Senin, 05 Maret 2012

PESANTRENISASI KONSTITUSI


Memesantrenkan Konstitusi
Negara Indonesia adalah negara hukum, begitulah bunyi dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dalam konsepsi ini mengidealkan negara dijalankan berdasarkan hukum. Hukum dijadikan  pemimpin dalam dinamika kehidupan bernegara.  Norma hukum menjadi faktor penentu dalam menjalankan kekuasaan sehingga segala perbuatan harus ada dasar hukum yang menjadi  pijakannya. Konsepsi Negara Hukum dalam bahasa inggris dijargonkan sebagai “the rule of law, not of man” artinya bahwa hukum sebagai suatu sistem yang harus menjadi landasan pemerintahan, bukan digantungkan pada perseorangan. Oleh karenanya dalam kondisi apapun hukum harus ditegakkan.Dalam penegakan hukum agar berjalan efektif sesuai dengan harapan maka harus terpenuhi tiga faktor penting yaitu dari aspek aturan hukumnya itu sendiri, dari aparat penegaknya dan dari masyarakat sebagai subyek hukum.
Dari aspek aturan hukumnya, mensyaratkan bahwa hukum yang dibuat harus diniatkan sejak awal untuk bisa dipraktekan, hukum dibuat bukan sekedar untuk melengkapi dan memperbanyak jumlah aturan yang ada melainkan untuk ditegakkan sebagai instrumen yang dapat menjamin keadilan dan kesjejahteraan bagi masyarakat. Yang kedua adalah faktor aparat penegaknya, faktor ini sangat penting dalam penegakan hukum, pada aparat yang baik maka hukum akan menjadi baik, walaupun yang tertulis dalam aturan tersebut buruk. Suatu slogan menyatakan “berikan aku hakim yang baik, jaksa yang baik, polisi yang baik dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil yang akan aku capai pasti akan lebih baik dari hukum yang terbaik yang pernah ada dinegeri ini”. Hal tersebut mengisyaratkan betapa strategis peran yang dipegang oleh aparat penegak hukum. Ditangannya aturan yang masih berupa check kosong bisa ditentukan menjadi hitam putih, menjadi bernilai atau bahkan menjadi sesuatu yang menghancurkan.
Faktor ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah masyarakat sebagai subyek hukum harus taat pada hukum. Manusia sebagai anggota dari masyarakat, sejak dilahirkan sampai meninggalnya, dari dulu sampai sekarang selalu memiliki kepentingan. kepentingan itu selalu diancam oleh bahaya dari sekelilingnya baik dari kepentingan lain atau karena faktor alam. Untuk melindungi kepentingan tersebut maka dibuatlah suatu kesepakatan berupa kaidah hukum. dari kaidah tersebut memberikan kewajiban bagi manusia untuk dipenuhi, disisi lain juga memberikan kewenangan menuntut hak atas kewajiban tersebut. Taat kepada hukum berarti melaksanakan kewajiban sekaligus menuntut hak sebagaimana  mestinya. Jika hal tersebut sepenuhnya dijalankan secara seimbang maka tatanan hukum yang ada akan berjalan baik dan dapat dipastikan tidak akan ada pelanggaran terhadap hukum. Untuk menciptakan ketaatan tersebut mutlak diperlukan adanya kesadaran hukum.
Dalam suatu sistem hukum maka dikenal adanya hirarki aturan. Aturan yang tertinggi menjadi dasar bagi aturan dibawahnya. Aturan tertinggi sering disebut sebagai konstitusi negara. dalam suatu konsep Konstitusi sering digambarkan sebagai sebuah dokumen hasi kontrak sosial dalam masyarakat untuk menyerahkan haknya kepada negara dan mengikatkan diri pada kesepakatan tersebut. Oleh karenanya tidak mengherankan jika melihat konstitusi-konstitui yang ada didunia ini materinya sebagian terbesar adalah mengenai hak asasi manusia/hak asasi warga negara dan wewenang perangkat pemerintahan untuk menjalankan negara. aturan konstitusi inilah yang menjadi muara bagi segala hukum yang berlaku. Terhadapnya suatu aturan hukum bisa dinyatakan sah untuk berlaku atau sebaliknya bertentangan dengan norma dasar konstitusi sehingga harus dibatalkan atau dicabut.
Kesadaran hukum, utamanya pemahaman terhadap konstitusi sangatlah penting bagi setiap warga negara. dengan kesadaran konstitusi maka ia mengerti hak-hak serta kewajiban dasarnya. Ia harus melakukan apa atas kewajiban tersebut juga bagaiamana ia mempertahankan sekaligus menuntut pemenuhan hak dasarnya. Selain ditinjau dari individu warga negara, konstituis juga menempatkan pemerintahan untuk melakukan tugasnya memenuhi hak-hak konstitusional warga negara dan juga mengkoordinasikan dipenuhinya kewajiban warga negara atas negara. pandangan atas posisi antara warga negara terhadap negaranya begitu pula sebaliknya adalah ibarat mata uang, yang antara satu sisi dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Jika warga negara memiliki kewajiban terhadap negara maka pemerintahan negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak warga negaranya, begitu pula sebaliknya. Lebih dari itu, dengan kesadaran konstitusi yang dimiliki oleh setiap warga negara, akan menjamin terciptanya sistem hukum yang baik dan penegakan hukum yang efektif.
Kesadaran konstitusi di Masyarakat
            Adanya amandemen UUD Negara Republik Indonesia dari perubahan yang pertama sampai perubahan keempat meletakkan harapan yang besar akan terciptanya sistem hukum yang baik. Namun usaha tersebut tidak seharusnya dianggap final setelah mengamandemen. Tugas yang sebenarnya adalah tindak lanjut perubahan tersebut dari konstitusi yang tertulis diatas kertas (written constitution) mejadi konstitusi yang hidup dan dijalankan masyarakat (living constitution). Konstitusi harus mampu menyatu dalam kehidupan keseharian masyarakat, ia harus menjadi acuan dari urusan terkecil yang ada. Ia harus mampu hidup dalam alam pikiran setiap warga negara, mampu menjadi arah pandang bagi masyarakat. Idealnya memang demikian, namun kenyataan tidaklah harus sesuai dengan yang diidealkan.
            Dalam keseharian masyarakat, tidak sedikit ditemukan kasus adanya kebutaan atas pemahaman konstitusi. Ketidak sadaran konstitusi ini dilatar belakangi oleh dua hal, yaitu ketidak mauan dan ketidaktahuan. Pada aspek ketidakmauan, seorang warga negara tahu dan paham materi muatan konstitusi namun tidak mau melaksanakan isi tersebut. Pada aspek ini untuk mencapai kesadaran konstitusi diperlukan adanya dorongan untuk menjalankan konstitusi secara konsekwen bagi masyarakat. Aspek yang kedua faktor yang paling dominan bagi masyarakat adalah ketidaktahuan akan materi muatan konstitusi, kondisi seperti inilah yang lazim ditemukan dalam masyarakat. Hal tersebut utamanya disebabkan faktor pendidikan sebagian besar masyarakat yang pada zaman rezim terdahulu tidak memberikan pemahaman tentang hal ini dan juga kurikulum pendidikan yang saat belum sepenuhnya memberikan perhatian terhadap penyadaran bagi konstitsui. Diluar hal tersebut juga karena faktor materi muatan konstitusi yang belum masif dan efektif. Pelaksanan sosialisasi yang ada saat ini hanya dilakukan oleh pemerintah, itupun belum banyak melibatkan pemerintahan di daerah.
            Dalam  hal penyadaran konstitusi tersebut diatas maka memerlukan solusi-solusi nyata. Dalam hal sosialisasi dan pendidikan maka seyogyanya melibatkan semua unsur yang ada, baik pemerintahan pusat maupun daerah. Semua institusi pendidikan yang ada, juga peran aktif dari masyarakat. Salah satu institusi pendidikan yang sekaligus berperan secara langsung dalm pembinaan di masyarakat adalah pesantren, maka sekiranya tepat jika memanfaatkan institusi yang sudah mengakar dan memiliki basis dimasyarakat ini dilibatkan dalam program sadar konstitusi nasional.

