Rabu, 09 Januari 2013

Semuanya diperuntukan bagi orang kota.

Hoi wong ndeso
Olok-olokan yang seharusnya tak bisa dibenarkan untuk dilakukan, apa salahnya jadi orang desa? Seakan orang desa adalah aib. Apa jeleknya hidup di desa? Tak tahulah, seakan sampai sekarang desa masih diasumsikan sebagai masyarakat tertinggal yang hidup dalam koloni-koloni yang primitif tak beradab.

Salah Siapa?
Tentu kalau kita bicara siapa yang salah maka akan tunjuk si ini yang bertanggung jawab si itu yang benar dan si anu yang menyebabkan semua, akhirnya berakhir dengan saling menyalahkan dan sling mencari pembenar sendiri. Ujung-ujungnya permasalahan yang sedang dihadapi lagi-lagi tak terselesaikan, terbengkalai seperti masalah-masalah lainnya.

Problem kota desa memang bukan problem yang baru muncul. ini merupakan persoalan yang sudah terjadi sejak turun temurun. Terlepas dari kelemahan serta yang dimiliki oleh masing-masing setidaknya harus ada upaya menajadikan keduanya setara. Dalam posisi, mental dan lebih urgent soal akses keadilan.

Selama ini kota dianggap superior dibanding desa, sampai pendidikan pun mencekoki siswanya tentang keunggula perkotaan. Untuk pilihan hidup, tentu kota tujuan pertama entah sekedar menjadi buruh atau sebagai tempat tinggal. Kota sebagai tempat yang memberikan akses lebih baik untuk segala hal, tak heran jika hanya sekedar bersekolah maka ke kota selalu nomor satu dibanding desa. Pusat pemerintahan, pusat ekonomi, pendidikan, tersedianya segala fasilitas transportasi, maupun tekhnologi tak pelak menjadi keunggulan yang jauh dijangkau oleh desa.

Kebalikan 180% adalah desa, jangan bayangkan gedung pencakar langit, apalagi mobil mewah berseliweran. Punya jalan aspal dan sarana transportasi publik yang memadai saja merupakan cita-cita seumur hidup. Di desa seorang tidak pernah mengembangkan diri sebeluim mencicipi kehidupan kota. Bahkan babu yang dari kota lebih mulya ketika musim lebaran daripada petani yang mengerjakan sawah warisan leluhurnya. Pendidikan di desa adalah pendidikan 'ala kadarnya. Cukuplah anak desa bisa baca tulis tapi mereka tak bisa menjadi pandai karena memang ketiadaan akses yang tersedia. Hubungan desa dan kota adalah hubungan sepihak, desa hanya dipersiapkan untuk melayani orang kota. Beras, sayur dan semua sumber alam diangkut untuk memenuhi kebutuhan orang kota bahkan untuk memberi harga pada produksinya saja harus didikte oleh orang kota juga.

Bagaimana mengubahnya ke arah lebih baik.

Soal stigmatisasi orang kampung, kampungan. Wong ndeso adalah suatu yang terjadi akibat kesenjangan yang selama ini terjadi terus menerus dan parahnya lagi diamini sebagai suatu yang terjadi secara alami, memang demikian adanya. Wajar-wajar saja sehingga tidak perlu adanya intervensi dari pihak manapun untuk mengubah kesenjangan itu.

Pertama-tama haruslah kita dudukan posisinya baik desa maupun kota. Kedua-duanya adalah bagian dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Jika demikian halnya maka keduanya seharusnya memiliki hak yang sama. Keduanya harus diperlakukan setara. Dalam arti soal akses terhadap keadilan, apa yang diberikan kepada kota seyogyanya diberikan pula pada masyarakat desa. Ktimpangan yang ada harus dikikis dari sedikit dari pembangunan sumber daya manusia yang merata.

Kedua, seyogyanya intervensi yang dilakukan tidak mengubah pranata yang ada. Desa memiliki homogenitas, kebersamaan, semangay gotong royong yang bisa menjadi modal utama dalam kemajuan. Sebaliknya kota dengan identitas dan keberagaman yang besar juga dikembangkan sesuai dengan eksistensinya yang ada.dan yang terakhir dalam pengembangan suatu kawasan lebih ditentukan oleh fungsi yang diampu, wilayah ini diperuntukan untuk misalnya politik, wilayah ini pertanian, wilayah ini perdagangan maka lambat laun kastanisasi kota yang maju dan desa yang tertinggal akan dengan sendirinya di tinggalkan.

