A.
Pendahuluan
Salah satu hasil reformasi
tahun 1999 adalah perubahan fundamental dalam lembaga peradilan di Indonesia.
Melalui amandemen konstitusi kekuasaan kehakiman dikukuhkan fungsi dan
kedudukannya sebagai kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan sebagaimana
diatur dalam Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945. Untuk Mahkamah Agung
(MA) perubahan yang sangat mendasar dari sisi ketatanegaraan adalah dengan
dilakukan penyatuatapan terhadap badan peradilan yang ada di bawahnya. Era
sebelumnya, kedudukan lembaga peradilan berada pada dua kaki yakni pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan oleh kekuasaan eksekutif
sedangkan pembinaan teknis peradilan oleh MA.[1]
Dalam kondisi demikian, Pembinaan
lembaga peradilan oleh eksekutif memberikan peluang
bagi penguasa melakukan intervensi ke dalam proses peradilan serta
berkembangnya kolusi dan praktek-praktek negatif pada proses pengadilan. [2] Atas intervensi tersebut
maka penegakan hukum tidak memberi rasa keadilan dan kepastian hukum khususnya pada kasus-kasus yang menghadapkan pemerintah
atau pihak yang kuat dengan rakyat, sehingga menempatkan rakyat pada posisi
yang lemah. Hal tersebut menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi
peradilan berada pada tingkat yang sangat memprihatinkan karena dianggap gagal
dalam memberikan keadilan.[3]
Dengan demikian, adanya penyatuatapan badan peradilan sebagai buah dari
reformasi diharapkan dapat menguatkan independensi peradilan dan meningkatkan
kepercayaan publik terhadapnya.
Penyatuatapan Badan
Peradilan di bawah MA diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam pengaturan tersebut teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial bagi Badan Peradilan
di bawahnya menjadi kewenangan penuh bagi MA.[4]
Selain
kewenangan yang memberikan keleluasaan dalam menjalankan peradilan, kebijakan
satu atap juga memberikan tanggungjawab dan tantangan bagi MA karena dituntut
untuk menunjukkan kemampuannya mewujudkan organisasi lembaga yang profesional,
efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.[5] Berlandaskan
kewenangan dan tuntutan tanggung jawab tersebut MA melakukan pembenahan-pembenahan
yang digolongkan dalam dua kategori yakni pembenahan yang dilakukan antara
tahun 2005 hingga tahun 2009 yang dituangkan dalam cetak biru tahun 2003 yang sifatnya
fokus pada pembenahan di tingkat MA[6]
dan pembenahan jangka panjang melalui cetak biru Pembaruan Peradilan tahun
2010-2035 yang mempertajam cetak biru 2003 dan disusun secara komprehensif,
sistematis dan berkelanjutan.[7]
Pembenahan yang
dilakukan MA pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 sebagaimana dalam Dokumen
Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010-2035 diarahkan untuk capaian:
(1) program Reformasi
Birokrasi (RB) yang berfokus pada penataan organisasi, perbaikan tata kerja,
pengembangan sumber daya manusia, perbaikan sistem remunerasi dan manajemen
dukungan teknologi dan informasi; (2) pembentukan Kelompok-kelompok Kerja
(Pokja) Pembaruan Peradilan khusus untuk mempercepat implementasi agenda
prioritas pembaruan peradilan; (3) terkikisnya tumpukan perkara, dari 20.314
perkara pada tahun 2004 hingga 11.479 perkara pada tahun 2009; (4) upaya
meningkatkan kualitas hakim dan aparatur peradilan, melalui pembangunan Pusat
Pendidikan di Megamendung, Jawa Barat dan pembenahan kurikulum serta
pengembangan kualifikasi pengajar; (5) perbaikan sistem rekrutmen calon hakim
dan perbaikan seleksi ketua pengadilan; (6) mendorong keterbukaan informasi
melalui Surat Keputusan Ketua MA RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang
Keterbukaan Informasi di Pengadilan; serta (7) penguatan sistem pengawasan
internal dan penguatan hubungan dengan Komisi Yudisial (KY).[8]
Pembenahan pada
periode tersebut dalam pelaksanaannya masih belum sesuai harapan sebab keberhasilan program dan capaian yang
diperoleh MA baru 30% sehingga kinerja lembaga peradilan tetap mendapat sorotan
dari berbagai kalangan, antara lain mengenai informasi proses peradilan yang
tertutup, biaya berperkara yang tinggi, masih sulitnya akses masyarakat miskin
dan terpinggirkan, serta proses penyelesaian perkara yang dirasakan masih
sangat lama.[9]
Merespon berbagai tanggapan
negative tersebut MA lebih giat melakukan pembenahan. Pada Tahun 2009 MA
merumuskan visi yang menyatakan “Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang
Agung”. Untuk mencapai visi tersebut maka dirumuskan Misi Badan Peradilan
Indonesia Tahun 2010-2035 yang menyatakan:[10]
1.