Memesantrenan Konstitusi.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan masyarakat bisa dikatakan sebagai model asli pendidikan di Indonesia. Lembaga ini diperkenalkan oleh penyebar agama islam mula-mula di Indonesia, bahkan dikatakan telah ada sejak zaman hindu budha di Indonesia atau lebih dulu dari sebelumnya. Terlepas dari perdebatan kapan sistem pesantren dibangun di Indonesia, terpenting keberadaan lembaga ini telah diterima luas oleh masyarakat. Sistem yang membaur dan fleksibel dengan masyarakat sekitarnya membuat ia bisa bertahan sampai saat ini. Bahkan pesantren merupakan bagian dalam masyarakat itu sendiri. Kaitannya dengan visi untuk penyadaran konstitusi maka lembaga ini sangatlah cocok untuk menjadi pilot project untuk melakukannya. Berbeda dengan penyelenggara pendidikan formal (maaf bukan maksud merendahkan pendidikan formal), lembaga pendidikan ini lebih kuat keterikatannya dengan masyarakat sekitar. Ia menjadi rujukan bagi masyarakat bagi banyak persoalan kehidupannya. Peran lembaga sejak dulu sampai saat ini, selain bergerak dalam pendidikan juga memberikan penerangan bagi masyarakat, dan tidak jarang pula yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya di masyarakat. Dan hingga saat ini pesantren mampu mempertahankan hal tersebut.
Melihat peranan dan fungsi tersebut maka seyogyanya bila pesantren menjadi wahana bagi santri dan masyarakat untuk mendapatkan pemahaman konstitusi. Namun sebelum itu harus dipahami pula kesiapan dari lembaga ini untuk melakukan usaha tersebut. Pesantren sendiri saat ini diklasifikasikan menjadi dua, pesantren salaf dan pesantren modern. Pesantren salaf sendiri juga dibedakan menjadi pesantren salaf yang menerima pendidikan sekolah formal didalamnya (dengan mendirikan sekolah atau mengizinkan sekolah bagi santrinya) dan ada yang tidak menggunakan sekolah formal dalam sistemnya. Sedangkan sekolah modern seringkali diidentikan dengan sekolah yang sudah menggunakan managerial modern dan dengan bahasa asing sebagai bahasa wajibnya. Dari masing-masing model pesantren ini memerlukan pendekatan yang berbeda tentunya untuk menjadi mitra dalam usaha penyadaran konstitusi bagi santri dan masyarakat. Untuk pesantren modern dan pesantren salaf yang menerima sekolah formal lebih mudah kiranya untuk mendapatkan peluang tersebut. Sedangkan untuk pesantren salaf ansich agak sulit dengan sistem yang sdah kuat, namun hal tersebut tidak menjadikannya mustahil untuk dilakukan. Tinggal bagaimana menjelaskan program serta bagaimana manfaat dari hal tersebut, selain itu juga lebih sulit karena biasanya memiliki pemahaman pengetahuan umum yang minim.
Untuk melakukan program ini dapat dilakukan dengan berbagai jalan dan kesemuanya bukan terpisah-pisah untuk penerapannya. Saat mula-mula melaksanakan agenda bisa dengan melakukan penataran, kursus bahkan sekolah konstitusi yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga yang concern terhadap masalah ini. Peserta bisa langsung pengasuh pesantren atau keluarga, atau juga pada ustadz dan pengurus atau santri sekaligus. Upaya ini bisa dengan mengundang untuk beberapa pesantren dalam suatu tempat yang ditentukan dan dengan perwakilan atau dengan dipesantren itu sendiri. Tindak lanjut dari pemahaman konstitusi ini nantinya dengan sendiri akan disebarkan kepada masyarakat. Baik melalui forum majelis ta’lim yang diselenggarakan di pesantren atau oleh pengajian keliling dan juga bisa dijadikan program masa bakti santri di masyarakat saat sebelum dinyatakan lulus pesantren. Maka dengan konsep yang menyeluruh dan dukungan yang sepenuhnya program memesanternkan konstitusi ini sangat efektif untuk membangun kesadaran konstitusi sampai level masyarakat terbawah.
Akhir dari tulisan ini saya ingin menyampaikan bahwa upaya memesantrenkan konstitusi ini ibarat melemparkan batu ke dalam kolam, maka akan menimbulkan gelombang yang semakin luas dalam kolam tersebut. Harapan terbesar adalah gagasan ini semoga mampu mengilhami kita untuk semakin sadar berkonstitusi, sadar berbangsa dan lebih menumbuhkan cinta tanah air.

Daftar bacaan Bacaan
Jimly Asshidiqie, makalah “Konsep Negara Hukum Indonesia“
_____________, Makalah “Prasyarat tegaknya Hukum”

Soedikno Mertokusumo, Kesadaran Hukum Sebagai Landasan untuk Memperbaiki Sistem Hukum, http://sudiknoartikel.blogspot.com/2008/03/kesadaran-hukum-sebagai-landasan-untuk.html