Diakhir tulisan saya tutup dg kata bijak, Kota adalah masa kini, Desa adalah masa depan. Jangan hancurkan masa depan dengan keserakahan masa kini

Minggu, 06 Januari 2013

Anehnya negeriku

Inilah negeriku, semakin hari semakin tak kupahami apa maunya.ya inilah yang dulu dinamai Endonesia.di negeri kau boleh melakukan apa saja karena negeri ini tempat yang paling bebas di seantero jagad, bersamaan itu kau juga dilarang melakukan apa saja karena sekelompok manusia memaksakan kehendaknya untuk mengontrol yang lainnya.kelompok itu bisa saja dalam wujudnya yang formal terlembaga yang menyebut dirinya sebagai negara atau sekedar gerombolan kebal hukum yang mungkin saja juga dipelihara negara.

Di negeri ini engkau tak perlu takut kawan, Soeharto sudah mati. Tak ada lagi orang kuat yang membatasimu.mau korupsi, mau membunuh, mau merampok, merampas harta orang lain semua dapat kamu lakukan tanpa merasa bersalah. Bersalah hanya jika sudah diputus pengadilan, sedangkan kau punya uang untuk membeli pengacara handal sekaligus kau tugasi untuk menyuap hakim. Dengan uang kamu hanya berurusan dengan Tuhan, itupun jika kamu percaya, atau malahan uang itu Tuhanmu, oh bukan kamu sendiri Tuhannya karena kamu memiliki uang. Hukum apa yang bisa menyentuh orang yg "beruang".

Kalau kau mau tau kawan, negeriku ini gemah ripah loh jinawi. Dari dulu masyarakat kami mempercayainya. Ditambah juga dengan mitos rakyatnya adil makmur. Yang namanya mitos itu tidak ilmiah, berarti tidak bisa dibuktikan keberadaannya.jadi jangan kaget, jangan pula bertanya kenapa di tanah subur, kolam susu, tongkat kayu pun bisa tumbuh, emas melimpah tetep saja sebagian besar penduduknya miskin, bahkan untuk makan besok saja selalu menjadi beban hidup. Itulah realitas negeri ini.

Jika kebetulan kau ingin tinggal di negeri ini, sekolah yang tinggi. Jadilah PNS, hidupmu bakalan enak. Mereka boleh malas dan dapat gaji, cukup menjilat atasan asal bapak senang kau sudah terlindungi hidupmu. Jangan pula menjadi orang kritis banyak tanya itu bukan hal yang baik untuk dilakukan, kau bakal dimutasi atau diintimidasi karena melakukan itu. Seandainya kau punya banyak teori untuk memecahkan masalah akibat dari pendidikan tinggimu, jangan kau pakai. Kau harus terlihat bodoh dan selamanya menjadi bodoh. Itulah yang menyelamatkanmu.


Oh ya teman saya lupa, PNS hanya untukmu jika berpendidikan tinggi tapi tidak cukup punya uang. Jika kantongmu tebal cobalah adi wakil rakyat atau kepala daerah. Kamu bisa minta media buat mengorbitkanmu, kamu bisa menjadikan dirimu menjadi apa saja sesuai keinginan konstituenmu, kamu pasti terpilih. Uang adalah yang maha menentukan. Jika kau menjadi pejabat kau harus menggunakan matematika modern. Ia lebih canggih dalam penghitungan, ia tidak mengenal pembagian dan pengurangan, apalagi akar. Cukup dengan penambahan dan perkalian saja. 1+1 bukan 2 hasilnya, harus menjadi minimal 100 Milliyard syukur kalau bisa 1+1 jadinya satu Triliyun. Jangan berpikir hanya satu karena belum balik modal. Artinya selama jabatan 1 periode tambah sekali lagi itulah angka kasar yang harus kamu capai, Ah gak usah bohong pura-pura tidak mengerti.

Persetan itu kawan dengan rakyat miskin, kaum tertindas, minoritas atau segalanya. Negeriku ini adalah tempat bertarung, siapa yang kuat dialah yang menang. Survival of the fittes, teori seleksi alam berlaku. Lebih-lebih homo homuni lupus jika tidak "membunuh"kaulah yang akan mati. Orang-orang miskin adalah diperlukan negara untuk dijadikan alasan membuat proyek yang bernilai milyaran, mereka adalah komoditas yang laris untuk dijual dengan mata uang hasil pajak. Kamu harus cerdas kawan. Soal lingkungan jangan pula pusing, tak ada itu warisan anak cucu secara kolektif. Anak cucu ya yang ada hubungan kekeluargaanmu saja, demikian bukannya yg diajarkan soal hukum waris jadi jangan pernah merasa berdosa karena hal itu

Sudah dulu kawan, saya harap kamu mau berkunjung ke negeriku. Janji saya tunggu.

Senin, 7 Januari 2013