Sabtu, 30 Oktober 2010

IKHTISAR KULIAH HUKUM ISLAM



BAB 1  PENDAHULUAN
Hukum islam terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Syariat  2. Fiqh
Syariah secara lughowi (etimologi) adalah jalan ke tempat mata air, atau tempat yang dilalui air sunga. Secara istilachi (terminology) adalah adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur Hubungan manusia dengan Allah, Hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehhhidupan sosial, Hubungan manusia dengan makhluk lain di alam lingkungan hidupnya. Sedangkan fiqh secara lughowi (etimologi) adalah paham, paengetahuan, pengertian sedang menurut istilachi (terminalogi) ad. Syara’ yang praktis/amaliah yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci
Perbedaan syariat dan fiqh
Perbedaan dalam :
Syariat
Fiqh
·         Wujud
·         Sifat
·         Ruang lingkup


·         Keberlakuan
·         Macam

Wahyu Allah dan sunah nabi
Fundamental
Luas mencakup jd aqidah, ahlak

abadi
dalam kesatuan
Pemahaman mns ttg syarit
Instrumental
Terbatas pd perbuatan hokum


Berubah dari masa ke masa
Beragam

Sumber hukum islam meliputi :
1.      Alqur’an
2.      Sunnah rosul. Keduanya merupakan sumber utama dan ditambah
3.      Ijma’
4.      Qiyas
Adapun tujuan dari hukum islam menurut Abu Ishaq Asshatibi adalah maqoaidu alkhomsah assyariah yaitu memelihara :
a)      Agama       (almuchadzotu ala addin)
b)      Jiwa           (almuchadzotu ala annafs)
c)      Akal          (almuchadzotu ala al-aql)
d)     Keturunan (almuchadzotu ala annals)
e)      Harta         (almuchadzotu ala al-mal)
Teori dasar berlakunya hokum islam ada 2 yaitu :
1)      receptio in complexu (Lodewik Willem Christian vab den berg)  yang menyatakan bahwa hokum mengikuti agama seseorang.
2)      Receptie  (Christian Snouck hurgronje) yang menyatakan bahwa berlaku bagi orang islam bukanlah hukum islam tapi hokum adat. Hokum islam baru berlaku apabila telah diresepsi hukum adat. dari teori ini menghasilkan dua teori lagi yaitu :
·         Receptio exit (Hazairin) menyatakan bahwa teori recepie sudah keluar karena tidak sejaln dengan hukium Indonesia
·         Receptio a contrario (Sajuti thalib) menyatakan bahwa hokum islam yang bertlaku bagi masyarakat tidak memerlukan penerimaan dari hukum adat , melainkan didasarkan kenyataan bahwa hokum islam juga merupakan hokum yang hidup layaknya hokum adat.
 
Implementasi hiukum islam diinsonesia Menurut Noel J. Coulson mengkategorikan kedalam empat corak :
       I.            Dikodifikasikan hokum islam menjadi perundang-undangan
    II.            Tidak terikatnya umat islam pada satu madzhab tertentu
 III.            Penerapan hukum sebagai akomodasi nilai-nilai baru ( ahbiq al-ahkam)
 IV.            Perubahan hokum yang baru yang diformulasikan dengan tajdi atau neo ijtihad



















BAB 2 KAEDAH POKOK HUKUM ISLAM

KERANGKA DASAR ISLAM

Kerangka dasar hukum islam terdiri dari 3 fondasi utama yaitu iman, islam, dan ikhsan. Dari tiga hal ini dapat diturunkan tiga kerangka dasar islam. Iman yang berarti pembenaran mutlak membentuk aqidah, islam yang lebih menekenkan implementasi dari hokum mewujudkan syariat dan ikhsan yang dikonotasikan dengan berbuat  kebajikan menjadi akhlaq.
Aqidah secara etimologi berarti ikatan atau sangkutan yaitu mengikat atau menjadi sangkutan segala sesuatu. Hakekat dari aqidah adalah tauhid yang berarti meng-Esakan Allah dan tidak menyekutukannya. Kedudukan aqidah adalah sangat sentral dan fundamental karena menjadi asas atau gantungan segala sesuatu dalam islam. Ilmu ttg aqidah ad. Ilmu kalam atau ilmu tauhid dalam bahasa asing terkenal dengan teologi atu juga ushuludin.
Syariah adalah hokum Allah yang bersifat qath’I sedangkan hasil penggalian hukum dzonni  yang merupakan satu kerangka dengan syariah menghasilkan fiqh. Muatan dari fiqh terdiri dari dua macam yaitu ibadah dan muamalah.
Akhlaq adalah sikap mental yang menimbulkan kelakuan baik dan buruk. Akhlak menempati posisi penting dalam islam karena merupakan pencerminan syariah yang dilandasi aqidah pada diri individu maupun masyarakat. Konsep akhlaq memiliki perbedaan dengan konsep moral  dan etika, perbedaanya terutama pada penentuan baik dan buruk.

USHUL FIQH
Ushul fiqh adalah kaidah yang menjelaskan tentang cara pengambilan hukum-hukum yang berkaitan dengan perbutan manusia dari dalil syar’i. terdapat definisi tentang ushul fiqh yang disampaikan oleh ‘Abdullah bin ‘Umar al-Baidlowi (ahli ushul dr kalangan ulama Syafi’iyah) bahwa ushul fiqh adalah pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara global, cara menggali hukum  dari dalil-dalil tersebut dan hal ihwal pelaku istinbath.
·         Tentang  dalil-dalil fiqh secara global.
Dalil dalam hal ini adalah suatu yang member petunjuk kepada suatu hal yang lain atau sesuatu yang lain yang bilamana dipikirkan secara benar akan menyampaikan seseorang kepad kesimpulan yang dicari. Dalil sendiri dibagi Menurut dua klasifikasi yaitu berdasar ruang lingkup obyek masalah dan kem dari kebeentanganrlakuan terhadap suatu masalah.
Menurut ruang lingkup obyek permasalahan terbagi menjadi dua yaitu dalil g bert(luas masih belum terperinci) dalil ini sering disebut dengan dalil mujmal  dan tafsili yaitu dalil yang sudah menunjukkan pada perinciuan obyek dalil ini dikenal dengan dalil mufasil
Menurut keberlakuan terhadap suatu masalah dalil di bedakan jadi dua yaitu : ‘Am dan Khos. Dalil ‘am adalh dalil yang berlaku secara umum sedang khos adalah dalil yang khusus.


·         Tentang cara menarik atau mengambil  hukum dari dalil-dalil (istinbath).
Dalam hal istinbath yang berlaku bahwa mujtaid melakukan ta’arud  addalilah (menentukan dalil-dalil yang saling bertentangan) dan tarjih (memperbandingkan dalil mana yang lebih unggul)
·         Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh se’ornag yang akan melakukan ijtihad.

ALAHKAM ALKHOMSAH
Sebelum ke alahkam alkhomsah perluy diketahui bahwam islam  hokum islam secara garis besar di bagi menjadi taklifi dan wadh’i. hokum taklifi adalah ketentuan-ketentuan Allah dan rosulnya yang berhubungan langsung dengan perbuatan mukallaf sedang wadh’I adalah yang berkaitan dengan sebab syarat dan man’i.
Berdasar hokum taklifi hokum islam di bagi menjadi lima yang terkenal dengan ahkam alkhomsah yaitu :
§  Wajib/fardlu adalh suatu perbuatan apabila dikerjakan mendapat pahala dna jika ditinggalkan akan dapat dosa dan siksa. Hokum wajib sendiri dibagi Menurut beberapa klasifikasi antara lain  :
o   Menurut waktu pelaksanaannya ada wajib mutlaq dan wajib auqot
o   Menurut siapa yang melaksanakan dibagi menjadi wajib ‘ain dan wajib kifayah
o   Menurut kadarnya dibagi menjadi wajib muhaddad dan ghoiru muhaddad
o   Menurut obyeknya di bagi wajib mu’ayyan dan mukhoyyar
§  Sunnah/mandub adalah berupa anjuran untuk dilakukan jika dilaksanakan mendapat pahal jika ditinggalkan tidak dikenai siksa.
Pembagian sunnah :
o   Sunnah ‘amiyah ad. Dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap orang
o   Sunnah kifayah ad. Dianjurkan untuk dilakukan oleh satu orang dari suatu kelompok
o   Sunnah muakkadah ad perbuatan yang sangat di anjurkan pelaksanaanya
o   Sunnah muakkadah ad perbuatan yang kadang-kadang dilaksanakan rosul
o   Sunnah al-zawaid ad mengikuti kebiasaan sehari-hari rosul
§  Harom/mamnu’ adalah perbuatan yang dilarang disertai pahala bagi yang meninggalkannya dan siksa bagi yang melakukannya.
Haraom dibagi menjadi dua yaitu : harom lidzatihi dan harom lighoirihi
§  Makruh adalah perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan yang bila dilaksanakan mendapat pahala bila ditinggalkan tidak ada konsekwensia apa-apa.
Macam-macam makruh :
o   Makruh tanzih yaitu makruh yang murni sebagaimana pengertiannya
o   Makruh tahrim yaitu makruh yang dasar hukumnya belum pasti antara makruh dan harom
o   Tarkul aula yairu karena meninggalkan perbuatan-perbuatan yang amat sangat dianjurkan
§   Mubah/jaiz adalah baik ditinggal maupun dikerjakan tidak ada akibat yang menyertainya.
Hukum wadh’i sendiri terbagi menjadi 3 yaitu :
Ø  Sebab adalah Sesutu yang dijadikan oleh syariah sebagai tanda bagi adanya hokum dan tidak adanya merupakan tidak adanya hokum
Ø  Syarat : adalah sesuatu yang tergantung kepada adanya sesuatu yang lain dan berada diluar hakekat sesuatu itu sendiri.
Ø  Man’i : adaah sesuatu yang ditetapkan sebagai penghalang bagi adanya hokum atau penghalang badi berfungsinya suatu sebab.