Rabu, 21 September 2011

PKI dari sudut pandang saya

TRAGEDI  ITU SENGAJA  di “BIARKAN” HIDUP
Benar kata Soekarno dengan mengungkapkan JASMERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah . sejarah  bukanlah ibarat buku “yang sudah selesai”. Apa yang terjadi di masa sekarang tak bisa di lepaskan dari persepsi akan sejarah masa lalu. Dan akan selamanya  bahwa sejarah merupakan catatan bagi para pemenang. Sejarah sebagal alat melegitimasi perbuatannya atas nama kekuasaan, entah itu kebaikan entah itu kejahatan. Sejarah pula lah  yang memberikan stempel pada pribadi seseorang apakah ia pahlawan atau penjahat dengan penilaian yang hamper tidak pernah obyektif.  Jika engkau berkuasa hari ini engkau bisa memproklamirkan dirimu sebagai pahlawan namun jika kekuasaanmu hilang bisa jadi engkau akan di umpat sebagai pecundang yang telah menghancurkan negerinya.
Tahukah engkau bulan apa ini?
Ya benar, bahkan anak sekolah dasar pun akan menjawab kalau bulan ini adalah September. Namun pernahkah engkau berpikir bahwa ada sesuatu yang hilang dari rutinitas tahunan di akhir bulan September.  Jawabannya tentunya bukan dimulainya musim hujan di bulan September. semua tahu bahwa saat ini cuaca tidak bisa di generalisasi sebagaimana hitungan orang-orang tua terdahulu. Jika sejenak merenungkan masa kecil kita dan menengok ke masa lalu, kita akan teringat Pamong Desa yang sejak pagi mendatangi pintu-pintu rumah penduduk untuk sekedar mengingatkan bahwa nanti malam akan di putar film G 30 S/PKI di lapangan desa atau di rumah Kepala dukuh setempat (ma’lum waktu itu Media Elektronik TV masih sangat jarang). Semua penduduk, tak terkecuali   anak-anak dan orang tua yang sudah udzur asal masih sanggup jalan kaki di wajibkan untuk datang. “ingat habis Isya’ teng ya Kang, harus sudah di tempat” kata pamong praja kepada Bapakku. Mengingat usiaku yang masih sangat kecil, Aku tidak begitu memahami isi cerita yang di tampilkan. Film berdurasi kira-kira 4 jam tersebut di putar mulai jam 8  sampai jam 11 malam di TVRI. Satu-satunya stasiun Televisi saat itu. Sebelum pemutaran biasanya di dahulu sedikit kata sambutan dari perangkat desa setempat, kalau bukan Pak Lurah biasanya Pak dukuh tergantung di mana film itu di tonton. Film itu seingat saya di mulai dari menampilkan monument Pancasia yang berdiri tujuh patung pahlawan revolusi dari Angkatan Darat yang di dinding sekitarnya terukir rakyat menari dan menyiksa para elite milter tersebut. Adegan di lanjutkan dengan gerombolan masa yang mengambil senjata entah clurit, belati, kapak dan apapun yang di temukan lalu berbondong-bondong menyerang sebuah komplek pesantren atau masjid yang sedang menjalankan jamaah sholat subuh. Lalu merangsek dengan memukuli dan membacok yang di lanjutkan dengan pengrusakan terhadap Kitab suci Al-qur’an. Jujur saja, sejak kecil saya takut dengan anarkisme semacam itu, sehingga tiap adegan kekerasan Ibu selalu menutupkan telapak tangannya ke muka saya agar tidak melihatnya.
Cerita film tidak berhenti seperti itu saja, tayangan selanjutnya adalah kondisi social ekonomi masyarakat yang terpuruk dengan mahalnya harga kebutuhan pokok. Lalu  dalam suatu ruang sidang  yang di dalamnya ada bendera warna merah palu arit terdapat beberapa orang sedang bercakap-cakap. Setelah itu  adegan penculikan-penculikan para Jendral Angkatan Darat, di mulai dengan Ahmad Yani yang di tembak di tempat dan darahnya di gunakan cuci muka istrinya. Harusnya memang film kekerasan seperti ini tidak boleh di tonton anak-anak tapi apa boleh buat karena sudah menjadi keharusan. Lau cerita berlanjut dengan adegan-adegan kekerasan, dari penculikan para jendral sampai penyiksaan di lubang buaya yang menyayat hati siapapun penontonnya. Pada saat-saat seperti itulah lalu di munculkan sosok Soeharto. Seorang Jendral pimpinan Pasukan komando strategi angkatan darat yang di gambarkan sebagai manusia yang paling berperan dalam menyelamatkan NKRI sekaligus mampu menghancurkan pemberontakan PKI serta menyapu bersih. Sampai akhir cerita alurnya sama, bagaiamana setiap langkah yang di ambil Soeharto untuk menhentikan pemberontakan dan di sisi lain PKI menghadapi kekalahan dan harus menyingkir dari daerah yang di kuasainya sampai akhirnya habis di tumpas . film tersebut di tutup dengan Jendral Soeharto yang akhirnya memperoleh Jabatan Presiden menggantikan Ir. Soekarno.
Itulah film yang selalu rutin di tonton di akhir bulan September. Selalu terasa aneh, kenapa setiap tahun harus melihat film yang sama. Namun, lebih anehnya lagi pada pagi harinya ku selalu menemukan kakak ku membuat ringkasan film itu dan yang selalu diulangnya setiap tahun pula. Dengan rngkasan yang sama pula. Teman kakakku bahkan menggunakan catatan kakaknya sebagai syarat untuk menyelesaikan penugasan dari pihak sekolah.
Ya, itulah kisah nyata 46 tahun yang lalu saat Indonesia baru saja menginjak remaja berusai 20 tahun, usia yang belum bisa di katakan dewasa bagi manusia. Peristiwa paling memilukan dalam catatan sejarah bangsa ini. Peristiwa nyata tentang konflik politik yang lazim terjadi bagi bangsa yang sedang mencari identitasnya. Yang tidak bisa di tolerir adalah jumlah korban yang sangat fantastis, terbesar setelah perang dunia 2. Ada  yang mengatakan mencapai “dua juta” ada pula yang memperkirakan lebih dari “lima juta”. Cukup masuk akal mengingat PKI di masa itu termasuk partai dengan perolehan pada urutan 4 terbesar dengan anggota dan pendukung lebih dari 20 juta.  Peristiwa berdarah itu selain karena anjuran penguasa juga karena adanya balas dendam dan karena kekacauan politik dan ekonomi yang menyebabkan manusia menjadi kalap. Adalah satu cerita daru kakekku bagaimana dalam sebuah hubungan keluarga terjadi rasa saling mencurigai satu dengan yang lainnya. bahkan karena urusan sepele bisa saja berakhir dengan leher tergorok. Hanya saja karena tidak tega melihat bendera palu arit jatuh dan terinjak-injak di tanah lalu mengambilnya, dengan gampangnya ia di cap sebagai anti revolusioner, dan ujung-ujungnya menjadi buronan dan harus mati entah oleh militer atau para militer.
Adalah sebuah cerita sedih yang sering kali di ulang oleh Kakekku bagaimana dua orang yang berharga dalam hidupnya di renggut paksa karena korban ideology yang di pertentangkan. Pertama adalah Pak De yang ia ikut tinggal di rumahnya. Beliau adalah seoarang yang memiliki sawah cukup luas dan pedagang tembakau yang terbilang sukses. Dengan adanya UU no  5 tahun 1960 tentang peraturan Pokok-pokok Agraria, membawa angin segar dan harapan baru bagi pemerataan kesejahteraan terutama petani. Indicator terlaksananya aturan ini adalah adanya pembagian tanah dan pembatasan kepemilikan Hak atas tanah. Mbah Buyutku (Pak De dari kakekku) cukup taat akan pelaksanaan UU ini. Pelaksanaan secara administrative yang lambat oleh pemerintah sehingga janji pemberian tanah tidak segera terealisasikan menyebabkan emosi rakyat tak terhindarkan. Perasaan sensitive ini di manfaatkan oleh PKI untuk mengelola isu dan programnya. Tak heran jika beliau (Pak De Kakekku) kemudian mendapat cap sebagai bagian dari 7 setan desa. Akhirnya ia harus merelakan nyawanya akibat anarkisme masa tanpa tahu kesalahannya. Cerita yang ke dua tak kalah memilukannya. Adalah “Saimin” nama seorang kakak kandung kakekku. Lantaran ia seorang petani dan simpati terhadap gerakan Buruh Tani Indonesia, belum lagi menjadi anggota pada sayap gerakan komunis ini, ia juga harus di korbankan oleh kemauan sejarah. Permasalahan yang di hadapinya cukup remeh, hanya karena isterinya di sukai oleh orang lain, orang tersebut melaporkannya kepada para militer yang turut serta menumpas pemberontak waktu itu. Dan yang ku sedih bila memikirkannya para militer tersebut tak lain adalah sayap gerakan dari Organisasi kemasyarakatan  yang saat ini aku turut terlibat dalam memperjuangkannya. Beliau di tangkap oleh GP ANSHOR, Badan Otonom dari Nahdlotul Ulama’. Di seret di tengah tangis keluarga lalu di eksekusi dengan kepala terpenggal dan di masukkan dalam selokan. Bukan maksud untuk menyalahkan masa lalu apalagi menyalahkan ini dan membenarkan yang lain. Cerita ini saya munculkan agar kita mampu melihat dengan kacamata yang lebih obyektif dalam memandang sejarah. Bukan hanya mempercayai dogma orde baru sebagaimana dalam Film “Penghianatan G 30 S/PKI”.