Menjaga kemandirian badan peradilan
2.
Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
3.
Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan
4.
Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan
Suatu peradilan sudah memenuhi kualifikasi sebagai
badan badan peradilan yang agung oleh MA dibuatkan 10 indikator dalam Dokumen
Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yakni:[11]
1.
Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif, dan
berkeadilan.
2.
Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang
dialokasikan secara proporsional dalam APBN.
3.
Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang
jelas dan terukur.
4.
Menyelenggarakan manajemen dan administrasi proses perkara yang
sederhana, cepat, tepat waktu, biaya ringan dan proporsional.
5.
Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang
aman, nyaman, dan kondusif bagi penyelenggaraan peradilan.
6.
Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan kriteria
obyektif, sehingga tercipta personil peradilan yang berintegritas dan
profesional.
7.
Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan
jalannya peradilan.
8.
Berorientasi pada pelayanan publik yang prima.
9.
Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas,
dan transparansi.
10.
Modern dengan berbasis Tekhnologi dan Informasi (TI) terpadu.
Salah satu indikator
yang digunakan oleh MA sebagaimana di atas adalah penekanan pada peradilan yang
berbasis TI terpadu. Hal tersebut merupakan pilihan yang sangat tepat mengingat
tantangan zaman di era revolusi Industeri 4.0 saat ini. Revolusi industri 4.0 sebagaimana dinyatakan
oleh Angela Merkel selaku Kounselir Jerman yang memulai era ini adalah transformasi komprehensif dari
keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital
dan internet dengan industri konvensional.[12]
Dalam era ini penggunaan teknologi digital dan internet menjadi suatu
keniscayaan pada setiap bidang. Tidak terkecuali dalam dunia penegakan hukum
khususnya bagi lembaga peradilan penggunaan teknologi digital dan internet
sudah menjadi salah satu kebutuhan dasar.
Berdasarkan latar
belakang tersebut, penelitian ini difokuskan pada permasalahan: (a) Bagaimana Strategi mahkamah agung dalam menghadapi era
industri 4.0 ? dan (b) Bagaimana Penerapan TI di MA guna mewujudkan Badan Peradilan
Indonesia yang agung?.
B.
Metode Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian hukum yaitu penelitian yang kegiatannya mencari
kebenaran yang berkaitan dengan hak dan/atau kewajiban yang diatur oleh hukum[13]. Penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dengan
data berupa buku, artikel, hasil penelitian, dan peraturan perundang-undangan,
serta pendapat ahli yang berkaitan tentang berkaitan dengan fokus penelitian.[14] Dalam
penelitian hukum normatif ini, data yang terkait dengan penelitian ini
dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan melakukan analisis yang
pada dasarnya dikembalikan pada tiga aspek, yaitu mengklasifikasi,
membandingkan, dan menghubungkan. Dengan perkataan lain, peneliti mempergunakan
metode kualitatif, tidaklah semata-mata bertujuan mengungkapkan kebenaran
belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran tersebut.
C.
Pembahasan
1.
Strategi
mahkamah agung dalam menghadapi era industri 4.0
Setiap terjadi revolusi Industri akan diikuti perubahan di dunia
khususnya adanya kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan
pekerjaannya. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris
pada tahun 1784 dengan ditandai penemuan mesin uap oleh James Watt mulai menggantikan pekerjaan manusia dan meningkatkan produktifitas yang bernilai tinggi. Revolusi industri kedua pada tahun 1900-an dengan ditemukannya tenaga
listrik yang menggerakkan mesin-mesin untuk
produksi secara massal. Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun
1970 menjadi tanda revolusi industri ketiga dengan sistem otomasi berbasis komputer membuat mesin industri tidak lagi
dikendalikan manusia.[15]
Dan saat ini dunia memulai revolusi industri keempat atau dikenal dengan
revolusi Industri 4.0 yang mana semua pihak dapat saling terhubung dan bertukar
data dan informasi guna menjalankan kegiatan sehari-harinya.[16]
Istilah Industri 4.0 secara resmi lahir di Jerman saat diadakan Hannover
Fair pada tahun 2011 (Kagermann dkk, 2011).[17] Terdapat beberapa pengertian industri 4.0 selain disampaikan oleh Angela
Markel di atas, diantaranya Lifter dan Tschiener sebagaimana
dikutip Muhammad Yahya menyatakan bahwa industri 4.0 merupakan penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan
cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama
lain secara mandiri.[18] Definisi
lebih teknis diberikan oleh Kagermann dkk yang menyatakan bahwa Industri 4.0 adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS)
ke dalam manufaktur dan logistik serta penggunaan Internet of
Things and Services (IoT dan Ios) ke dalam proses industry dan
akan berdampak pada penciptaan nilai, model bisnis, pelayanan serta kerja
organisasi.[19] Karakter Industri 4.0 adalah adanya peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong
oleh empat factor yakni: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan
konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3)
terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan
instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing.[20]
Revolusi industri sebagaimana namanya pada mulanya merupakan ranah ekonomi
dan dalam perkembangannya menjadi luas cakupannya pada segala aspek kehidupan.