KARAKTER HUKUM ISLAM
1.      Hukum islam merupakan bagian dari hokum islam
2.      Hukum islam merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar islam yang disbut syariah
3.      Hukum islam bersifat universal dengan dua unsure penjamin utama yaitu hokum qoth’i sebagai aturan final dan pedoman pokok dab dzonni antisipator atas Perkembangan zaman
4.      Hukum islam ditemukan dan digali dengan method ushuk fiqh
5.      Hukum islam mengatur manusia sbg individu sekaligus masyarakat
6.      Hukum islam berlaku berbanding lurus dengan keimanan umat
7.      Hukum islam ekksistensinya untuk menjamin kemaslahatan umat manusia
8.      Hukum islam berlaku mendasari tingkat kemaslahatan
9.      Hukum islam mendahulikan hak dari kewajiban, amal dari pahala
10.  Hukum islam dibagi menjadi tak;lifi dan wadh’i

SISTEMATIKA HUKUM ISLAM
§  Ulama syafiiah membagi menjadi empat yaitu ibadah, muamalah, munakahat dan uqubat.
§  T.M. Hasby Ash-shidiqy membagi menjadi bidang ibadah,muamalah, kekeluargaan, harta peninggalan, uqubat, hokum acara, tata Negara, internasional,
§  Sedangkan ulama masa kini membagi menjadi hokum privat (keluarga, perdata, dagang, privat internasional) dan hokum umum (pidana, ketatanegaraan, administrasi Negara, internasional dll)

Sabtu, 16 Oktober 2010

MASYARAKAT SADAR TIDAK HARUS TERDIDIK
Hampir separuh dari jumlah penduduk Negara ini masih di bawah garis kemiskinan, suatu kata yang mujarab untuk menggambarkan kondisi perekonomian penduduk ini. Di bawah garis kemiskinan adalah pendifinisian yang benar-benar memprihatinkan, suatu yang tak layak untuk kita hanya perbincangkan. Bayangkan dalam sehari-hari kebutuhan hidup tak tercukupi, untuk makan pun harus mati-matian membanting tulang demi hari ini saja, belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain seperti pendidikan yang layak kesehatan gratis hanyalah umpama fatamorgana di padang pasir yang tandus.
Sungguh ironis memang di Negara yang berlimpah kekayaan alam namun nyatanya tak mampu untuk mensejahterakan penduduknya. Hasil sumber daya yang diolah adalah bukan hak bagi sebagian besar penduduk, namun hanya diperuntukan bagi segelintir golongan yang mampu untuk membeli walaupun itu dilakukan dengan pemerasan terhadap keringat sejumlah besar tersebut.
Ada hal yang menarik sekiranya dicermati dari kondisi masyarakat di negeri ini. Hal-hal seperti tersebut dalam paparan diatas bukanlah gejala alami yang timbul begitu saja. Tangan-tangan setan telah merekayasa hal tersebut. Mereka sengaja menciptakan kondisis pemelaratan ini hanya untuk memperoleh kepentingan pribadinya. Tak mengherankan dengan rekayasa-rekayasa tersebut mereka juga mempertahankan supaya jangan sampai terjadi penyadaran sosial. Karena hal yang demikian nantinya akan mendatangkan kerugian yang besar bagi mereka. Upaya-upaya yang mereka lakukan adalah tak lebih dari trik-trik permainan bahasa.
Alih-alih memberikan lapangan pekerjaan sebenarnya tak lebih dari memperbudak sebagian besar masyarakat. Kerja keras yang dilakukan tak sebanding dengan apa yang diperoleh bahkan hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup. Apa yang dinamakan dengan kebijakan dan pembangunan nyatanya malah tidak mampu dinikmati masyarakat, hasil dari kekayaan alam menumpuk hanya igudang sebagian orang.
Penyadaran masyarakat itu perlu
Hal yang perlu diperioritaskan dalam permasalahan ini adalah upaya untuk penyadaran masyarakat. Tidak boleh keadaan yang seperti ini terus berlanjut, masyarakat yang sejak dari awal tertindas perlu untuk segera mendapat pertolongan. Kita tidak bisa menggantungkan kepada pemerintah akan hal ini, karena dari apa yang kita ketahui bersama bahwa pemerintah tidak dapat diandaakan lagi. Pemerintah adalah yang melegalkan permasalahan ini, dengan perselingkuhannya pada setan-setan masyarakat mereka tidcak lagi sesuai dengan apa yang mereka katakan. Mereka hanya melindungi kepentingan setan-setan tersebut dan tidak ada keberpihakan untuk maxsyarakat umum.
Penyadaran terhadap masyarakat tidak akan mudah dilaksanakan setidak-tidaknya membutuhkan proses dengan waktu yang lama. Hal ini disebabkan kondisi dari dalam masyarakat sendiri yang umumnya masih terbebani dengan permasalahan ekonomi yang rendah juga rata-rata tingkat pendidikan yang tidak memadai. Selain factor dari dalam rintangan yang terbesar sebenarnya adalah gejala-gejala yang timbul dari luar. Setan-setan masyarakat yang menciptakan kondisi pemelaratan masyarakat pasti tidak rela untuk kehilangan apa yang diperolehnya saat ini. Mereka akan terus berupaya supaya masyarakat yang dibodohi akan terus terlalap dalam kebodohannya. Dan tidak menentang terhadap sistem yang mereka buat.
Telah nyata beberapa tantangan yang harus dihadapi maka sekaranglah saatnya kita mulai dengan proses menuju penyadaran masyarakat. Apapun hasilnya tentuakan sangat berharga dalam transformasi social kelak.


4 juli 2009

Kamis, 14 Oktober 2010

sejarah Organisasi Gerakan Mahasiswa yang aku pilih

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:

1. Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2. Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3. Pisahnya NU dari Masyumi.
4. Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
5. Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.


Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.

Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahsiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:

1. A. Khalid Mawardi (Jakarta)
2. M. Said Budairy (Jakarta)
3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4. Makmun Syukri (Bandung)
5. Hilman (Bandung)
6. Ismail Makki (Yogyakarta)
7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9. Laily Mansyur (Surakarta)
10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11. Hizbulloh Huda (Surabaya)
12. M. Kholid Narbuko (Malang)
13. Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.


Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.

Independensi PMII
Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.

Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.

Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.

Sumber :

Website http://pmiismg.gq.nu/about.html

Wahyudi Djafar. 2005. Akar Kesejarahan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia: Disampaikan pada MAPABA Forum Rayon PMII Komisariat Gadjah Mada 23- 25 Desember 2005 di Ponpest. Al- Qodir Cangkringan Sleman