Seharusnya dengan adanya reformasi bisa membuka mata kita agar sadar bahwa masa kelam masa lampau adalah hal yang sudah berlalu dan cukup menjadi pelajaran dan modal masa depan. Tak perlu menghakimi dengan kesalahan selamanya. Di tingkat masyarakat paling bawah, perasaan ketakutan bahaya komunisme masih ada namun mereka mampu berdamai bahkan menerima pelaku atau keluarga dari pelaku itu untuk hidup di tengah-tengah mereka sebagai anggota masyarakat yang normal tanpa pembedaan. Toh mereka pada asalnya adalah saudara, dan dalam kenyataan, tidak sebagaimana yang di propagandakan pemerintah, mereka adalah orang-orang yang taat dalam menjalankan agamanya. Tidak ada kesan sedikitpun bahwa mereka adalah kaum anti “Tuhan”. Layaknya Haji Misbah yang tetap berpegang teguh dengan agamanya dan mengambil ajaran komunis sebagai sarana menganalisis gejala social kemasyarakatan serta menggunakannya sebagai alat untuk memperjuangkan kaumnya. Hendaknya apa yang terjadi di masyarakat bawah ini patut di berikan pujian dan juga di tiru, supaya perlakuan diskriminatif itu lekas hilang dari bumi Indonesia. Masa suram di masa lalu hanya semata kesalahan politik bukan sebagai dosa sejarah yang harus di tanggung selamanya.
DISKRIMINASI ITU MASIH ADA
Sayangnya pemerintah kita tidak cepat belajar dari masyarakat. Entah warisan rezim orde baru yang telah memusuhi bukan hanya idiologinya namun juga menghukum  mereka bahkan anak cucu mereka yang di rampas hak-haknya selama hampir sepertiga abad lamanya. Lalu apakah diskriminasi itu masih ada??? Sebuah pertanyaan yang samar-samar terdengar. Memang reformasi telah mengubah segalanya bagi kehidupan bangsa Indonesia. Namun bukan berarti diskriminasi itu hilang jua dengan sendirinya. Bersyukur selama dasawarsa ini penegakan HAM menemukan ruhnya sehingga di teriakan di mana-mana. Pemulihan hak mantan Tahanan politik dalam hal memilih dan di pilih dalam pemilu sudah di bolehkan dengan adanya putusan MK nomor 011-017/PUU-I/2003 tentang pengujian pasal 60 UU no 12 tahun 2003 yang menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD dan tidak mempunyai kekuatan hokum yang mengikat.  Putusan tersebut merupakan catatan emas sejarah perkembangan penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pasalnya selama 30 tahun mantan Tapol atau keluarganya yang hanya sebagai pemilih pasif di perkenankan menjadi pemilih aktif sehingga bisa mencalonkan diri dalam pemilihan umum sebagai DPR atau DPD dan DPRD. Dampak dari putusan ini juga beberapa peraturan yang diskriminatif di cabut dan peraturan yang baru di terbitkan.
Namun sangat di sayangkan, ibarat mengobati suatu penyakit ia hany a baru luarnya saja belum sama sekali mengena pada pokok penyakitnya. Upaya menghilangkan diskriminasi tersebut baru saja hembusan angin yang tiada artinya bila pokok dari diskriminasi itu tetap di pertahankan. Sumber dari segala upaya untuk melegalisasi perlakuan diskriminatif tersebut adalah pada TAP MPRS nomor XV/MPRS/1966 tentang PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/MARXISME-LENINISME. Cukup simple muatan materi peraturan ini. Hanya terdiri dari 4 pasal namun sekarang dan masa lalu tentunya berbeda. Sebelum amandemen UUD TAP Mempunyai kekuatan layaknya UUD itu sendiri bahkan bisa melampaunya sebagai peraturan dasar. Alasannya jelas MPR adalah lembaga tertinggi Negara, merupakan penjelmaan dari pemegang kedaultan rakyat. Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara “Tuhan”. Oleh karenanya sebagai kelembagaan kewenangannya bisa menentukan hitam putihnya Negara laksana Tuhan menunjukkan titahnya.
TAP MPRS inilah yang menjadi alasan serta pembenaran segala peraturan yang bersifat dikriminatif itu. Sebagai aturan dasar  maka sudah  konsekwensi untuk di jabarkan dalam peraturan di bawahnya dan juga aturan di bawahnya itu tidak boleh bertentangan dengannya. Aturan itu di mulai dengan pasal 12 UU no 10 tahun 1966 “untuk menjadi anggota MPRS/DPR-GR harus di penuhi syarat-syarat sebagai berikut : d. tidak terlibat langsung maupun tidak langsung, dalam gerakan kontra revolusi, G 30 S/PKI dan atau organisasi-organisasi terlarang/terbubar lainnya:”. dalam penjelasan pasal tersebut di jelaskan bahwa Ayat (1) sub d Yang dimaksud dengan terlibat secara langsung dalam G-30-S/PKI ialah: 1) Mereka yang merencanakan atau mengetahuinya perencanaan Gerakan Kontra Revolusi itu tetapi tidak melaporkan kepada pejabat yang berwajib. 2). Mereka yang dengan kesadaran akan tujuannya melakukan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan Gerakan Kontra Revolusi tersebut. Yang dimaksud dengan terlibat secara tidak langsung dalam G-30-S/PKI ialah: 1). Mereka yang menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan maupun dalam ucapan-ucapan yang bersifat menyetujui Gerakan Kontra Revolusi tersebut. 2). Mereka yang secara sadar menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan maupun ucapan yang menentang usaha Gerakan Penumpasan G-30-S. Tidak berhenti di sini, implementasi TAP MPR ini pada masa orde baru
Dalam UU Pemilu selanjutnya selama orde baru, tak mungkin bagi Tapol untuk bermimpi menjadi anggota dewan atau pejabat public lainnya. di dalam KTP mereka harus rela statusnya di tambah Ex TAPOL. Untuk hak memperoleh penghidupan berupa pekerjaan saja harus di nyatakan bersih sesuai Dalam keputusan Pangkopkamtib No. 06/Kopkam/XI/1975 Pasal 1, menyatakan bahwa Surat Keterangan ini adalah surat otentik yang diberikan/dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan berisi keterangan bahwa hingga saat dikeluarkan/diberikannya kepada Penduduk Indonesia yang pada saat meletusnya peristiwa G 30 S/PKI (1 Oktober) telah berumur 12 tahun penuh atau seorang yang sudah/pernah kawin, yang bersangkutan dinyatakan tidak terlibat dalam G 30 S/PKI. Surat keterangan ini wajib dilampirkan bagi setiap orang Indonesia yang mempunyai keperluan-keperluan diantaranya: 1). Untuk menjadi pegawai/anggota pada lembaga-lembaga/Badan-badan/Instansi-instansi/Dinas-dinas pemerintahan dan perusahaan-perusahaannya serta pada perusahaan-perusahaan swasta vital yang ditetapkan oleh Pemerintah. 2). Untuk pendaftaran masuk pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah guna menjadi pegawai negeri termasuk ABRI.
Bayangkan misalkan kita dalam kehidupan ini dalam kehidupan selalu di atur, di batasi dan tak jarang di persulit akses terhadap kebutuhan maka betapa sedihnya jadinya. Belum lagi cap sebagai keturunan anggota partai terlarang semua itu bukan atas kehendak kita, semua itu adalah semata alat memukul lawan politik bagi penguasa serta upaya menciptakan musuh bersama agar memperoleh simpati rakyat. Namun apa daya TAP MPRS yang menjadi segala pokok sampai saat ini masih dengan gagah terpampang dalam aturan hokum negeri ini, apalagi dalam UU yang baru saja di sahkan pada bulan agustus lalu tepatnya UU no 12 tahun 2011 yang menggantikan peraturan perundangan yang lama yaitu UU no 10n tahun 2004 ia menjadi bagian dari sitem hirarki (tata urut) peraturan perundang-undangan yang berada di bawah UUD dan di atas lebih tinggi dari UU maka barang tentu akan menjadi acuan serta rujukan dalam melanggengkan kejahatan berupa perbuatan diskriminatif yang di legalkan di negeri ini.
Agaknya perjuangan Presiden kita yang ke 4, Almarhum K.H Abdurrahman Wachid (Gus Dur) harus segala di ambil alih. Tidak selayaknya berpangku tangan apalagi ambil bagian dari kejahatan ini. dan kerja kemanusiaan ini tidak akan mudah, untuk hasil yang luar biasa maka di perlukan upaya yang biasa.