Demikian pula pada industri 4.0 saat ini telah merambah pada segala lini
termasuk sektor kekuasaan kehakiman di bawah MA. Memperhatikan pencetusan istilah
industry 4.0 pada tahun 2011 dan di sisi lain MA juga telah menerbitkan cetak
biru Pembaruan Peradilan tahun 2010-2035 dengan salah satu indikatornya adalah
modernisasi peradilan berbasis teknologi dan informasi maka dapat dikatakan jika
lembaga ini telah sepenuhnya siap dalam menyongsong era industry 4.0. Bahkan jika
ditelisik lebih lanjut apa yang tercantum dalam cetak biru Pembaruan Peradilan
tahun 2010-2035 adalah kelanjutan dari program-program MA dalam memanfaatkan
tenologi informasi pada masa-masa sebelumnya.
Pada tahun 1996, MA mengembangkan
teknologi informasi untuk layanan informasi perkara yang dikenal dengan
akses 121 yang memberikan informasi seputar nomor
perkara, majelis hakim, dan klasifikasi perkara yang bersumber pada data base
yang diinput oleh operator pada setiap direktorat perkara.[21]
Tahun 2001 Akses 121 diganti oleh Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) yakni
akses 14133 yang sudah terhubung dengan interactive voice recognition (IVR).[22] Sistem
tersebut merupakan bagian dari Sistem Informasi Mahkamah Agung RI (SIMARI) yang
mulai berbasis website dan dapat
diakses di alamat http://www.mari.go.id.[23] Setelah masa itu, MA terus mengembangkan
sistem informasi perkara dan setidaknya telah membuat 15 aplikasi. Sayangnya
berdasarkan audit tahun 2007 sebagian besar dari aplikasi tersebut yakni 72% berstatus
telah selesai dikembangkan tetapi tidak operasional.[24]
Berkaca pada ketidakberhasilan program-program sebelumnya maka hadirnya cetak
biru Pembaruan Peradilan tahun 2010-2035 khususnya untuk bidang teknologi dan
informasi disusun secara komprehensif, sistematis dan berkelanjutan serta memiliki
target-target capaian yang realistis. Sasaran dari penerapan TI sebagai sarana
pendukung di MA adalah untuk mencapai:[25]
a. Peningkatan
kualitas putusan, yaitu dengan penyediaan akses terhadap semua informasi yang
relevan dari dalam dan luar pengadilan, termasuk putusan, jurnal hukum, dan
lainnya;
b. Peningkatan
sistem administrasi pengadilan, meliputi akses atas aktivitas pengadilan dari
luar gedung, misalnya registrasi, permintaan informasi, dan kesaksian;
c. Pembentukan
efisiensi proses kerja di lembaga peradilan, yaitu dengan mengurangi kerja
manual dan menggantikannya dengan proses berbasis komputer;
d. Pembentukan
organisasi berbasis kinerja, yaitu dengan menggunakan teknologi sebagai alat
untuk melakukan pemantauan dan kontrol atas kinerja;
e. Pembentukan
lingkungan pembelajaran dalam organisasi, yaitu dengan menyediakan fasilitas e-learning
atau pembelajaran jarak jauh.
Dari sasaran tersebut, tampak bahwa penerapan TI tidak hanya menitikberatkan pada upaya-upaya pencatatan elektronis saja
sebagaimana pengalaman di banyak negara pada masa itu, melainkan juga
mempertimbangkan dinamika dan perubahan yang potensial terjadi, khususnya dalam
memandu perubahan yang dilakukan secara radikal dalam proses kerja yang selama
ini berlaku.[26]
Untuk
mencapai sasaran sebagaimana di atas, MA mendesain penerapan TI secara terpusat
dan tunggal. Ke depan Semua unit organisasi di MA dan badan-badan
peradilan di bawahnya akan diberikan akses pada suatu sistem tunggal yang
dikelola secara terpusat di MA, melalui suatu jaringan komputer terpadu yang
tersebar di seluruh Indonesia. Kontruksi tersebut berkebalikan dengan praktek yang terjadi
sebelumnya dalam pemanfaatan TI di MA dan badan peradilan di bawahnya yang dilakukan
secara sporadis dan parsial sesuai kebutuhan proses kerja yang ada. Berbagai
sistem yang ada juga tidak saling terhubung sehingga tidak bisa memberikan
manfaat yang maksimal bagi organisasi. Adanya system penerapan TI secara
tunggal dan terpusat ini akan menjamin pelaksanaan prosesc kerja yang konsisten di seluruh lini organisasi MA, memudahkan dalam
rotasi, mutasi, pembinaan dan pengawasan pegawai,
serta memudahkan teknis penyediaan, pemeliharaan maupun pengelolaannya.