ngaji ushul Fiqh

DASAR-DASAR AGAMA
Syariah-Fiqh-Ushul Fiqh-Qowaidul Fiqh

Pentingnya Menguasai Ilmu Syariah

Bagi seorang muslim mempelajari agama adalah kewajiban yang harus di penuhi dan menjadi prioritas utama. Kewajiban ini tidak bisa di gantikan oleh orang lain. Melaksanakan amal ibadah ada batasan yang menjadi syarat misalnya harus mukallaf (berakal sehat dan usia dewasa) akan halnya kewajiban belajar adalah mutlaq dan tidak harus setelah batasan usia tertentu sebagaimana sabda Nabi bahwa belajar ilmu adalah sejak dari buaian ibu pertama kali (kelahiran) sampai tiba waktu memasuki liang lahat (kematian).
Dalam Islam porsi ajaran syariah lebih besar di banding dengan ajaran yang lain misalnya aqidah (teologi) atau akhlaq. Seorang muslim di katakana wajar jika tidak menguasai ilmu tafsir, hadits, gramatikal arab ataupun ilmu kalam tapi akan terasa aneh jika tidak menguasai ilmu syariah dan mustahil jika ada seoarang tidak menguasai syariah khususnya fiqh walaupun dengan penguasaan seadanya sebab dalam keberagamaan seseorang pasti selalu berhubungan langsung dengan yang namanya syariah.
Ya memang untuk mempelajari keseluruhan syariah memang sulit namun jika kita sudah mampu mengetahui landasan dan pola-pola dalam struktur yang membangun keseluruhan syariah maka kita akan lebih mudah untuk menguasainya. Terutama bahwa syariah adalah selalu bertitik tolak dari masalah-masalah menghukumi sesuatu baik wajib, sunnah, harom dan lainnya maka sudah pasti perkara hukum ini akan selalu berkembang sesuai dengan zaman dan kondisi masyarakatnya.
Syariah-Fiqh
Ada banyak kita jumpai kesalah pahaman yang sering terjadi di dalam masyarakat untuk memahami Syariah dan Fiqh. Keduanya adalah hal yang sangat berbeda walaupun juga saling berkaitan satu sama lain. Orang kadang cenderung menyamakan antara keduanya bahkan sering kali tidak bisa membedakan mana yang “Syariah” dan mana yang “Fiqh”. Sejauh ini kesalahan-kesalahan tersebut juga berdampak fatal di dalam masyarakat. Bahkan hal ini juga sempat memanas menjadi perdebatan di negeri ini ketika beberapa daerah membuat aturan-aturan yang di indikasikan berbau “SYARIAH’. Hal ini kita sadari bahwa hal ini salah satu factor timbulnya masalah semacam ini adalah pemahaman masyarakat yang kurang tentang Syariah ataupun Fiqh itu sendiri yang terjadi secara umum atau juga perbedaan di berbagai kalangan cendekiawan muslim yang berbeda pendapat apakah peraturan yang di buat itu memang ranah syariah atau hanya fiqh.
Agar hal seperti tersebut tidak terulang dikemudian hari maka kita sebagai muslim penting untuk mengetahui kedua hal tersebut diatas. Bagi kita kader fakultas hukum terutama, sangat di harapkan untuk memahami keduanya walaupun Hukum Islam tidak menjadi hukum positif di Negara kita namun tidak bisa di pungkiri lagi bahwa mayoritas penduduk negeri ini adalah beragama islam dan pastinya hal ini akan sangat besar peranannya kedepan bagi pembangunan sistem hukum kita. Bahkan saat inipun kalau saya lihat ( dari sudut pandanng santri yang telah mempelajari hukum Islam di pesantren) perbedaan antara hukum positif kita dengan hukum islam yang keduanya berdiri sebagai suatu sistem tidaklah terlalu signifikan apalagi jika harus di pertentangkan maka hal itu saya rasa tidak perlu. Dan seharusnya hukum Islam mampu menjadi acuan utama untuk mengisi kekosongan-kekosongan hukum di negeri ini.
Kembali lagi ke pokok bahasan bahwa Syariah dan Fiqh walaupun terlihat saling menyerupai namun keduanya berbeda. Secara bahasa “Syariah” adalah aturan atau hukum sedangkan “Fiqh” adalah mengerti atau memahami. Jadi dari kedua pengertian bahasa ini sudah bisa di tarik suatu gambaran di antara keduanya. Lebih lanjut lagi secara istilahi Fiqh adalah ”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci.” atau juga “pengetahuan hukum syariah yang di peroleh melalui jalan Ijtihad.”
Kesimpulan yang bisa ditarik dari pengertian-pengertian diatas adalah bahwa antara syariah dan fiqh terjadi keterkaitan yang sangat diantara keduanya serta dalam prakteknya tidak mungkin dipisahkan. Kita contohkan misalnya dalam ibadah Sholat bahwa semua orang islam sepakat tentang hukum wajibnya maka ini adalah segi syariatnya namun dalam segi fiqhnya untuk masalah yang sama (sholat) maka berbeda-beda untuk tata cara pelaksanaanya ada yang bacaan basmalahnya di baca keras-keras ada pula yang dipelankan. Untuk lebih detailnya maka beda syariah dan fiqh adalah :
1. Syariah itu hanya satu artinya aturan hukum yang Allah turunkan untuk manusia dari Nabi Adam sampai kiamat kelak hanyalah satu sedangkan Fiqh beragam hal ini disebabkan dalam pelaksanaan hukum tadi terjadi perbedaan pendapat sehingga menimbulkan keberagaman dalam pelaksanaannya sebatas apa yang ditangkap dan di pahaminya akan syariah itu.
2. Syariah berasal dari dalil yang Qoth’i ( sudah pasti kebenarannya ) sehingga berlakunya Muthlaq dan Fiqh berasal dari dalil-dalil Dzonni ( yang masih bersifat persangkaan ) sehingga relative kebenarannya dan dari dalil-dalil Dzonni tersebut berlaku pula kesempatan menafsirkan di antara para ulama sehingga di hasilkan berbagai hukum, dan satu hukum belum tentu sama dengan yang lainnya dan kemungkinan bahwa kesemuanya sama-sama benar.
3. Syariah berlaku secara Universal yaitu seluruh ummat manusia. Untuk Fiqh karena di hasilkan dari ijtihad ( olah pikir untuk temukan hukum ) maka terbatas an menimbulkkan taqlid artinya terbagi-bagi kedalam berbagai madzhab/anutan sesuai dengan imamnya.
4. Syariah berlaku Abadan-abadan dan tidak akan pernah berubah sedang Fiqh sesuai dengan kondisi masyarakat oleh factor baik tempat maupun zamannya.
Maka sekarang telah jelas bagi kita mana yang Fiqh dan mana yang syariah sesuai dengan criteria pembagian tadi. Oleh karena itu diharapan mampu mengidentifikasikan suatu masalah apabila suatu ketika di hadapkan pada kita untuk mencari penyelesaiannya degan menggunakan landasan ini. juga jangan sampai terburu-buru mengambil kesimpulan ketika menyikapi suatu keadaan apakah itu Syariah atau Fiqh.

Fiqh-Ushul Fiqh-Qowaidul Fiqh
Bahwa Fiqh adalah ilmu yang lahir akibat/dari adanya Syariah dan lahirnya tersebut tidak serta merta ada dengan sendirinya. Artinya bahwa untuk sampai menemukan hukum Fiqh di perlukan mekanisme-mekanisme yang menjadi persyaratannya. Mekanisme-mekanisme ini kemudian di bukukan untuk pertama kalinya oleh Imam Syafi’I dalam kitabnya yang berjudul Waroqoot yang sekarang terkenal dengan cabang ilmu Ushul Fiqh.
Ushul Fiqh ( Methodology in Islamic Jurisprudence ) adalah ilmu tentang bagaiman cara untuk menemukan suatu hukum Fiqh ( Islamic Jurisprudence). Ushul Fiqh terdiri dari dua kata yaitu Al-Ushul yang artinya asal, pokok, pondasi dan Al-Fiqh yang artinya sesuai dengan yang telah diterangkan diatas. Analogi antara Ushul Fiqh dengan Fiqh adalah seperti bangunan dan tanahnya. Jadi Ushul Fiqh melandasi keberadaan Fiqh. Lalu apabila dilihat dari ranahnya terhadap Fiqh adalah bahwa Ushul Fiqh mengurusi metodologi terkait alasan hukum dan aturan penafsiran suatu arti dan implikasi dari kata perintah ( dari dalil naqli) atau suatu larangan, terhadap pema’naan dari suatu kalam dengan berbagai pembagiannya, tingkah laku nabi sejauh mana yang wajib diikuti juga bagaimana apabila terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lainnya dan mana yang akan dipakai, terkait keabsahan suatu hadits Rosululloh juga bagaimana melakukan ijtihad? Syaratnya apa serta sejauh mana hasil ijtihad bisa dipakai dan pembahasan lain-lain.
Walaupun dalam lingkup yang berbeda namun penguasaan terhadap Ushul Fiqh sangat penting bagi mahasiswa Hukum karena pada nantinya kitalah yang menjadi pemeran di negeri ini baik sebagai pembuat aturan maupun sebagai penegak hukum. Hal ini tidak hanya Karena menambah khazanah pegetahuan kita juga karena mampu mengasah kemampuan kita untuk melakukan penemuan hukum yang progresif. Prisip-prisip yang ada baik ketika hendak membuat maupun memutus suatu hukum nantinya akan lebih sempurna jika dilandasi penguasaan Ushul Fiqh yang mendalam. Bahkan kebanyakan theory yang diajarkan sebagai acuan hukum positif tidak berbeda dengan muatan ilmu ini ambil contoh misalnya di dalam ketatanegaraan dikenal Stuffenbaw Theory yaitu Hirarki perundang-undangan, masalah yang muncul adalah bagimana dalam tingkata tersebut bisa selalu serasi dan bagaimana pula bila terjadi pertentangan antara aturan yang atas dengan bawahnya. Di dalam ushul Fiqh pun dari beberapa abad yang lalu ( jauh sebelum adanya Stuffenbaw Theory ) hal semacam ini sudah dirumuskan misalnya adalah bagaimana korelasi antara Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama dengan Al-Hadits sebagai kedua juga bagaiamana bila terjadi pertentangan.
Hal yang kedua jika hendak memperoleh suatu Hukum Fiqh maka harus memperhatikan Qowaidul Fiqh ( kaedah2 Fiqh). Dari berbagai aturan hukum baik ibadah, mu’amalah, mu’amalah yang di perluas ( Siyasah, Dusturiyah dll) tidak akan pernah terlepas dari kaedah-kaedah ini. ibaratnya bagi Fiqh, Qowaidul Fiqhiyyah adalah Ruh bagi tubuh. Ia adalah prinsip umum yang diaplikasikan untuk seluruh hukum Fiqh. Untuk penyebutan mudahnya bahwa Qowaidul Fiqhiyyah adalah asas hukum. Asas hukum ini terdiri dari assas kulliyyat artinya sebagai landasn semua hukum yang paling terkenal adalah doktrin lima qoidah pokok yaitu “al-umuuru bimaqosidiha “ artinya segala perbuatan di gantungkan pada niatnya, “al matsaqqotu tajlibu attaisiru” bahwa agama itu mudah “addlororu Yuzalu” pertimbangan madlorot an maslahat untuk suatu perbuatan, “alyaqiinu laa yuzaalu bissyak” agar semua perbuatan dilakukan dengan kemantaban dan keyakinan dan terakhir adalah ”al-‘aadatu muchakkamah” agar aspek cultural masyarakat juga di perhatikan. Selain kaedah umum tersebut juga ada kadah khusus yang berlakunya terbatas yang jumlahnya tentu sangat banyak dan kasuistis.
Demikian tulisan ini semoga lenih memacu kita untuk semakin giat mempelajari aspek2 sistem hukum islam dan semoga bermanfaat dan untuk pembangunan sistem hukum indonesia tentunya agar lebih baik.
Wallohu a’lam bishowab