Jogja Pagi hari dengan di temani secangkir kopi dan sebatang rokok.
22 Agustus 2011

Selasa, 29 Maret 2011

NU dan gagasan organisasi mahasiswa NU


MENAKAR  COST AND BENEFIT GAGASAN PEMBENTUKAN WADAH GERAKAN MAHASISWA NU
PBNU benar-benar akan membentuk organisasi gerakan Mahasiswa yang berstruktur di NU. Gagasan-gagasan yang sudah lama di impikan oleh sebagian pengurus NU (elite) ini tinggal menunggu waktu untuk segera terwujud. Hal ini karena Rakernas yang tuntas senin 28 maret kemaren di Pondok Pesantren terbesar di Jogjakarta PP Krapyak telah mencapai kata sepakat dalam salah satu programnya untuk segera membentuk wadah mahasiswa tersebut. akan tetapi pertanyaan besar dari hal tersebut adalah perlukah hal itu di lakukan padahal keberadaan organisasi PMII hingga saat ini masih eksis???
Gagasan untuk pembentukan suatu organisasi atau lebih tepatnya memiliki Organisasi yang diperuntukan bagi mahasiswa kembali mencuat pasca NU kembali ke Khitthoh. Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan itu pertama-tama adalah dengan merangkul kembali Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dulunya di lahirkan dari rahim NU itu sendiri. Sayangnya upaya ini hingga saat ini tidak membuahkan hasil karena PMII tetap taat terhadap apa yang telah menjadi konsensus ya’ni  deklarasi Munarjati pada 1972 silam dan kemudian mengambil sikap interdependensi pada 1991 saat NU kembali ke fitrahnya sebagai organisasi yang ngurusin kemasyarakatan dan keagamaan terlapas dari politis praktis (kembali ke Khittoh) sehingga PMII tetap berada di luar structural NU.
Dalam perkembangannya hingga akhir-akhir ini sering kali terjadi keretakan hubungan NU dengan PMII. Jika diamati maka akan kita dapati kesimpulan bahwa bukan siapa yang di persalahkan tapi kenapa hal itu terjadi. Inilah yang selanjutnya menjadi  akar dari ketidak mesraan orang tua dan anaknya ini, hingga mencapai klimaksnya dengan adanya program dari PBNU untuk membentuk badan baru yang langsung di bawah struktur NU sehingga menegasikan posisi PMII yang mau tidak mau di akui bahwa kader terbesarnya adalah dari warga nahdliyyin juga.
NU bukan Parpol tapi berpolitik praktis VS PMII sebagai GerMA
Hitam di atas putih memang NU menyatakan kembali ke Khittahnya yaitu pada 1984 dalam Mu’tamar ke 27 di Situbondo Jawa Timur. Akan tetapi dalam implementasinya terutama setelah kran Reformasi di buka menjadi berbeda dengan kenyataan yang ada sebenarnya. Khittah atau garis yang di ma’nai sebagai cita-cita garis haluan, landasan perjuangan yang di pilih pada saat itu utuk melepaskan NU dari jeratan politik praktis (yang dulunya partai NU kemudian zaman orde baru di fusikan dalam PPP) tidak benar-benar di jalankan.
Ketidak konsistenan para pengurus NU untuk menjalankan khittah sanngat jelas ketika rezim orde baru tumbang, sebab walaupun menyatakan tidak berpolitik praktis toh tetep mendirikan partai yang notabenenya hanya bayangan dari NU atau sebut saja sebagai partai sayap NU. Semakin jelas lagi setelah partai yang di dirikan tersebut ternyata menjadi partai besar dan para panutannya beramai-ramai terjun ke politik praktis. Tak bisa lagi di pungkiri keterlibatan K.H. Hasyim Muzadi dan K.H. Sholahuddin Wahid dalam pencalonan wakil presiden tahun 2004 adalah bukti bahwa syahwat politik praktis dari kalangan pembesar NU masih belum hilang, yang lebih miris beliau-beliau adalah jajaran ketua PBNU yang seharusnya konsen terhadap masalah semacam pengembangan pendidikan dan pengentasan kemiskinan sebagaimana yang telah di gariskan ketika  kembali Khittahnya. Tak cukup demikian perpecahan yang terjadi di kemudian hari karena tidak sepahamnya paman dan keponakan akhirnya menimbulkan perpecahan partai bayangan NU tersebut sehingga makin menimbulkan kebingungan warga nahdliyyin. Hal ini tidak di sikapi dengan bijak oleh para tokoh NU lebih-lebih mereka mendirikan partai juga yang namanya menggunakan nama organisasi besar ini. Sangat di sayangkan bahwa sekali lagi yang mendirikan justru 17 kiyai sepuh yang paling berpengaruh dan di mulyakan oleh jamaah itu.
Oleh karena pertimbangan seperti itulah dalam hal ini kita harus menghargai keistiqomahan PMII memegang teguh prinsip independensi secara structural. Sebab apa jadinya jika PMII sebagai gerakan mahasiswa yang di tuntut memiliki komitmen dalam menjalankan perannya sebagai civil society yang harus memiliki idealisme yang tidak boleh di tawar tapi kemudian harus menjadi onderbouw suatu organisasi yang banci jenis kelaminnya yaitu NU ( maaf saya katakana banci karena katanya statusnya ormas tapi tak lebih dari Parpol).
PMII semakin liar
Organisasi yang didirikan setengah abad silam ini berkembang dengan begitu luar biasa. Umpama bayi ia adalah bayi ajaib, hanya beberapa saat ia bisa melebihi organisasi lainnya. Ia menjadi cepat besar dan sangat besar hingga saat ini bisa di katakana paling besar. Dan sudah tentu penyumbang kader terbesar adalah dari kampus berlatar belakang agama semacam Institut Agama Islam negeri (IAIN) atau dari Universitas Islam Negeri (UIN) yang pada umumnya lulusan pesantren.