Dukungan teknis pada setiap unit kerja akan bersifat minimal dan bisa dengan
mudah dialihdayakan ke penyedia TI setempat.[27]
Adapun desain
dari arsitektur penerapan TI yang dibangun MA sebagaimana dijelaskan di atas
digambarkan dalam bagan berikut:
Sumber : MA, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 hlm. 66
Dalam bagan tersebut, Arsitektur sistem
TI terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan platform
utama berada di tengah yakni manajemen data dan informasi. Dalam lapisan platform tersebut ditentukan atas data
dan informasi yang tersedia akan diolah seperti apa dan selanjutnya akan
diapakan. Dalam mengelola data dan informasi ini dilakukan dalam tiga bentuk
yakni pertama, knowledge management ditujukan
untuk pengindeksan, pengelompokan, dan agregasi, maupun
pengolahan pendahuluan untuk membuatnya menjadi informasi yang memiliki makna; kedua, workflow management guna mengatur alur
akses atas
informasi yang tersedia; dan ketiga, yang memiliki hubungan timbal balik dengan
management kedua yakni document
management yang menentukan bagaimana dokumen-dokumen yang berisi informasi
diolah.[28]
Dari data
yang tersedia dari lapisan platform utama di atas akan dipergunakan bersama
oleh layanan aplikasi di MA dan badan peradilan di bawahnya sebagaimana pada
bagan sebelah kanan. Pemanfaatan dalam
bentuk layanan aplikasi tersebut, data dan informasi yang akan digunakan sudah
terpilah sesuai dengan peruntukannya. Pemilahan tersebut secara umum
diklasifikasikan sebagaimana fungsi MA yakni fungsi yudisial dan fungsi non
yudisial. Dalam fungsi yudisial terdapat dua layanan aplikasi yakni case management, dan court management. sedangkan layanan untuk fungsi non yudisial
meliputi human resource management,
financial management, performance and supervision management, dan information retrieval and reporting
management.[29]
Aplikasi case management merupakan aplikasi yang
berkaitan secara langsung dengan pengelolaan perkara yang masuk dalam peradilan
sesuai dengan kewenangan masing-masing lingkungan peradilan. Dalam aplikasi
tersebut akan terhubung dengan platform
workflow, platform document management, dan platform knowledge management. Terhadap platform workflow aplikasi case management akan membantu antara
lain: pengaturan distribusi dan alur perkara, akses para hakim dan panitera,
serta perubahan status putusan. Untuk keperluan pengelolaan dokumen perkara dan
putusan aplikasi ini akan mengakses fungsi yang disediakan platform document
management. Sedangkan terhadap
platform knowledge management aplikasi
tersebut dipergunakan untuk membantu hakim mengambil
keputusan dan mendorong adanya konsistensi hukum misalnya: untuk penelusuran
dan pengelompokan putusan sejenis, melihat kemiripan argumen maupun
pertimbangan hukum yang pernah diambil di masa lalu, dan sejenisnya.[30]
Aplikasi court management merupakan aplikasi yang
memberikan dukungan bagi jalannya pemeriksaan atas perkara-perkara yang masuk
pada lembaga peradilan. Aplikasi tersebut meliputi manajemen sumber daya yang dipakai untuk melakukan proses
persidangan
yang antara lain mencakup panitera, ruang sidang, maupun
penghadiran saksi dan terdakwa, serta penyediaan akses ke pengadilan. Pada managemen ruang persidangan dilakukan
antara lain: perekaman persidangan, transkripsi otomatis, video conference untuk
pemeriksaan saksi, video conference
untuk mediasi dan perekaman pemeriksaan saksi di luar persidangan.
Pemanfaatan
TI selanjutnya adalah untuk mendukung pengelolaan sumber daya manusia di MA
atau human resources management.