Revolusi hukum kita

PERLUNYA PENYADARAN HUKUM MASYARAKAT
Kejadian-kejadian beruntun yang kita saksikan di media masa setiap hari baik media elektronik maupun cetak cukup membuat kita bertanya-tanya, bagi sebagian orang mungkin hal itu adalah suatu yang menarik sebab mereka tahu apa yang sedang mereka saksikan dalam tayangan tersebut, namun bagi sebagian terbesar masyarakat di negara ini hanya bisa menganggap bahwa hal itu adalah di luar dari kehidupan sehari-hari bahkan mungkin mereka menganggap jauh dalam kehidupan orang lain entah di mana tempatnya, walaupun mau tidak mau mereka yang tidak tau apa-apa harus juga menanggung imbasnya kejadian tersebut.
Menjadi keprihatinan yang cukup menggelisahkan memang jika kita menyadari deskripsi di atas apalagi kalau di perbandingkan dalam dua kehidupan yang sangat berbeda antara sebagian terkecil dengan mayoritas yang tidak tau posisinya berada. Kasus-kasus yang terjadi dalam sekala nasional cukup menyedot perhatian kalangan luas akan tetapi sekali lagi bahwa sebagian terbesar kita hanya tahu bahwa ada masalah di Negara ini, tanpa mengerti apa maslahnya. Sebut saja kasus Century, KPK Vs POLRI, Mafia HUKUM sampai kasus yang terjadi dan masih panas hari ini yaitu penyelewengan yang terjadi dalam instansi perpajakan oleh pejabatnya yang bernama Gayus.
Selanjutnya untuk di pertanyakan adalah sudah seberapa besarkah kesadaran masyarakat dalam menanggapi kasus-kasus (hukum) yang terjadi itu, dan apa pula reaksi lebih lanjut terhadap masalah yang pada akhirnya juga merugikan mereka itu?.
Sebelum berbicara hal tersebut di atas sangat perlu untuk di ketahui bagiamana hubungan hukum sebagai perwujudan salah satu norma yang mengatur masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Menggenai apa itu Hukum para intelektual di bidang ini bersepakat bahwa tidak ada definisi yang dapat diterima sebagai acuan dalam menjeaskan pengertian hukum, hal ini dapat di pahami sebagaimana Van Apeldoorn ( Ahli hukum belanda) mengatakan karena memang tidak mungkin memberikan definisi yang mewakili dari keseluruhan inti dalam pokok masalah ini. pada intinya memberikan definisi adalah mengadakan batasan terhadap suatu masalah untuk disimpulkan sebagai pengertian atas masalah tersebut. Dalam hal ini semakin simple definisi hukum maka semakin banyak tafsiran yang muncul dan semakin jauh dari ma’na hukum itu sendiri. Sebaliknya semakin mendetail batasan yang di berikan dalam definisi tersebut akan semakin sedikit pemunculan penafsiran yang selanjutnya juga lebih menghendaki pada kenyataan sebenarnya yang dikehendaki.
Yang terpenting adalah bukan mengetahui apa itu hukum dalam definisinya, akan tetapi bagaimana hukum dan hubungannya dengan masyarakat. Di sini ada dua teori menarik yang mewakili bagaiman hukum dengan masyarakat, ” pertama di katakana bahwa hukum adalah aturan yang di terapkan dalam tingkah laku individu maupun sosial dan di buat oleh penguasa. Yang kedua adalah “ bahwa hukum timbul sebagai proses yang terjadi sebagai bentuk penyelesaian konflk dalam masyarakat dan dirumuskan sebagai aturan yang menjadi konsesus bersama. Dalam dua pandangan itu menimbulkan konsekwensi yang berbeda walaupun di Negara ini keduanya di pakai secara bersamaan.
Terhadap teori yang pertama maka hukum ada Karena di buat oleh penguasa, yang dalam kehidupan modern saat ini dilakukan oleh aparat Negara. Hal ini sesuai dengan fungsi hukum sebagaimana asas yang menyatakan “law is the tool of social control” bahwa posisi hukum di sini berfungsi sebagai alat yang tujuannya adalah kontrol sosial, bahkan pada titik yang ekstrem bisa juga di artikan bahwa hukum di pergunakan sebagai alat untuk merekayasa kehidupan masyarakat. Hukum dalam fungsi tersebut menjadikan Negara mempunyai kepentingan yang besar untuk menggunakannya. Dalam hal ini masyarakat menjadi obyek yang harus senantiasa tunduk dan taat atas peraturan ( hukum ) yang di buat oleh Pemerintahan Negara yang menguasainya. Dalam realitas yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan yang di anut oleh Negara kita adalah bahwa hukum positif lebih di dominasi oleh hukum dalam pengertian ini.
Apa yang dikatakan sebagai hukum maka kebanyakan focus perhatian di arahkan pada peraturan perundang-undangan yang dimulai dari UUD RI 1945 dengan hirarkinya pada peraturan-peraturan dibawahnya, walaupun sebenarnya dalam konstitusi tertullis kita juga di akui adanya hukum yang hidup dan tumbuh berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dari sini nantinya juga menimbulkan akibat bahwa dalam proses pembuatannya maka harus ada prosedur-prosedur yang di penuhi dan salah satunya bahwa untuk keabsahannya maka hukum yang dlm pengertian sempitnya peraturan perundangan harus di buat oleh lembaga yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas itu. Tidak jarang dalam proses di lembaga ini permainan politik untuk memaksakan kepentingan-kepentingannya sangat terasa. Akibatnya produk yang dihasilkan tidak murni sebagai kehendak hukum yang menjawab serta menyelesaikan masalah kehidupan masyartakat namun lebih berwarna politis yang menguntungkan suatu golongan tertentu dan sudah pasti mengorbankan kebutuhan masyarakat lebih umum.
Dari teori pertama di atas akan berbeda dengan teori yang kedua bahwa hukum timbul sebagai proses yang terjadi sebagai bentuk penyelesaian konflk dalam masyarakat dan dirumuskan sebagai aturan yang menjadi konsesus bersama. Bisa di mengerti bahwa manusia Menurut Aristoteles filosuf kenamaan Yunani pada periode pertama menyebut manusia manusia zoon politicon, artinya bahwa selain individu ia juga hajat untuk hidup bersama. Dari keinginan hidup bersama inilah akhirnya menimbulkan kelompok sosial yang disebut masyarakat.
Sudah menjadi bawaan sifat manusia bahwa ia berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Begitu juga kepentingan serta kebutuhan antara individu satu dengan yang lain yang sama-sama menjadi anggota masyarakat pasti berbeda. Dalam perbedaan tersebut akan kehendak suatu obyek yang sama sedangkan obyek tersebut terbatas maka akhirnya menimbulkan kompetisi diantara mereka yang sering kali menjadi kompetisi tidak sehat dan menimbulkan konflik diantara mereka. Mau tidak mau karena individu-individu yang konflik ini punya ikatan denagn yang lainnya dalam keanggotaan masyarakat begitu juga lawan konfliknya maka akibat konflik kemudian tidak hanya dirasakan oleh orang yang bersengketa namun juga oleh anggota masyarakat yang lain yang cakupannya lebih luas sehingga tatanan yang sudah mengalami kemapanan juga akan rusak atau berubah. Tidak hanya berubahnya tatanan, bahwa setiap konflik di masyarakat juga punya kecenderungan merugikan masyarakat maka dari dasar inilah perlu dibuat aturan yang di sepakati bersama untuk menata kehidupan masyarakat. Dari aturan tersebut member batasan apa yang boleh dan apa yang tidak sehingga melahirkan hak dan kewajiban bagi tiap anggota masyarakat di dalamnya. Asas terkenal dari paparan ini adalah kaedah hukum berbunyi ubi society ubi just.