Karakteristik Pesantren yang serba ketat, semua aktifis terjadwal dan segala aturan harus di beralukan tanpa kompromi berbanding terbalik dengan kehidupan Kampus yang serba bebas tanpa aturan dan semua memberikan peluang untuk memilih ibarat seorang narapidana yang menghabiskan kehidupannya di ruang pengap di balik jeruji besi secara mendadak mendapatkan pembebasan yang tak terperkirakan sebelumnya. Hal ini secara langsung akan berefek pada kehidupan mereka yang bertransisi dari santri menjadi mahasiswa. Terlebih bahwa mereka memasuki tempat bebas yang menyajikan menu sama yaitu materi agama maka mereka jangan harap bakal memakan materinya menyentuh pun enggan karena mereka sudah ahlinya sejak di pondok pesantren.
Tawaran menarik kemudian dating dari luar yang sama sekali asing bagi otak mahasiswa yang masih lugu ini, sosialisme, liberalism, kapitalisme adalah makanan pembuka, selanjutnya berbekal dari sikap kritis mereka akan menuntut rasionalitas dari semua hal dan tak cukup demikian masalah yang seharusnya tabu untuk di bicarakan akhirnya juga menjadi sasaran. Kritik atas eksistensi ketuhanan kemudian di ungkap public dan menjadi perhatian masyarakat contoh kasus spanduk penyambutan mahasiwa baru di dalah satu UIN di negeri ini yang menyatakan “SELAMAT DATANG DI KAMPUS BEBAS INTERVENSI TUHAN” dan acara Ospek yang dengan terang-terang mengatakan “ANJINGHU AKBAR” akan membuat miris masyarakat yang tidak memahaminya secara menyeluruh.
Tindakan frontal dari kader-kader ini membuat resah para kiyai. Bagaimanapun juga kader-ader itu nantinya yang di harapkan menggantikan mereka dalam membina dan melayani masyarakat Nahdliyyin sepeninggal mereka. Beliau-beliau tak akan pernah rela jika ternyata kondisinya seperti ini, jangankan untuk terjun di masyarakat di terima saja tidak ada kemungkinan lagi dan ini justru berbalik dengan yang seharusnya peran mahasiswa yang di harapkan mampu membawa perubahan-perubahan di masyarakatnya.
Pilihan serba sulit dan keputusan yang tak tepat
Baik  NU dan PMII sama-sama dalam posisi yang sulit terhadap permasalahan ini. Jika NU memaksa PMII untuk masuk kembali ke bawah struktur maka harus siap mengorbankan idealisme yang selama ini di pertahankan sebagai pergerakan. Pergerakan  yang murni tanpa intervensi dan tanpa pesanan dari siapapun juga dalam kebebasan bertindak dan  jika NU tidak semakin sadar posisinya terlebih jika hanya ngurusi perebutan kursi justru masuknya PMII hanyalah sebagai alat untuk mempermudah pragmatisme politik pengurusnya saja. Di sisi lain kekhawatiran para  kiyai memandang tingkah anaknya yang semakin nakal perlu juga menjadi perhatian bersama karena justru jika di diamkan dan semakin tak terkendali justru akan menghancurkan tatanan yang sudah di bangun oleh para sesepuh NU. Hal seperti itu akan mempersulit diri sendiri dalam masyarakat, terputusnya pengkaderan dan kehilangan kepercayaan masyarakat basis adalah konsekwensi dari salah urus ini.
Kembali ke masalah gagasan PBNU yang di tuangkan dalam program seusai rakernas untuk mendirikan suatu wadah baru bagi gerakan mahasiswa NU justru harus di uji lagi. Pasalnya ketika memang ke dunaya bermasalah justru akan menjadikan jarak yang semakin lebar. Dan kemungkinan terbesar jika keputusan itu bener-bener di wujudkan tentunya menimbulkan konflik baik NU vs PMII maupun PMII dengan Organisasi mahasiswa NU yang baru, dan yang terjadi bukanlah persaingan yang sehat akan tetapi kegiatan saling mengancam dan menggembosi sama lain sudah pasti tak terelakkan lagi. Jika demikian yang terjadi maka siapa yang akan di rugikan??? Bukankah PMII mayorits kader dari mahasiswa NU lalu haruskah berhadapan dengan NU sendiri. Ataukah ini sebagai bentuk adu domba, lalu atas kepentingan apa adu domba ini. Jangan-jangan usaha ini ada motive politik di dalamnya???
Kita semua tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi ke depan, jalan terbaik adalah saling merefleksikan diri baik PBNU maupun PMII, inilah moment paling tepat untuk berbenah bagi ke duanya. Tidak perlu lagi mencari siapa yang salah, bukankah tradisi nahdliyin untuk berebut menjadi yang salah? Proses untuk selalu memperbaiki komunikasi dan intensitas berdialog harus selalu di tingkatkan. Semoga penyelesaiannya tidak sampai mendirikan organisasi baru di struktur NU dan tanpa memaksa PMII untuk kembali ke structural dan sinergitas keduanya adalah asset berharga bagi pembangunan bangsa ini sekarang dan kedepan.

Sudah tepat sekiranya PBNU mengambil tempat rakernas di Daerah Istimewa Yogyakarta karena di sinilah dulu pemikir muda di tahun 60an merasa gelisah atas bangsanya, tanggung jawab mereka tak tersalurkan jika hanya belajar dan berbangku tangan. Di sinilah mereka mewujudkan impian besarnya untuk membuat suatu gerakan yang menciptakan perubahan luar biasa bagi Nahdliyyin. Jogjakarta selalu Istimewa.
Wallohu a’lam Bishowabihi
30 maret di rumah baca lafadl Ngayogyakarto jam 10.19 pm.