Pengelolaan SDM dengan dukungan aplikasi TI mencakup manajemen personalia,
aktivitas promosi-mutasi-rotasi sehingga ada pemerataan antara kebutuhan tenaga
dengan jumlah pekerjaan yang dilaksanakan dalam satuan kerja, pendidikan dan
pelatihan termasuk penyediaan fasilitas untuk pembelajaran, misalnya e-learning
dan modul belajar mandiri untuk topik-topik tertentu sehingga pengetahuan
hakim dan aparatur peradilan memiliki standar yang merata dengan kompetensi
yang sama tinggi. Selain itu aplikasi tersebut juga digunakan untuk penilaian
kerja SDM, pengenaan sanksi dan juga tindakan yang diambil.[31]
Aplikasi
untuk financial management di MA saat
ini sesuai aturan perundang-undangan disediakn oleh Kementerian Keuangan. Yang
perlu dilakukan oleh MA hanya melakukan integrasi dengan kementerian tersebut. Selanjutnya
aplikasi untuk performance and
supervision management dibuat dengan cakupan kontrol terhadap kinerja
proses maupun kontrol terhadap pencapaian target yang sudah dicanangkan sesuai
antara rencana dengan realisasi, serta tindakan-tindakan manajerial yang
dilakukan dengan berbekal hasil kontrol terhadap kinerja tersebut. Sistem TI
akan mencatat capaian kinerja setiap orang baik hakim maupun aparatur
pengadilan, misalnya, berapa lama proses penanganan perkara dilakukan atau
tingkat capaian pemenuhan kebutuhan pendidikan aparatur peradilan sesuai
sasaran yang diinginkan oleh MA. Oleh karena itu, fungsi pengawasan juga akan
terbantu dengan dukungan teknologi ini.[32]
Terakhir
aplikasi pada information retrieval and
reporting management adalah aplikasi yang berkaitan dengan pihak luar
pengadilan khususnya para pencari keadilan. Informasi yang disediakan
melingkupi dua hal yakni informasi berkaitan dengan perkara dan putusan dan
informasi secara umum di luar hal sebagaimana telah disebutkan. Informasi
tersebut sebagian besar disediakan melalui aplikasi sedangkan sebagian
informasi karena sifatnya pengambilannya tetap harus datang ke pengadilan
tetapi pengajuan permohonannya dapat melalui aplikasi. Dalam aplikasi tersebut
selain berkaitan dengan permintaan informasi juga berkaitan dengan mekanisme
pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap hakim dan aparatur pengadilan
lainnya. Sistem pelaporan pelanggaran dibuat secara terpusat dan tindak lanjut
serta hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat secara umum khususnya pihak
pelapor.
Guna
mewujudkan arsitektur yang ideal di atas, MA telah menetapkan road map untuk
mencapai target-target yang konkrit selama masa 2010-2035. MA membagi road map
ke dalam tiga tahapan yang dibagi sebagai berikut:[33]
a. Tahap I
selama 5 (lima) tahun pertama. Sasarannya adalah optimalisasi investasi TI yang
sudah ada, integrasi data dan informasi, serta penyiapan regulasi dan perubahan
kultur kerja dalam rangka menyongsong era bekerja berbasis TI; Selain itu tahap
ini juga merupakan tahap transisi dari tahap pra implementasi ke tahap
implementasi. Pada tahap ini MA perlu melakukan beberapa langkah-langkah
persiapan, khususnya di tahap pertama pemanfaatan TI untuk pembaruan peradilan.
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah penyusunan rencana induk TI,
pembentukan budaya kerja dan tata kelola informasi, persiapan integrasi data,
penyiapan SDM, penyiapan infrastruktur TI.
b. Tahap II,
selama 10 (sepuluh) tahun kedua. Sasarannya adalah terciptanya sistem informasi
yang konsisten untuk seluruh lembaga peradilan sehingga memungkinkan
pemanfaatan data dan informasi untuk menjaga kesatuan hukum dan membuka peluang
untuk peningkatan akses terhadap layanan pengadilan;
c. Tahap III,
selama 10 (sepuluh) tahun ketiga. Sasarannya adalah diintegrasikannya proses
peradilan dengan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk para penegak hukum
lain, dalam kerangka menuju sistem pelayanan hukum terpadu (integrated
justice system).
2.