ARTI PENTINGNYA PENYADARAN HUKUM BAGI MASYARAKAT.
Dari penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa sistem hukum yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat ada dua yang sangat berbeda secara landasan filosofisnya. Keduanya ditinjau dari dua sudut pandang yang sangat mendasar. Pertama berangkat dari penguasa yang punya kepentingan terhadap rakyat di bawahnya maka produk hukum yang di hasilkan adalah usaha untuk merekayasa kehidupan masyarakat sesuai dengan yang diinginkannya. Sedangkan kedua berangkat dari sisi sosiologis manusia bahwa ternyata dalam kehidupannya dengan orang lain tidak jarang terjadi konflik dalam masyarakatnya. Maka hukum dalam hal ini memiliki peran sebagi “problem solver” bagi masyarakat.
Dari kedua hal yang mendasar di atas di Indonesia dicoba untuk digabungkan diantara keduanya, Walaupun peran tersebut kewenangannya dipegang oleh penguasa ( legislative). Hal ini adalah bahwa dalam setiap peraturan yang dibuat haruslah tepat sasaran yaitu sesuai dengan kehendak masyarakat. Lebih jelasnya bahwa dalam produk-produk hukum tersebut harus memuat konsideran yaitu pertimbangan yang melandasi dibuatnya produk itu, lebih penting lagi bahwa landasan sosiologis harus menjadi acuan sehingga karena menyangkut masalah yang dihadapi masyarakat maka sudah barang tentu akan dipatuhi masyarakat. Begitu juga harus ada landasan filosofisnya sehingga aturan yang telah disahkan memiliki sifat futuristic sehingga bisa diberlakukan untuk selain diwaktu pengesahannya juga untuk masa yang akan datang.
Hukum yang berlaku diindonesia adalah yang dibuat oleh Pemerintahan legislative (tidak hanya badan legislative tapi apa saja yang punya kewenangan untuk itu) diluar itu maka harus di lihat apakah aturan yang diluar itu bertentangan atau tidak jika ia dan keduanya pada posisi yang sama dalam kekuatan berlakunya maka sudah tentu yang dipakai adalah yang dibuat oleh penguasa. Jadi dalam berlakunya bisa dikatakan TOP DOWN yaitu dari atas kemudian harus ditaati oleh bawah. Dan bukan BOTTOM UP dari masyarakat bawah untuk disahkan yang atas.
Akibat dari keadaan diatas maka tidak aneh juga bahwa hukum yang kemudian dibuat terkadang menguntungkan kalangan atas terutama elit Pemerintahan. Hal ini wajar apabila melihat kewenangan hanya dipihak atas maka bagi kalangan bawah sama sekali tidak punya posisi tawar yang proporsional. apalagi jika keadaan ini melihat kondisi riil masyarakat maka akan sangat menguatkan bukti tersebut. Selanjutnya dalam pemberlakuannya maka yang punya inisiatif adalah pemerintah (dalam hal ini mengaku sebagai penegak hukum). Maka kebijakan yang diambil juga akan berpengaruh langsung terhadap masyarakat yang dikuasainya. Tergantung apakah kemudian menjadikan masyarakat sebagai aktor utama yang terlibat dalam proses berlakunya hukum tersebut atau tidak.
Untuk menyeimbangi kondisi diatas maka jika menggunakan logika terbalik bahwa Pemerintahan atau Negara pada dasarnya terjadi dengan atau atas dasar perjanjian masyarakat untuk membuat suatu lembaga yang fungsi utamanya melindungi sekaligus memberikan rasa aman dalam kehidupan maka disini seharusnya kekuatan masyarakatlah sebagai penentunya. Maka perlu ditekankan bahwa masyarakat telah menyerahkan suatu mandat atas kedaulatan dirinya kepada pemerintah hanya dengan tujuan bahwa pemerintah akan melindunginya serta melayani mereka. Pemerintah diangkat semata karena punya kemampuan lebih untuk menjalankan urusan yang menyangkut kehidupan umum dan ini bukan berarti masyarakan harus tunduk tanpa syarat terhadapnya atas segala hak-haknya.
Sebagaimana dari ulasan diatas bahwa hukum pada intinya adalah hak dan kewajiban maka subyek hukum adalah penyandang hak dan kewajiban tersebut. Di sini masyarakat (individu-individunya) adalah subyek hukum maka jika menggunakan logika deduksi, masyarakat juga menyandang hak dan kewajiban. Bukan berarti jika dikatakan masyarakat menyandang hak dan kewajiban maka dengan otomatis akan mendapatkan hak tersebut juga bisa menunaikan kewajibannya sesuai dengan posisi sebagai subyek hukum penuh. Yang sangat mendasar dalam keadaan ini sesuai dengan pertanyaan diawal tulisan ini adalah seberapa jauh masyarakat sadar hukum?
Kesadaran hukum oleh masyarakat adalah hal terpenting dalam proses penegakan hukum. Kesuksesan dalam penegakan hukum bukan diukur dari indikasi seberapa banyak jumlah peraturan yang di undangkan, seberapa baik aturan itu dibuat, dan seberapa besar perhatian pemerintah untuk melaksanakan aturan tersebut. Factor utama dalam penegakan hukum adalah keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan ketentuan yang ada dalam substansi peraturan tersebut. Dan hal itu tidak mungkin terjadi apabila masyarakat tidak sadar hukum. Jika misalnuya kondisinya dibalik dari gambaran diatas misalnya buruknya peraturan yang dibuat, penyelewengan hukum dan memanfaatkan hukum bagi pemerintah hal itu akan berubah jika masyarakat sadar akan hukumnya. Kesadaran masyarakat akan mampu menciptakan kekuatan pengontrol bagi berlangsungnya hukum sebagimana mestinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Akibat dari ketiadaan kesadaran hukum adalah seperti yang terjadi selama ini. masyarakat oleh pemerintah hanya tahu kalau ada hukum ketika mereka melanggar. Bahwa hukum di Negara ini ditampilkan hanya dari penegak hukum yang kemudian juga menjadi orang yang terlibat dalam sistem persidangan di pengadilan. Hukum bagi masyarakat dima’nai sesuatu yang menakutkan. Ketika mendengar kata hukum yang terbayang dalam benak mereka adalah menghadapi petugas penyidik yang angker, terus berlanjut kehadapan persidangan dan dipermalukan oleh penuntut maupun pelaku dalam persidangan yang lain. Serta keadaan ini diperparah oleh kejadian-kejadian yang memalukan di akhir-akhir ini. maka masyarakat cenderung pasif untuk mengetahui lebih dalam tentang hukum dan hal ini berarti juga menjadi hambatan uyang tidak ringan dalam membangun kesadaran hukum masyarakat.
Akan menjadi lelucon jika kita mengharapkan kehidupan hukum yanbg membaik sedangkan hal itu tidak dibarengi dengan penyadaran hukum terhadap masyarakat. Bahwa hukum adalah untuk diperuntukkan bagi masyarakat entah untuk rekayasa sosial ataupun pemecahan masalah sosial. Pada pokoknya selama ada masyarakat bisa dipastikan bahwa didalamnya terdapat hukum. Jadi logika mudahnya untuk menjelskan maslah ini adalah. Hukum adalah norma-norma dalam masyarakat yang selain membebani kewajiban juga memberi hak. Jika masyarakat tidak sadar hukum apalagi tidak tahu hukum mana mungkin bisa diharapkan untuk menuntut hak-haknya. Dan jika masyarakat tidak tahu haknya maka ia juga tidak tahu apakah aknya telah dilanggar atau tidak. Dan sebenarnya yang paling berbahaya adalah pada titik ini. sebab ketiadaan tuntutan hak yang disebabkan karena ketidak tahuan maka akan dimanfaatkan pada umumnya oleh penguasa untuk menindas hak tersebut. Dan tidak bisa disalahkan juga jika kemudian yang terjadi adalah Pemerintahan yang sewenang-wenang. Konsekwensi lebih lanjut bahwa mengambil kebijakan kebijakan tidak aka nada yang mengawasi sebab kekuatan terbesar yang sangat potensial untuk kemajuan kehidupan bernegara ternyata telah lumpuh.
Diakhir tulisan ini penulis akan mencoba mengungkap asas hukum klasik yang masih banyak dianut oleh negeri ini. bahwa SETIAP ORANG DI ANGGAP TAHU AKAN HUKUM. Dari uraian yang telah disampaikan diatas sekiranya layak untuk mempertanyakan eksistensi asas ini. apakah masih relevan kita menggunakan asas ini dalam pemberlakuan hukum. Jika ada orang melanggar aturan maka ia tidak boleh beralasan jika ia tidak tahu kalau ada peraturan yang melarangnya itulah kehendak dari asas ini. walaupun tidak langsung hal ini juga akhirnya menyebabkan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap penyadaran hukum menjadi pasif. Begitu juga asas ini pada ujungnya akan dijadikan alat penindasan karena setiap pelanggaran hukum akan serta merta ditindak dengan kaku tanpa memperhatikan kesadaran pelaku akan hukumnya. Oleh karena itu saran yang paling bagus adalah harus ada alternative asas yang mengimbanginya yaitu BAHWA SETIAP ORANG TIDAK TAHU HUKUM, jika dipakai asas ini maka akan memberikan kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan pemberantasan buta hukum yang masih diderita sebagian terbesar masyarakat konsekwensi adalah masyarakat tahu akan hukumnya dan yang lebih penting masyarakat tahu akan hak-haknya. Dan proses inilah yang dinamakan memanusiakan manusia dalam pandangan hukum. Dan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati.
Wallohu a’lam bishowab.

