Selasa, 03 Juli 2012

Bacalah

pagi ini saya tersadarkan betapa pentingnya kata itu dalam hidupku. dari satu kata itu yang membawa saya sampai kondisi seperti ini. bisa kuliah, bisa berorganisasi bahkan dari kata itu bisa sangat mempengaruhi setiap tindakanku.

sayangnya akhir-akhir ini dengan alasan kesibukan dan juga alasan waktu aku melalaikan kebutuhan akan membaca itu. ada perasaan tidak adil terhadap diri sendiri mengapa demikian adanya saat ini. bukankah dulu disaat semuanya harus dijalani dengan keterbatasan semangat untuk melakukan aktifitas membaca sangat menggebu-gebu, di saat minimnya fasilitas disaat kesibukan justru lebih menumpuk dari saat-saat sekarang. ingatanku menerawang kembali ke masa lampau, ketika  keberadaan buku bacaan yang tidak memadai, kehausan akan informasi dan pengetahuan aku puaskan hanya dari buku bacaan wajib sekolah dan surat kabar. surat kabar itupun bukan yang baru, hanya bungkus belanjaan dapur ibuku yang tidak lengkap artikelnya atau jika ingin lebih maka kusediakan waktu untuk ke warung tetangga yang pasti lebih banyak koran untuk membungkus.Dengan kultur masyarakat yang belum begitu terbiasa dengan membaca akan menjadi pemandangan yang aneh jika melihat anak kecil duduk sambil membaca koran atau buku. bagi mereka membaca adalah disaat di bangku sekolah atau pada malam hari saat mengerjakan PR dari sekolahan. di luar itu maka dianggap sebagai kemewahan dan sekaligus menyia-nyiakan waktu untuk berbuat lebih produktif menghasilkan kebutuhan sehari-hari.

ya seperti itulah  masyarakatku, sangat wajar memang. Bagi petani desa yang masih harus memeras otak untuk mencukupi basic need maka membaca bukan masuk daftar kebutuhannya, dan itu pula yang kadangkala ditularkan kepada putra-putrinya sehingga kondisi mereka akhirnya tak jauh beda dengan ayah ibunya. Dan jauh dimasa lalu ketika bapak-ibu masih kanak-kanak maka cerita  keinginan  untuk belajar dan bersekolah tingkat lebih tinggi harus dikubur dalam-dalam. dari kondisi itu pulalah maka sedih hati ini mendengar cerita dari pamanku bagaimana dulu beliau harus memperjuangkan keinginannya untuk mendapatkan pendidikan. berbeda dengan saudara-saudaranya, prestasi luar biasa, langganan rangking satu dikelasnya juga pernah menyandang juara satu cerdas cermat di kecamatan namun sayang harus terhenti langkahnya menggapai mimpi karena alasan budaya. bukan karena apa-apa semata memang karena faktor lingkungan yang tidak mendukungnya, itu saja. anak laki-laki di masa itu hanya diizinkan untuk mendapatan pendidikan dasar, cukup baca tulis dan berhitung saja yang harus dimiliki. setelah itu maka ia berkewajiban membantu pekerjaan orang tua. seorang remaja laki-laki akan dianggap berhasil bukan seberapa tinggi ia mengenyam pendidikan. ia dipandang dalam mata masyarakat sebagai anak yang sukses dan anak yang baik diukur dari seberapa sapi yang bisa dibawa pulang hasil upahan dari ngangon kepada orang-orang kaya didesanya. Jika ada orang terutama guru menginginkan anak didiknya untuk belajar lebih tinggi utamanya karena bakat dan kecerdasan yang dimiliki bahkan sampai guru itu rela untuk menjadikannya anak pungut, jangan harap orang tua si anak akan mengijinkan.

itu hanya kenangan masa lalu bagi ayah, paman dan sebagian teman sebayanya yang tidak bisa mengenyam pendidikan. aku sendiri sebenarnya masih dalam kondisi lingkungan yang tidak terlalu jauh dari budaya itu. kesadaran orang tua dan pamanku yang membuat hasil berbeda. aku bisa sekolah setinggi-tingginya bahkan mendapat anugerah yang tak pernah terpikir nalar anak desa ini untuk bisa kuliah. saya tersenyum bila mengenang perjalanan dan perjuangan sehingga sampai pada titik ini. di saat anak kecil itu sambil mengangonkan kambing atau mencari rumput untuk sapi-sapinya, disaat ia bersama-sama temannya main kejar-kejaran di sawah dan  disela-sela itu saat kambingnya sudah ayem menikmati makannanya dengan tekun dan penuh minat ia dan temannya  jelajahi lembar per lembar informasi dari buku itu. dari sana mereka punya impian akan mendatangi tempat-tempat yang dibaca itu, mereka berimajinasi  akan mengubah dunia dan dari bacaan itupula yang menjadi inspirasi sepanjang hidup. membuka memori itu sunggah sangat indah dan tak akan bisa tergantikan lagi.

ya aku sudah tidak adil pada diriku sendiri, dulu aku mengimpikan untuk medapatkan kondisi sekarang namun setelah ku raih justru ku menyia-nyiakannya. mudahnya akses bacaan, perpustakaan dengan tumpukan buku-bukunya juga internet yang selalu bersamaku jarang aku manfaatkan untuk menggali informasi itu. bukankah wahyu yang pertama kalinya turun kepada manusia agung Muhammad adalah perintah untuk membaca, justru beliau sendiri waktu itu belum membaca, bukankah tokoh-tokoh yang ku kagumi juga menjadi besar karena banyaknya membaca. Hatta yang berpuluh-puluh peti bukunya betapa susahnya untuk di bawa ke tanah air, juga soekarno, syahrir, yamin dan juga dari pesantren seperti K.H Wahid Hasyim juga adalah orang-orang yang gemar membaca????


membacalah maka dunia akan menyerah didepanmu