Penerapan TI di MA guna mewujudkan Badan Peradilan Indonesia yang agung
Setelah diterbitkan Cetak Biru
Pembaruan Peradilan 2010-2035, MA dengan giat melakukan
terobosan-terobosan guna pembenahan peradilan khususnya dengan menerapkan TI. Penggunaan TI akan memungkinkan peradilan melakukan
pengelolaan manajemen internal dan pertanggungjawaban yang lebih baik karena
kegiatan pengadilan tergantung pada akses ke data yang tepat waktu dan akurat
serta dapat diandalkan. Peningkatan kondisi pengadilan melalui penerapan
teknologi informasi akan dapat lebih mendukung tanggung jawab sistem pengadilan
untuk melayani masyarakat, baik dalam memberikan keadilan maupun dalam
memberikan akses ke informasi perkara.[34]
Penerapan TI untuk pembenahan peradilan diimplementasikan dalam semua kewenangan
MA yakni bidang teknis yudisial dan non yudisial yang meliputi pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan. Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa
aplikasi yang menonjol penggunaannya serta dampaknya bagi dunia peradilan yang
masing-masing aplikasi dijelaskan seabagai berikut:
1). Aplikasi-aplikasi MA yang berkaitan dengan
kewenangan yudisial
Pemilihan aplikasi
dalam pembahasan di tulisan ini adalah aplikasi yang diterapkan menyeluruh oleh
Mahkamah Agung pada semua badan peradilan di bawahnya dan memiliki makna yang
sangat penting bagi proses peradilan itu sendiri. Aplikasi-aplikasi yang belum
diterapkan secara menyeluruh di semua badan peradilan seperti auto text recording (ATR) atau yang
hanya berlaku pada satu lingkungan peradilan missal aplikasi Eraterang yang
merupakan aplikasi pelayanan permohonan surat keterangan di pengadilan negeri
tidak di bahas dalam tulisan ini. Aplikasi-aplikasi yang diterapkan menyeluruh
dan memiliki peran penting tersebut antara lain:
a.
Direktori putusan Mahkamah Agung
Direktori putusan MA dibuat pada tahun 2011 guna mendukung SEMA Nomor
14 Tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi
dan Peninjauan Kembali. SEMA tersebut dilihat dari judul memang ruang
lingkupnya hanya pada proses pengajuan kasasi dan peninjauan kembali dan
berhubungan dengan minutasi tetapi secara tujuan sebagaimana tercantum dalam
SEMA juga menegaskan peruntukannya yakni menunjang pelaksanaan transparansi dan
akuntabilitas serta pelayanan publik pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di
bawahnya.[35] Berdasarkan hal tersebut maka direktori putusan sejak awal didesain untuk
pembenahan internal sekaligus untuk penyediaan informasi atas putusan-putusan
yang ada pada Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya.
Pengiriman dokumen elektronik berupa putusan tingkat pertama dan
banding ke MA serta hal-hal yang berkaitan dengannya sifatnya wajib dan apabila
tidak diindahkan maka dokumen pengajuan kasasi atau PK akan dinyatakan berkas
tidak lengkap dan akan dikembalikan kepada pengadilan yang mengajukan.[36]
Aplikasi direktori putusan lebih disempurnakan pada tahun 2014 yang
memungkinkan untuk mengirim berkas dengan jumlah dan varian yang lebih banyak.
Hal tersebut diatur sebagaimana SEMA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan SEMA
Nomor 14 Tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan
Kasasi dan Peninjauan Kembali yang disusun guna mendukung Keputusan Ketua MA
Nomor 119/KMA/SK/VII/2013 yang mengubah system pemeriksaan berkas di MA dari
sistem bergilir menjadi sistem bersamaan. Dalam sistem pemeriksaan tersebut,
adanya dokumen elektronik akan membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien
karena bias terdistribusi dengan cepat serta hemat kertas. SEMA tersebut juga
menentukan bahwa penyertaan dokumen elektronik wajib dilakukan melalui fitur
komunikasi data pada Direktori Putusan MA.
Saat ini, direktori putusan MA telah lebih disempurnakan lagi dengan
titik tekan transparansi sesuai Keputusan KMA Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan
Informasi di Pengadilan. Desain tersebut bertujuan memastikan
adanya informasi yang lengkap bagi masyarakat secara cepat dan murah. Direktori putusan bias diakses dengan membuka https://putusan3.mahkamahagung.go.id. Menu yang tersedia sudah
cukup lengkap dan sangat membantu untuk menemukan putusan. Di dalamnya berisi jumlah
putusan yang didasarkan pada klasifikasi misal perdata, perdata militer,
perdata agama, pidana dls; lingkungan peradilan yang memutus; dan tahun putusan
dan tentu saja juga dapat melakukan pencarian menggunakan kata kunci tertentu
pada kolom pencarian. Selain itu berkaitan putusan juga dilengkapi dengan
putusan pilihan, kaedah hukum yang lahir dari putusan, restatemen yakni kutipan
dari buku atau pendapat ahli yang dijadikan rujukan dalam pertimbangan beberapa
putusan, rumusan kamar tentang pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam
memeriksa perkasa serta yurisprudensi. Di luar yang berkaitan dengan perkara,
direktori putusan juga berisikan peraturan baik oleh MA maupun peraturan
perundang-undangan lainnya yang relevan dengan peradilan.
b.
Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP)
Diluncurkannya aplikasi SIPP oleh MA
merupakan proses panjang lebih dari satu dasawarsa sebelumnya dan setelah
melalui beberapa pergantian aplikasi yang diterapkan di MA untuk menelusuri
perkara. Tercatat dari tahun 1996 diluncurkan akses 121 kemudian tahun 2001 diganti akses 14133 yang merupakan bagian dari Sistem Informasi
Administrasi Perkara (SIAP) sebagaimana telah di jelaskan di atas. Pada
tahun 2009, MA dengan bantuan dari InACCE/USAID menerapkan Sistem Manajemen Perkara
Pengadilan (SMPP) di beberapa pengadilan percontohan. Sayangnya penerapan SMPP
tidak sesuai harapan karena kurang atau tidak tersedianya fasilitas untuk
pelaporan internal dan pelayanan informasi publik yang merupakan dua kebutuhan
pokok pengadilan serta pada sisi yang lain kecanggihan teknologi yang digunakan
tidak sesuai dengan daya dukung internal pengadilan baik dari sisi sumber daya
manusia maupun anggaran untuk pemeliharaan dan pengelolaan lisensi perangkat
lunak yang digunakan.[37]
Pada tahun 2010 melalui bantuan dari Proyek C4J/USAID mengembangkan Sistem
Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) atau Case Tracking System (CTS). SIPP
versi 1 diluncurkan oleh Ketua MA di Pengadilan Negeri Palembang pada tahun
2011. Pada tahun tersebut secara bertahap Badan Peradilan di bawah MA
menerapkan SIPP yakni dimulai dari Badan Peradilan Umum pada tahun tersebut,
selanjuta Badan Peradilan Agama dan Badan Peradilan TUN serta Militer pada
tahun 2016.[38]
Saat ini SIPP yang digunakan adalah versi 3.3.0-1 dan sudah dilakukan banyak penyempurnaan. SIPP yang pada awalnya
ditujukan untuk memenuhi keterbukaan informasi publik pada perjalanannya juga memiliki
fungsi terkait pengadministrasian perkara dan juga pengawasan. Berkaitan dengan
informasi publik dengan membuka SIPP oleh pihak luar dapat diketahui informasi
mengenai jenis perkara apa yang dicari; nomor serta pihak; data umum perkara
terkait pendaftaran/register, para pihak, dan deskripsi perkara yang diperiksa;
penetapan-penetapan meliputi penetapan Hakim/Majelis Hakim, Panitera Pengganti,
jurusita dan Penetapan Hari Sidang; Jadwal persidangan yang sudah dilaksanakan
dan yang akan dilaksanakan; putusan/penetapan, biaya perkara, upaya hokum dan
seterusnya. Para pihak atau masyarakat dapat memantau persidangan, status
perkara dan apa amar putusan/penetapan yang dijatuhkan dari tingkat pertama
hingga upaya hokum terakhir melalui aplikasi tersebut.
Bagi internal pengadilan SIPP dapat membantu
dalam pengadministrasian perkara yang sedang diperiksa dari pendaftaran hingga
minutasi. Saat ini pendaftaran perkara di Panitera Muda masih mencatatkan pada
buku register dan jurnal biaya perkara meskipun fungsi tersebut sudah ada pada
SIPP. Ke depan semua jenis register dan jurnal perkara serta laporan perkara secara
manual semestinya tidak diperlukan lagi dan cukup melalui SIPP. Hal tersebut
akan menjadikan pelaksanaan kegiatan efektif dan efisien. Efektif karena tidak
perlu melakukan pekerjaan yang sama dua kali dan efisien karena menghemat
kertas mengingat sebagai contoh di pengadilan negeri biasa saja membutuhkan
sebanyak 37 jenis register dan laporan, belum ditambah pengadilan negeri
khusus, lingkungan peradilan agama, TUN dan militer. [39]
Bagi Ketua Pengadilan SIPP dapat mempermudah
dalam melakukan penetapan bagi Hakim/Majelis Hakim yang memeriksa sedang bagi
panitera untuk menunjuk panitera pengganti dan jurusita/ jurusita pengganti.
Selanjutnya untuk hakim digunakan untuk mempelajari berkas bagik gugatan,
permohonan maupun dakwaan, menetapkan hari sidang, court calendar, serta saat
menyusun putusan dll. Begitupula dengan panitera pengganti dipergunakan untuk
memudahkan menyusun Berita Acara Sidang, penundaan dll. Intinya bagi proses
pemeriksaan perkara SIPP memiliki fungsi lengkap yang dapat menggantikan proses
manual ke dalam proses digital.
Fungsi lain dari SIPP yang tidak kalah
penting adalah dipergunakan dalam pengawasan kinerja. SIPP yang tersambung dengan
aplikasi Monitoring Implementasi SIPP dapat memantau ketaatan bagi Hakim maupun
aparatur pengadilan lainnya dalam menjalankan kewajibannya berdasarkan SIPP. Karena
semua pelaksanaan pekerjaan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara terekam
dalam SIPP maka dari pimpinan pengadilan maupun dari Direktorat Badan Peradilan
masing-masing dapat melakukan pengawasan dan pembinaan agar patuh untuk
menjalankan tugasnya. Efek positif dari adanya pengawasan tersebut
perkara-perkara yang diperiksa dalam kondisi normal dapat selesai lebih cepat
sehingga memenuhi asas peradilan sederhana, cepat dan berbiaya ringan.
c.