Jum’at 23 april 2010

menyoal kesejahteraan Petani Nasional

LAGI-LAGI PETANI yang RUGI

Judul tulisan di atas adalah bentuk keprihatinan saya terhadap realitas yang terjadi pada nasib yang dialami para petani di Indonesia. akan mudah di tebak ketika membicarakan mereka pasti akan terlihat bagaimana kondisi penghidupan mereka sehari-hari yang pastinya tidak bisa dilepaskan dari kemiskinan, keterbelakangan pendidikan dan juga permasalahan-permasalahan lain. Yang lebih memperihatinkan adalah kondisi tersebut kini sudah di anggap sebagai permasalahan klasik yang sampai sekarang belum bisa di selesaikan. Belum bisa di selesaikan bukan berarti memang masalah tersebut tidak dapat diselesaikan akan tetapi lebih disebabkan keengganan pemerintah selaku pemegang kewenangan dari masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk berupaya sungguh-sungguh dalam memberikan solusi terhadap masalah ini. sehingga apa yang terjadi terhadap keadaan yang di tanggung mereka bukan karena alami akan tetapi lebih oleh structural ( sistem yang berlaku memang menghendaki demikian)
Sewaktu saya masih usia SD-SMP ada pernyataan berkesan dari orang tua yang sampai sekarang masih selalu teringat di benak saya. Bahwa begini, selepas membantu mereka dari sawah Bapak bilang : “ le nek iso ojo dadi wong tani, cukup aku karo ibumu seng ngelakoni penggawean koyo ngene “ (nak kalau bisa jangan jadi petani, cukup saya sama ibumu yang melakukan pekerjaan kayak gini. Cukup aneh saya rasakan waktu itu, apa sebenarnya jeleknya jadi petani. Bukankah petani adalah pekerjaan yang dilakukan orang-orang mulia (dalam ukuran saya). Tidak bayangkan bahwa jika misalnya para petani tidak mau menggarap sawahnya maka mau makan apa nanti kalau tidak dari mereka. Hal ini mungkin wajar dirasakan seorang anak waktu itu yang hanya tau bahwa dunia sekitarnya yaitu pertanian adalah sesuatu yang menyenangkan, setiap hari bergelut dengan duia tersebut serta factor lingkungan bahwa profesi tani adalah warisan yang diturunkan dari mbah buyut (leluhur) saya kemudian diturunkan ke anaknya dan di turunan lagi sampai kakek saya dan sekarang juga Bapak saya akhirnya mau tidak mau saya juga akan mewarisinya untuk menekuni profesi tersebut.
Dalam usia kedewasaan ini, saya baru memahami apa sebenarnya ma’na yang disampaikan oleh orang tua saya itu. Setelah melihat realitas yang ada saya tafsirkan bahwa beliau seperti itu bukan karena tidak menginginkan pekerjaan tersebut. Hal itu terucap lebih dikarenakan perlakuan tidak adil yang diterimanya begitu juga bila ruang lingkupnya lebih luas yaitu pada petani-petani pada umumnya. Sedangkan kondisi dimana terdapat ketidak adilan ini berlangsung terus menerus keadaannya. Yang berarti mereka merasa selalu tertindas dalam menjalankan profesinya. Sehingga kemudian jika dilihat maka pernyataan seperti yang di sampaikan Bapak saya itu adalah suatu bentuk protes tersamar dari orang-orang tani yang tidak berharap anak-anaknya jatuh dalam keadaan yang menimpa orang tua-tua mereka. Dan pada kenyataan yang saya lihat proses demikian telah mulai kelihatan adanya.
Jika keadaan yang seperti ini dibiarkan berlangsung terus-menerus maka tidak terelakan lagi di kemudian hari akan menimbulkan masalah-masalah yang lebih banyak dan tentunya bagi negaralah yang akan menanggung semua masalah ini. kenyataan sampai saat ini menunjukkan bahwa sector masih memegang peranan terpenting bagi perekonaomian bangsa kita. Dikatakan penting sebab harus di akui bahwa sebagian terbesar rakyat di Negara ini masih menggantungkan mata pencaharian hidunya dengan mengandalkan sector tersebut. Oleh karena demikian maka masih layak jika Indonesia mendapat julukan sebagai Negara agraris. Hal yang menjadi problem kemudian adalah jika para petani tersebut bosan dengan kehidupan bertaninya dan akhirnya mencari pekerjaan alternative selain pertanian maka mau tidak mau mereka harus keluar dari desanya sebab tidak mugkin lagi tinggal di tempat yang hanya menawarkan pekerjaan yang sifatnya homogeny, dan kemudian mau tidak mau mereka harus melakukan urbanisasi ke kota sebagai pelarian untuk mencapai keinginan mereka.
Bahwa sudah menjadi sifat umum bagi siapa saja yang mengharapkan hidup di kota harus punya keterampilan atau keahlian lebih, hal seperti ini jauh berbada dengan hidup di desa yang hanya ada sedikit jenis pekerjaan. Sehingga persaingan hidup diperkotaan juga sangat terasa akibatnya bagi penghuni tempat tersebut. Profesionalisme adalah harga mati bagi mereka yang hendak cari hidup di sana. Sementara itu arus urbanisasi yang terjadi besar-besaran ( bisa dilihat dalam sepuluh tahun terakhir) akan menjadi masalah dalam kehidupan perkotaan. Pada umumnya mereka yang dari desa pindah ke kota karena ingin cari kehidupan yang lebih baik karena sudah tidak mampu lagi untuk bertani pada umumnya adalah jenis orang yang tidak punya banyak keterampilan lain. Mereka hanya bermodal untung-untungan untuk bertahan. Sesampainya mereka dikota tak akan dapat segera kembali walaupun tau persaingan sebagaimana di atas, banyak alasan mungkin karena kehabisan bekal atau Karena mali pulang sebelum membawa kesuksesan ke desanya. Keputusan yang diambil akhirnya mereka hanya puas jadi kuli-kuli di pasar, tukang sapu di jalan atau pekerjaan rendahan lainnya. Itu pun bukan tanpa persaingan bahkan pekerjaan kelas rendahan seperti itu yang tidak membutuhkan keahlian lebih justeru sangat besar persaingannya.
Akibat lagi dari adanya urbanisasi yang besar-besaran adalah meningkatkan angka pengangguran dikehidupan kota. Seperti paparan di atas bahwa walaupu jenis pekerjaan kelas bawah di kota besar tetap menghendaki adanya persaingan, maka akibatnya belum tentu setiap urban dapat pekerjaan disana. Lalu kemudian dari adanya pengangguran ini akan memicu pula berbagai tindak criminal missal copet, pencurian, perampokan, maraknya tempat-tempat prostitusi juga eksploitasi anak-anak di jalanan. Tentunya masalah-masalah ini akan menjadi beban yang membutuhkan waktu lama dalam penyelesaiannya. Tindak hanya seebatas kriminalitas saja namun juga akhirnya Pemerintahan kota akan tetap bersinggungan dengan para penduduk desa yang berurbanisasi ke kota. Adanya penertiban oleh SATPOL PP, penangkapan gelandangan, penggusuran rumah-rumah liar jika di telusuri juga merupakan akibat dari arus urbanisasi tersebut. Dampak dari urbanisasi petani dari desa ke kota ini tidak hanya menjadi masalah bagi kehidupan perkotaan tapi juga terasa bagi kehidupan pedesaan asal. Utopia bahwa di kota akan banyak peluang sukses materiil akan menjadi pemicu motivasi orang berurbanisasi maka sudah pasti pekerjaan di desa akan terbengkelai serta banyak tanah-tanah pertanian yang harusnya di garap ditinggalkan akibatnya hasil produksi di desa tersebut akan berkurang. Akibat lainnya adalah masuknya gaya hidup perkotaan yang berlawanan kultur pedesaan maka akan membuat kemapanan yang telah ada menjadi amburadul sehingga desa pun semakin terkiskis kebudayaannya.
Untuk meminimalkan dampak akibat dari permasalahan ini adalah harus mengetahui keadaan riil dari pola kehidupan petani itu sendiri sehingga kebijakan akan dapat diambil dalam tahap penyelesaian masalah ini. hal mendasar yang selalu dihadapi petani adalah harga pupuk yang selalu melambung tinggi, anjlognya harga gabah dimusim panen dan tingginya harga gabah di waktu paceklik. Belum lagi masalah-masalah diluar pertanian seperti harga kebutuhan pokok, kebutuhan pelayanan kesehatan atau juga akses terhadap pendidikan. Di bawah ini akan disampaikan ilustrasi riil yang terjadi dalam pengelolaan pertanian dari keluarga penulis.
Luas tanah yang di miliki ukuran seperempat ( kurang lebih 2500 m2) dari tanah seluas ini butuh 40 kg bibit dengan harga Rp 120 ribu, pupuk yang dibutuhkan dari mulai penyemaian sampai padi di panen adalah 4 kwintal. Harganya bila di rinci ( harga pupuk yang sudah tidak bersubsidi dan sampai sekarang naik turun ) adalah jenis UREA Rp. 90 ribu perkarung, jenis TSp 85 ribu perkarung, jenis Garem 100 ribu, dan pupuk campuran jenis PONSKA 120 ribu satu karungnya. Dari penanaman butuh 5 orang yang cabut benih masing-masing di upah 20 ribu dan konsumsi untuk mereka kurang lebih 75 ribu. Untuk yang tanam benih butuh 12 orang masing2 di upah 15 ribu konsumsi untuk mereka kira-kira 150 ribu pada waktu menyiangi rumput butuh tenaga kerja 12 orang lagi upah dan kosumsinya sama dengan waktu tanam benih. Untuk penyiangan rumput tahap ke dua butuh 8 orang. Dari masa tanam ini butuh pestisida misalnya ketika terjadi penyakit daun karena serangga atau ulat ( jawa, slundep) harga obat 95 ribu, obat agar daun hijau 7 ribu dengan berkali-kali semprot. Obat belalang perbotol 15 ribu ( berkali-kali semprot), obat untuk serangga sejenis kupu-kupu kecil 17 ribu ( berkali2 semprot) dan pestisida lainnya. Pada musim panen dari tanah seluas ini membutuhkan tenaga kerja penuai padi 12 orang masing-masin pekerja sehari 40 ribu serta konsumsi bagi mereka adalah 150 ribu. Hasil yang di peroleh adalah sebesar 25kwintal sedangkan harga perkilo gabah adalah 2.200 rupiah. Dari 26 kwintal itu masih dipotong seperlima sebagai biaya pengairan.
Dari ilustrasi di atas dapat di ringkas sebagai berikut :
Kebutuhan bibit 40 kg : Rp. 120 ribu
Kebutuhan pupuk 4 kw : Rp. 790 ribu
Kebutuhan obat tanaman : Rp .150 ribu
Pencabut benih : Rp. 175 ribu
Penanam benih : Rp. 330 ribu
Penyiang rumput 1dan 2 : Rp. 400 ribu
Penuai padi : Rp. 630 ribu total : Rp. 2595 ribu
Dari semua biaya yang di keluarkan maka akan dijadikan pengurang hasil pertanian dalam hal ini padi adalah hasil total gabah-biaya pengairan = 27 kw : 0,5 = 27 kw - 5 kw 20 kg =21 kw 60 kg.
Hasil bersih padi adalah 21 kw 60 kg x Rp 2.200 = 2.160 x 2.500 = Rp 5.400.000,-
Hasil ini di kurangi dari biaya selama produksi padi adalah Rp 5.400.000 – Rp. 2.595.000 = Rp. 2.805.000,-
Jika mau kita hitung lebih lanjut bahwa hasil panen ini bisa kita lihat perharinya yaitu hasil bersih padi di bagi hari tanam selam 4 bulan Rp.2.805.000 : 120 hari = Rp 2.337,5- perhari
Sungguh angka yang mengejutkan jika kita lihat betapa sebagian besar rakyat yang menggantungkan hidupnya dari sector pertanian hanya mencukupkan diri dari penghasilan seperti itu. Maka kalau di pikir secara akal kita, tidak akan sanggup membayangkan kapan kesejahteraan petani akan terpenuhi mereka hanya mendapatkan penghasilan 20,5 ribu maksimal dalam satu hari itupun bukan penghasilan yang ajeg selalu didapat dan biasanya pada musim tanam padi kedua maka hasil yang di capai tidak akan semaksimal itu belum lagi resiko gagal panen maka tidak ada harapan lagi bagi mereka untuk memenuhi walau hanya sekedar kebutuhan pokok. Adalah jauh dari harapan mereka untuk mendapatkan akses pendidikan dengan mudah ( formal maupun informal sampai tingkat perguruan tinggi) juga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara optimal belum lagi jika nanti permainan spekulasi pemborong tebas maka di sini sudah jelas posisi petani adalah harus segera di selesaikan permasalahan yang selama ini membelenggu kehidupan mereka.
Dari masalah-masalah dasar tersebut sebetulnya peranan pemerintahlah yang dapat memberikan solusi terbaik. Kebijakan yang diambil harus seefektif mungkin dengan pertimbangan sepenuhnya mengacu pada kebutuhan petani. Memang perlu di akui bahwa Negara juga tidak terlepas sama sekali dengan masalah-maslah ini hal ini bisa kita lihat dalam kebijakan-kebijakan terkait pertanian salah satu misalnya adalah UU No 5 th 1960 tentang Pokok Agraria. Namun sampai saat ini belum ada lagi tindakan yang revolusioner dalam kebijakan perundangan setelah itu. Yang menjadi muatan dalam UU ini hanyalah masalah yang menyangkut pembagian hak-hak tanah sedang mekanisme bagaimana pengelolaan sampai bagaimana hasil itu di pergunakan belum di atur. Oleh karena itu maka sekali lagi harusnya yang mengambil inisiatif dalam penyelesaian problem ini, bukan hanya memberati mereka dengan segala peraturan yang menjadi beban bagi kehidupan mereka.