Sabtu, 30 Oktober 2010

IKHTISAR KULIAH HUKUM ISLAM



BAB 1  PENDAHULUAN
Hukum islam terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Syariat  2. Fiqh
Syariah secara lughowi (etimologi) adalah jalan ke tempat mata air, atau tempat yang dilalui air sunga. Secara istilachi (terminology) adalah adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur Hubungan manusia dengan Allah, Hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehhhidupan sosial, Hubungan manusia dengan makhluk lain di alam lingkungan hidupnya. Sedangkan fiqh secara lughowi (etimologi) adalah paham, paengetahuan, pengertian sedang menurut istilachi (terminalogi) ad. Syara’ yang praktis/amaliah yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci
Perbedaan syariat dan fiqh
Perbedaan dalam :
Syariat
Fiqh
·         Wujud
·         Sifat
·         Ruang lingkup


·         Keberlakuan
·         Macam

Wahyu Allah dan sunah nabi
Fundamental
Luas mencakup jd aqidah, ahlak

abadi
dalam kesatuan
Pemahaman mns ttg syarit
Instrumental
Terbatas pd perbuatan hokum


Berubah dari masa ke masa
Beragam

Sumber hukum islam meliputi :
1.      Alqur’an
2.      Sunnah rosul. Keduanya merupakan sumber utama dan ditambah
3.      Ijma’
4.      Qiyas
Adapun tujuan dari hukum islam menurut Abu Ishaq Asshatibi adalah maqoaidu alkhomsah assyariah yaitu memelihara :
a)      Agama       (almuchadzotu ala addin)
b)      Jiwa           (almuchadzotu ala annafs)
c)      Akal          (almuchadzotu ala al-aql)
d)     Keturunan (almuchadzotu ala annals)
e)      Harta         (almuchadzotu ala al-mal)
Teori dasar berlakunya hokum islam ada 2 yaitu :
1)      receptio in complexu (Lodewik Willem Christian vab den berg)  yang menyatakan bahwa hokum mengikuti agama seseorang.
2)      Receptie  (Christian Snouck hurgronje) yang menyatakan bahwa berlaku bagi orang islam bukanlah hukum islam tapi hokum adat. Hokum islam baru berlaku apabila telah diresepsi hukum adat. dari teori ini menghasilkan dua teori lagi yaitu :
·         Receptio exit (Hazairin) menyatakan bahwa teori recepie sudah keluar karena tidak sejaln dengan hukium Indonesia
·         Receptio a contrario (Sajuti thalib) menyatakan bahwa hokum islam yang bertlaku bagi masyarakat tidak memerlukan penerimaan dari hukum adat , melainkan didasarkan kenyataan bahwa hokum islam juga merupakan hokum yang hidup layaknya hokum adat.
 
Implementasi hiukum islam diinsonesia Menurut Noel J. Coulson mengkategorikan kedalam empat corak :
       I.            Dikodifikasikan hokum islam menjadi perundang-undangan
    II.            Tidak terikatnya umat islam pada satu madzhab tertentu
 III.            Penerapan hukum sebagai akomodasi nilai-nilai baru ( ahbiq al-ahkam)
 IV.            Perubahan hokum yang baru yang diformulasikan dengan tajdi atau neo ijtihad



















BAB 2 KAEDAH POKOK HUKUM ISLAM

KERANGKA DASAR ISLAM

Kerangka dasar hukum islam terdiri dari 3 fondasi utama yaitu iman, islam, dan ikhsan. Dari tiga hal ini dapat diturunkan tiga kerangka dasar islam. Iman yang berarti pembenaran mutlak membentuk aqidah, islam yang lebih menekenkan implementasi dari hokum mewujudkan syariat dan ikhsan yang dikonotasikan dengan berbuat  kebajikan menjadi akhlaq.
Aqidah secara etimologi berarti ikatan atau sangkutan yaitu mengikat atau menjadi sangkutan segala sesuatu. Hakekat dari aqidah adalah tauhid yang berarti meng-Esakan Allah dan tidak menyekutukannya. Kedudukan aqidah adalah sangat sentral dan fundamental karena menjadi asas atau gantungan segala sesuatu dalam islam. Ilmu ttg aqidah ad. Ilmu kalam atau ilmu tauhid dalam bahasa asing terkenal dengan teologi atu juga ushuludin.
Syariah adalah hokum Allah yang bersifat qath’I sedangkan hasil penggalian hukum dzonni  yang merupakan satu kerangka dengan syariah menghasilkan fiqh. Muatan dari fiqh terdiri dari dua macam yaitu ibadah dan muamalah.
Akhlaq adalah sikap mental yang menimbulkan kelakuan baik dan buruk. Akhlak menempati posisi penting dalam islam karena merupakan pencerminan syariah yang dilandasi aqidah pada diri individu maupun masyarakat. Konsep akhlaq memiliki perbedaan dengan konsep moral  dan etika, perbedaanya terutama pada penentuan baik dan buruk.

USHUL FIQH
Ushul fiqh adalah kaidah yang menjelaskan tentang cara pengambilan hukum-hukum yang berkaitan dengan perbutan manusia dari dalil syar’i. terdapat definisi tentang ushul fiqh yang disampaikan oleh ‘Abdullah bin ‘Umar al-Baidlowi (ahli ushul dr kalangan ulama Syafi’iyah) bahwa ushul fiqh adalah pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara global, cara menggali hukum  dari dalil-dalil tersebut dan hal ihwal pelaku istinbath.
·         Tentang  dalil-dalil fiqh secara global.
Dalil dalam hal ini adalah suatu yang member petunjuk kepada suatu hal yang lain atau sesuatu yang lain yang bilamana dipikirkan secara benar akan menyampaikan seseorang kepad kesimpulan yang dicari. Dalil sendiri dibagi Menurut dua klasifikasi yaitu berdasar ruang lingkup obyek masalah dan kem dari kebeentanganrlakuan terhadap suatu masalah.
Menurut ruang lingkup obyek permasalahan terbagi menjadi dua yaitu dalil g bert(luas masih belum terperinci) dalil ini sering disebut dengan dalil mujmal  dan tafsili yaitu dalil yang sudah menunjukkan pada perinciuan obyek dalil ini dikenal dengan dalil mufasil
Menurut keberlakuan terhadap suatu masalah dalil di bedakan jadi dua yaitu : ‘Am dan Khos. Dalil ‘am adalh dalil yang berlaku secara umum sedang khos adalah dalil yang khusus.


·         Tentang cara menarik atau mengambil  hukum dari dalil-dalil (istinbath).
Dalam hal istinbath yang berlaku bahwa mujtaid melakukan ta’arud  addalilah (menentukan dalil-dalil yang saling bertentangan) dan tarjih (memperbandingkan dalil mana yang lebih unggul)
·         Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh se’ornag yang akan melakukan ijtihad.

