert ·

Felix Kretschmer ·Armin Lechler ·

Alexander Ver https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_production_systems_Industry_40-ready

[17] Kagermann, H., Lukas, W.D., & Wahlster, W. (2011). Industrie 4.0: Mit dem Internet der Dinge auf dem Weg zur 4. industriellen Revolution https://www.ingenieur.de/technik/fachbereiche/produktion/industrie-40-mit-internet-dinge-weg-4-industriellen-revolution/ (diakses 17 April 2020)

[18] Muhammad Yahya, Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia,  Makalah disampaikan pada Sidang Terbuka Luar Biasa  Senat Universitas Negeri Makassar  tanggal 14 Maret 2018, https://doi.org/10.1080/15298868.2011.636509 (diakses 17 April 2020)

[19] Kagermann, H., Wahlster.W. and Johannes, H. Recommendations for Implementing the Strategic Initiative Industrie 4.0. (Forschungsunion, 2013) Hlm. 14

[20] Lee, J., Lapira, E., Bagheri, B., Kao, H., (2013). Recent Advances and Trends in Predictive Manufacturing Systems in Big Data Environment dalam Muhammad Yahya, Op.Cit

[21] Asep Nursobah, Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Mendorong Percepatan Penyelesaian Perkara di Mahkamah Agung, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, No. 2 Juli 2015. Hlm. 329

[22] Ibid, hlm 330

[23] Ibid.

[24] Ibid.

[25] Mahkamah Agung, Op.Cit. hlm 70

[26] Ibid.

[27] Ibid. hlm. 65-75

[28] Ibid. hlm. 66

[29] Ibid.

[30] Ibid. hlm. 67

[31] Ibid.

[32] Ibid. hlm. 68

[33] Mahkamah Agung, Op.Cit. hlm 69-70

[34] Dirjen Badilum, Road Map Rencana Pengembangan Sistem Penelusuran Informasi Perkara Mahkamah Agung Tahun 2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 24 April 2020)

[35] SEMA Nomor 14 Tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali.

[36] Ibid

[37] Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Road Map Pengembangan Sistem Penelusuran Informasi Perkara Mahkamah Agung RI Tahun 2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 26 April 2020)

[38] Pada lingkungan peradilan umum melalui SE Dirjen Badan Badan Peradilan Umum Nomor 559/DJU/HK.007/VI/2012 tentang Pelaksanaan Sistem Informasi Penelusuran Perkara di lingkungan Peradilan Umum; pada lingkungan Peradilan Agama melalui surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 0458/DjA/HM.02.3/2/2016 perihal Implementasi Aplikasi SIPP Versi 3.1.1 di Lingkungan Peradilan Agama sedangkan untuk lingkungan peradilan TUN melalui Surat Edaran Dirjen. Badilmiltun. No. 185/Djmt.3/SE/2/2016 Tentang Penggunaan Aplikasi SIPP v.311 Di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

 

[39] Mochamad Adib Zain, Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Admistrasi Perkara Berbasis Elektronik: Tinjauan Penerapan SIPP, Makalah dipresentasikan guna ujian magang calon hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta pada 5 Desember 2018.

[40] Pasal 58 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

[41]Pasal 5 – Pasal 18 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

[42] Abdullah, Peuncuran Integrasi Manajamen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi dalam Aplikasi Informasi Kepegawaian (SIKEP) Mahkamah Agung https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3355/peluncuran-integrasi-manajemen-sumber-daya-manusia-berbasis-kompetensi-dalam-aplikasi-sistem-informasi-kepegawaian-sikep-mahkamah-agung (diakses 24 April 2020 )