di akhir tulisan ini saya akan sampaikan kutipan dri salah satu ucapan ustadz saya yaiotu : "Bahwa pemerintah yang menjadikan rakyatnya sebagai teman terbaik maka ia akan bertindak Menurut kehendak rakyat dan pasti Pemerintahan tersebut akan sukses sedangkan pemerintah yang memusuhi rakyatnya dan ia menjadikan yang asing sebagai temannya maka bisa di pastikan reakyatlah yang akan tertindas."

nasib buruh di masa depan

Buruh, tani, mahasiswa,, rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokasi
Gegap gempita dalam satu suara
demi tugas suci yang mulia.
Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejahtera
Terbentuknya tatanan masyaraka
Indonesia baru tanpa orba

Sepenggal lagu di atas adalah mantra sakti yang digunakan sekitar 12 tahun yang lalu, yang mampu membangkitkan semangat masyarakat yang berpuluh-puluh tahun tertindas untuk melawan. Tertindas bukan oleh orang lain akan tetapi oleh bangsanya sendiri yang menjadi penguasa rezim. Mustahil sekali untuk melawan dan menang waktu itu dengan melihat bagaimana rezim begitu kuat dan bertindak represif serta mendapat dukungan penuh dari militer. Merupakan suatu yang mengejutkan ternyata sepuluh tahun yang lalu mampu memotong sejarah kediktatorn se’orang penguasa dan menjadi tonggak sejarah baru bagi kelanjutan kehidupan bangsa.
Ada suatu adagium yang populer menyatakan bahwa segala sesuatu ada zamannya dan setiap zaman akan berbeda untuk setiap sesuatu. Mungkin ini juga berlaku bagi mantra sakti diatas yang digunakan oleh ribuan demonstran yang dengan bahu-membahu menggulingkan masa orde baru. Walalupun masih banyak dinyanyikan, didengung-dengungkan terutama oleh mahasiswa dan dipaksakan jadi lagu wajib ketika ospek atau juga masih bisa didengar ketika lagi demo kenaikan harga BBM atau KPK kemaren misalnya akan tetapi ia tak lebih dari nostalgia masa lalu dan pada kenyataannya bahwa lagu tersebut kehilangan daya pendobrak masa untuk melawan musuh-musuh rakyat yang lebih sakti lagi. Bahkan menyanyikan lagu ini hanya sekedar formalitas tanpa ma’na.
Terlepas dari lagu ini apakah masih sakti atau tidak sebagai mantra penyemangat sebagaimana dalam liriknya. Kehidupan tidak berubah yang miskin tetap miskin dan orang-orang kaya baru bermunculan dan menjadi elit yang menggantikan kedudukan penguasa yang lalu. Namun masih ada baiknya pula mencermati bahwa didalam lagu ini sang pengarang menyebutkan kesuksesan perlawanan itu dilakukan bersama-sama oleh segenap element masyarakat: buruh, tani mahasiswa dan lain-lain pula. Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menyoroti elemen yang pertama bertepatan dengan momentum yang dirasa sangat pas yaitu 1 mei sebagai hari buruh internasional.
Dalam konstitusi Negara kita yang semua sumber hukum bermuara padanya dan menjadi tolok ukur terakhir dan utama bagi setiap aturan menyebutukan didalam pasal-pasal tentang hak asasi manusia terutama pasal 28 D ayat 2 “ Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Ya secara normative demikian adanya akan tetapi dari hak yang diatur dalam norma dasar tersebut masih butuh seperangkat norma lagi untuk melaksanakannya dan sebenarnya yang terpenting adalah perlu komparasi antara UUD tersebut ( ground norm) dengan peraturan pelaksananya yang mestinya berada dibawahnya dan tidak boleh bertentangan dengannya.