ALAHKAM ALKHOMSAH
Sebelum ke alahkam alkhomsah perluy diketahui bahwam islam  hokum islam secara garis besar di bagi menjadi taklifi dan wadh’i. hokum taklifi adalah ketentuan-ketentuan Allah dan rosulnya yang berhubungan langsung dengan perbuatan mukallaf sedang wadh’I adalah yang berkaitan dengan sebab syarat dan man’i.
Berdasar hokum taklifi hokum islam di bagi menjadi lima yang terkenal dengan ahkam alkhomsah yaitu :
§  Wajib/fardlu adalh suatu perbuatan apabila dikerjakan mendapat pahala dna jika ditinggalkan akan dapat dosa dan siksa. Hokum wajib sendiri dibagi Menurut beberapa klasifikasi antara lain  :
o   Menurut waktu pelaksanaannya ada wajib mutlaq dan wajib auqot
o   Menurut siapa yang melaksanakan dibagi menjadi wajib ‘ain dan wajib kifayah
o   Menurut kadarnya dibagi menjadi wajib muhaddad dan ghoiru muhaddad
o   Menurut obyeknya di bagi wajib mu’ayyan dan mukhoyyar
§  Sunnah/mandub adalah berupa anjuran untuk dilakukan jika dilaksanakan mendapat pahal jika ditinggalkan tidak dikenai siksa.
Pembagian sunnah :
o   Sunnah ‘amiyah ad. Dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap orang
o   Sunnah kifayah ad. Dianjurkan untuk dilakukan oleh satu orang dari suatu kelompok
o   Sunnah muakkadah ad perbuatan yang sangat di anjurkan pelaksanaanya
o   Sunnah muakkadah ad perbuatan yang kadang-kadang dilaksanakan rosul
o   Sunnah al-zawaid ad mengikuti kebiasaan sehari-hari rosul
§  Harom/mamnu’ adalah perbuatan yang dilarang disertai pahala bagi yang meninggalkannya dan siksa bagi yang melakukannya.
Haraom dibagi menjadi dua yaitu : harom lidzatihi dan harom lighoirihi
§  Makruh adalah perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan yang bila dilaksanakan mendapat pahala bila ditinggalkan tidak ada konsekwensia apa-apa.
Macam-macam makruh :
o   Makruh tanzih yaitu makruh yang murni sebagaimana pengertiannya
o   Makruh tahrim yaitu makruh yang dasar hukumnya belum pasti antara makruh dan harom
o   Tarkul aula yairu karena meninggalkan perbuatan-perbuatan yang amat sangat dianjurkan
§   Mubah/jaiz adalah baik ditinggal maupun dikerjakan tidak ada akibat yang menyertainya.
Hukum wadh’i sendiri terbagi menjadi 3 yaitu :
Ø  Sebab adalah Sesutu yang dijadikan oleh syariah sebagai tanda bagi adanya hokum dan tidak adanya merupakan tidak adanya hokum
Ø  Syarat : adalah sesuatu yang tergantung kepada adanya sesuatu yang lain dan berada diluar hakekat sesuatu itu sendiri.
Ø  Man’i : adaah sesuatu yang ditetapkan sebagai penghalang bagi adanya hokum atau penghalang badi berfungsinya suatu sebab.

KARAKTER HUKUM ISLAM
1.      Hukum islam merupakan bagian dari hokum islam
2.      Hukum islam merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar islam yang disbut syariah
3.      Hukum islam bersifat universal dengan dua unsure penjamin utama yaitu hokum qoth’i sebagai aturan final dan pedoman pokok dab dzonni antisipator atas Perkembangan zaman
4.      Hukum islam ditemukan dan digali dengan method ushuk fiqh
5.      Hukum islam mengatur manusia sbg individu sekaligus masyarakat
6.      Hukum islam berlaku berbanding lurus dengan keimanan umat
7.      Hukum islam ekksistensinya untuk menjamin kemaslahatan umat manusia
8.      Hukum islam berlaku mendasari tingkat kemaslahatan
9.      Hukum islam mendahulikan hak dari kewajiban, amal dari pahala
10.  Hukum islam dibagi menjadi tak;lifi dan wadh’i

SISTEMATIKA HUKUM ISLAM
§  Ulama syafiiah membagi menjadi empat yaitu ibadah, muamalah, munakahat dan uqubat.
§  T.M. Hasby Ash-shidiqy membagi menjadi bidang ibadah,muamalah, kekeluargaan, harta peninggalan, uqubat, hokum acara, tata Negara, internasional,
§  Sedangkan ulama masa kini membagi menjadi hokum privat (keluarga, perdata, dagang, privat internasional) dan hokum umum (pidana, ketatanegaraan, administrasi Negara, internasional dll)

Sabtu, 16 Oktober 2010

MASYARAKAT SADAR TIDAK HARUS TERDIDIK
Hampir separuh dari jumlah penduduk Negara ini masih di bawah garis kemiskinan, suatu kata yang mujarab untuk menggambarkan kondisi perekonomian penduduk ini. Di bawah garis kemiskinan adalah pendifinisian yang benar-benar memprihatinkan, suatu yang tak layak untuk kita hanya perbincangkan. Bayangkan dalam sehari-hari kebutuhan hidup tak tercukupi, untuk makan pun harus mati-matian membanting tulang demi hari ini saja, belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain seperti pendidikan yang layak kesehatan gratis hanyalah umpama fatamorgana di padang pasir yang tandus.
Sungguh ironis memang di Negara yang berlimpah kekayaan alam namun nyatanya tak mampu untuk mensejahterakan penduduknya. Hasil sumber daya yang diolah adalah bukan hak bagi sebagian besar penduduk, namun hanya diperuntukan bagi segelintir golongan yang mampu untuk membeli walaupun itu dilakukan dengan pemerasan terhadap keringat sejumlah besar tersebut.
Ada hal yang menarik sekiranya dicermati dari kondisi masyarakat di negeri ini. Hal-hal seperti tersebut dalam paparan diatas bukanlah gejala alami yang timbul begitu saja. Tangan-tangan setan telah merekayasa hal tersebut. Mereka sengaja menciptakan kondisis pemelaratan ini hanya untuk memperoleh kepentingan pribadinya. Tak mengherankan dengan rekayasa-rekayasa tersebut mereka juga mempertahankan supaya jangan sampai terjadi penyadaran sosial. Karena hal yang demikian nantinya akan mendatangkan kerugian yang besar bagi mereka. Upaya-upaya yang mereka lakukan adalah tak lebih dari trik-trik permainan bahasa.
Alih-alih memberikan lapangan pekerjaan sebenarnya tak lebih dari memperbudak sebagian besar masyarakat. Kerja keras yang dilakukan tak sebanding dengan apa yang diperoleh bahkan hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup. Apa yang dinamakan dengan kebijakan dan pembangunan nyatanya malah tidak mampu dinikmati masyarakat, hasil dari kekayaan alam menumpuk hanya igudang sebagian orang.
Penyadaran masyarakat itu perlu
Hal yang perlu diperioritaskan dalam permasalahan ini adalah upaya untuk penyadaran masyarakat. Tidak boleh keadaan yang seperti ini terus berlanjut, masyarakat yang sejak dari awal tertindas perlu untuk segera mendapat pertolongan. Kita tidak bisa menggantungkan kepada pemerintah akan hal ini, karena dari apa yang kita ketahui bersama bahwa pemerintah tidak dapat diandaakan lagi. Pemerintah adalah yang melegalkan permasalahan ini, dengan perselingkuhannya pada setan-setan masyarakat mereka tidcak lagi sesuai dengan apa yang mereka katakan. Mereka hanya melindungi kepentingan setan-setan tersebut dan tidak ada keberpihakan untuk maxsyarakat umum.
Penyadaran terhadap masyarakat tidak akan mudah dilaksanakan setidak-tidaknya membutuhkan proses dengan waktu yang lama. Hal ini disebabkan kondisi dari dalam masyarakat sendiri yang umumnya masih terbebani dengan permasalahan ekonomi yang rendah juga rata-rata tingkat pendidikan yang tidak memadai. Selain factor dari dalam rintangan yang terbesar sebenarnya adalah gejala-gejala yang timbul dari luar. Setan-setan masyarakat yang menciptakan kondisi pemelaratan masyarakat pasti tidak rela untuk kehilangan apa yang diperolehnya saat ini. Mereka akan terus berupaya supaya masyarakat yang dibodohi akan terus terlalap dalam kebodohannya. Dan tidak menentang terhadap sistem yang mereka buat.
Telah nyata beberapa tantangan yang harus dihadapi maka sekaranglah saatnya kita mulai dengan proses menuju penyadaran masyarakat. Apapun hasilnya tentuakan sangat berharga dalam transformasi social kelak.


4 juli 2009