Kebijakan Yang Tidak Memihak

Sebagaimana umumnya negara didunia, Indonesia juga mengalami sejarah perburuhan yang panjang. Bahkan bisa dikatakan sejarah perburuhan indonesia adalah bagian dari sajarah perburuhan didunia. Walaupun Indonesia adalah negara agraris akan tetapi proses industrialisasi juga mampu mencapai sudut-sudut terdalam wilayah indonesia. Bahkan awal proses industrialisasi tersebut jika kita menengok beberapa puluh tahun kebelakang akan terlihat bahwa industrialisasi itu diawali dari bidang agrarian ini. kita masih ingat akan karya penting zaman kolonialis yang ditulis oleh multatuli dalam judul maax havelaar bagaimana ia menggambarkan sistem tanam paksa di daerah lebak banten yang menindas bangsa pribumi putra ( orang asli indonesia).
Kolonialisasi yang pastinya juga menerapkan ideology kapitalis sebagai patokan utama dalam mengambl kebijakan sudah barang tentu mereka akan mengeruk keuntungan dari Negara yang dikuasai. Bukan hanya wilayah yang mereka rebut akan tetapi juga manusia-manusianya mereka kuasai dan mereka perbudak. Pada masa indonesia dibawah jajahan ini maka mereka dipaksa bekerja tanpa dibayar. Dalam masa ini dikenal adanya sistem kerja paksa baik untuk menyerahkan tenaganya karena tidak punya lahan atau bagi yang punya anah untuk menanami tanah pertaniannya dengan komoditi ekspor belanda.
Mungkin agaknya berlebihan jika kita memulai sejarah perburuhan dari konteks kolonialisasi karena adanya perburuhan pasti memuat buruh dan majikan. Sedangkan zaman colonial adalah budak dengan tuannya. Tapi disitu sebenarnya kita bisa melihat satu kesepahaman bahwa walaupun dalam sistem yang berbeda dalam hubungan antara buruh dan majikan akan tetapi motifnya kira-kira sama.
Prinsip dalam ekonomi yang sejak SMP diajarkan adalah kira-kira berbunyi seperti ini MELAKUKAN PENGELUARAN SEKECIL-KECILNYA UNTUK MENDAPATKAN PENGHASILAN SEBESAR-BESARNYA. Prinsip ini mungkin jika hanya kita lihat sekilas merupakan suatu teori semata akan tetapi lebih dalam ketika kita coba lihat bagaimana mengaplikasikannya maka hasilnya akan bisa kita saksikan dalam sistem perekonomian Negara kita dan Negara-negara didunia sekarang. Simple memang namun bahwa adanya eksploitasi manusia dan juga sumber daya alam bisa dimulai dari prinsip ini.
Prinsip yang tersebut diatas maka bisa diterjemahkan bahwa pengusaha harus untung sebesar-besarnya. Untuk memperoleh keuntungan maka ia harus meminimalisir pengeluarannya dan salah satu pengeluaran adalah gaji buruh-buruhnya. Begitu juga dengan gaji buruh yang murah mereka masih harus memaksa buruh-buruh tersebut untuk bekerja sekeras-kerasnya untuk memperoleh hasil yang besar dan keuntungan juga akan besar pula. Maka dari deskripsi diatas bisa dipahami kalau kita coba baca sejarah maka itu terjadi pada mulanya dinegara yang menuju industrialisasi dan terutama dimulai dari inggris. Yang mana untuk mensukseskan agenda industrialisasinya maka disana jam kerja sangat lama dan juga tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak. Maka tidak heran kemudian di Negara-negara ini yang mula-mula dituntut adalah pengaturan jam kerja, masalah anak-anak lalu juga masalah jamoinan sosial.
Balik lagi pada sejarah indonesia bahwa pasca kolonialisasi bukan berarti maslah perburuhan menjadi membaik. Disana pertentangan-pertentangan sangat besar terutama waktu itu Negara muda yang namanya insdonesia juga sedikit banyak terkena pengaruh dua kekuatan ideology besar dunia waktu itu. Disatu sisi barat yang dipimpin Amerika serikat tampil dengan wajah kapitaisnya yang mana suatu kebijakan negara agar bisa eksis dalam kancah internasional tergantung pada modal yang dimilikinya implikasinya juga bahwa modal adalah yang paling berperan dari Negara tersebut dan juga Negara harus mengikuti kemauan sistem ini. Sebaliknya di eropa timur juga menjalar kesebagian besar dunia muncul ideology sosialis yang kemudian dalam perkembangannya muncul juga komunis sebagai partai-partainya. Dalam ideology ini memberikan kewenangan yang sangat besar bagi negara untuk mengatur kehidupan rakyatnya sehingga pemerintahan negara yang menganut ini banyak yang menjadi otoriter.
Dalam masa ini nasib buruh pun banyak tidak berubah terutama karena kondisi politik negara yang tidak stabil namun cukup menggembirakan bahwa waktu itu posisi buruh cukup mendapat perhatian Pemerintahan terutama karena adanya partai yang memang secara tegas punya perhatian disitu. Walaupun bagi sebagian orang dinegeri ini PKI dianggap sebagai partai yang jahat akan tetapi jika kita cermati PKI lah yang punya banyak perhatian terhadap buruh, kaum tani dan rakyat miskin waktu itu. Dan juga pada waktu itu juga adanya sistem land reform yang tentunya juga memberi keuntungan bagi buruh tani dengan adanya pemerataan kepemilikan tanah.
Setelah orde lama tumbang maka munculah orde dengan presiden baru. Namun salah satu yang melatar belakangi tumbangnya rezim lama adalah salah satunya karena adanya upaya coup de etat ( kudeta) oleh PKI. Maka dari asal itu kemudian kita mengalami masa-masa sejarah yang kelam bahwa PKI melakukan pembantaian dalam upayanya akan tetapi karena kekalahannuya dalam upaya tersebut maka terjadi pembantaian balik pada orang PKI, simpatisan atau yang di PKI_kan.dalam perkembanganya Karena sentiment ideology maka hal-hal yang berbau kegiatan PKI di curigai akibatnya kaum buruh juga menerima dampak ini Karena seperti paparan diatas agenda PKI salah satunya difokuskan pada penghidupan kaum buruh.
Dalam masa orba ini maka kebijakan yang diambil berbanding terbalik 100% dengan rezim sebelumnya. Jika masa sebelumnya Pemerintahan lebih condong ke sosialis maka untuk orde baru sebaliknya akibatnya indonesia membuka diri seluas-luasnya terhadap barat sehingga indonesia. Pada masa itu indonesia juga membuk Hubungan ekonomi dengan Negara-negara tersebut, maka Negara barat yang corak ideologinya capital maka mereka secara besar-besaran menanamkan investasinya dinegara indonesia dan memang hal itu yang dikehendaki indonesia syarat mereka menanamkan infestasinya di indonesia. Untuk kenyamanan berinfestasi salah satunya adalah harus tersedianya buruh yang upahnya murah.

Buruh dan harapan

Pada hari ini buruh dimana-mana berhak memperingati hari yang diperuntukkan bagi mereka. Hari buruh dimulai sejak 1890 sedangkan di indonesia mulai 1920 namun apa yang menjadi peringatan tahunan ini hanya seremonial belakanya. Faktanya bahwa kebijakan yang diambil oleh negara kebanyakan lebih memihak pada pemodal daripada para buruh. Hal ini wajar terjadi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia bahwa investasi asing adalah hal yang mewah serta untuk mendapatkannya haruslah dengan usaha yang maksimal karenanya jika mereka telah masuk maka mereka harus dijaga jangan sampai mereka pergi lagi. sedangkan mereka yang mau menanamkan infestasinya bukan tanpa syarat. Dua syarat utamanya adalah upah buruh yang rendah dan keamanan usaha.
Sementara di posisi yang lain kaum buruh tidak memiliki posisi tawar sama sekali. Jika dilihat dari motif mereka bekerja maka kebanyakan karena factor kemiskinan ekonomi, apalagi industry-industri yang ada diindonesia kebanyakan berbentuk usaha padat karya maka disisi lain banyak menyerap tenaga kerja juga banyak menuntut mereka untuk kerja yang maksimal. Sedangkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan benar-benar ketat terutama di sector-sektor bawah maka mau tidak mau mereka akan diam saja jika terjadi penindasan. Sebab jika mereka melawan maka mereka harus siap diganti dengan buruh yang lain. Dan akibatnya mereka akan kehilangan pekerjaannya padahal dari menjadi buruh itulah satusatunya mata pencaharian.
Hal seperti diatas adalah kondisi umum dalam kehidupan perburuhan, terakhir CAFTA ( China Asean Free Trade Area) adalah contoh yang membuktikan hal tersebut maka bisa dipastika dampaknya kedepan sudah bisa diprediksi, masuknya barang2 produksi China akan mematikan industry lokal dan bisa dipastikan bakal banyak buruh yang di PHK .
Padahal selain masalah-masalah itu hal-hal dasar perburuhan belum terlaksana. Taruhlah misalnya jaminan sosial, Upah minimum, jam kerja dan lain2. Selain itu yang sampai saat ini masih menjadi ganjalan adalah setiap buruh melakukan aksi masih cenderung ada kecurigaan dari pemerintah bahwa meraka orang-orang kiri ( komunis) padahal aksi yang dilakukan murni semata-mata menuntut hak. Selain itu bahwa regulasi yang ada belum mendukung untuk berpihak kepada kaum buruh dari pada kepada kapitalis. Harapannya kedepan perlu ada perlakuan yang lebih fair dari pemerintah. UU no 13 tahun 2003 perlu untuk diubah melihat muatan dr UU tersebut sebenarnya belum memberikan peluang bagi buruh untuk mendapatkan hak-haknya. Dan bahwa sedikit agak membingingkan karena dalam klausula yang menyebutkan hak akan tetapi malah pasal-pasal yang mengaturnya muatannya adalah kewajiban.



Wallohu a’lam bishowab