Video confrence dalam pemeriksaan perkara
Pemanfaatan teknologi berupa video conference saat ini dalam memeriksa
suatu perkara sudah menjadi kebutuhan bagi pengadilan. Ada banyak alasan yang
menjadikan seseorang yang memiliki kepentingan/keterkaitan dengan perkara tidak
dapat hadir/dihadirkan dalam persidangan. Untuk mengakomodasi alasan-alasan
yang dianggap urgen dan masuk akal tersebut dan supaya proses persidangan tetap
harus dilangsungkan maka penggunaan video conference menjadi salah satu
tawaran solusi. Dalam prakteknya sesuai peraturan perundang-undangan telah ada tiga
mekanisme penggunaan teknologi tersebut yakni pada pemeriksaan perkara tindak
pidana yang berkaitan dengan anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi, dalam
perkara perdata saat mediasi dan dalam pemeriksaan saksi/ahli perkara dalam
pemeriksaan E-litigasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Anak bagi anak korban dan anak saksi yang tidak dapat hadir dalam persidangan
maka Hakim dapat memerintahkan agar mereka dapat didengar keterangannya melalui
pemeriksaan
langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual dengan didampingi oleh
orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya.[40]
Penggunaan video cofrence dalam mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 5 ayat
(3) menyatakn Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual
jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan. Sedangkan dalam pemeriksaan saksi/ahli perkara perdata Pasal 24 PERMA
Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara
Elektronik dapat dilakukan dengan dua syarat yakni persidangan dilakukan dari awal
secara elektronik dan disepakati oleh para pihak.
Sebagai tambahan saat ini dalam kondisi adanya pandemic covid 19,
Pengadilan-Pengadilan mengambil inisiatif untuk menggunakan video conference
dalam memeriksa perkara pidana, pidana militer dan jinayat bagi perkara yang
dibatasi waktu pemeriksaaanya. Hal tersebut mengambil rujukan dari SE
Sekretaris MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa
Penyebaran Corona Virus Disease 19 (Covid-19) di Lingkungan Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang ada di bawahnya.
d. E-Court sebagai aplikasi administrasi perkara dan persidangan secara elektronik
Pada tahun 2018 MA membuat terobosan yang
sangat progresif dengan mengeluarkan PERMA Nomor 3 Tahun 2018 tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Melalui PERMA tersebut
untuk perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata usaha negara
dalam pendaftaran, pembayaran biaya perkaran serta pemanggilan dan pemberituhan
putusan kepada para pihak dilakukan secara elektronik. Setahun selanjutnya
system yang dibangun disempurnakan yakni dengan diterbitkannya PERMA Nomor 1
Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara
Elektronik. PERMA terakhir mencabut PERMA sebelumnya. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun
2019 a quo selain menambahkan pada materi muatan aturan juga memperluas
cakupan pengaturan yakni pertama, penggunaan system administrasi perkara tidak
hanya pada tingkat pertama melainkan juga untuk banding dan kasasi; kedua,
pengguna layanan administrasi perkara secara elektronik yang diatur tidak hanya
pengguna terdaftar yang berasal dari advokat tetapi juga pengguna lain yang
berasal dari individu, wakil dari pemerintah, wakil perusahaan dan juga kuasa
insidentil.
Aplikasi untuk mendukung kebijakan tersebut
diberi nama E-Court yang memuat dua hal besar yakni administrasi perkara dan
persidangan secara elektronik. Dalam administrasi perkara dibagi menjadi tiga
aplikasi yakni pendafatran (E-Filling), pembayaran biaya perkara (E-Payment)
dan pemanggilan dan pemberitahuan putusan (E-Summon). E-Filling merupakan
aplikasi yang digunakan untuk pendaftaran perkara ke pengadilan.
Prosedurnya dalam pendaftaran saat ini
sudah dapat dilakukan baik oleh pengguna terdaftar ataupun pengguna lain. Dalam
mengajukan pendaftaran gugatan/permohonan melalui e-filling dilakukan
sekaligus dengan menyertakan bukti-bukti surat dalam bentuk dokumen elektronik.
Selanjutnya penggungat/pemohon membayar panjar biaya perkara dengan jumlah yang
ditaksir secara elektronik dan dengan cara pembayaran elektronik ke Bank yang
telah ditunjuk dengan bantuan aplikasi E-Payment. Setelah perkara
diverifikasi dan teregisterasi serta memperoleh nomor perkara kemudian
dilakukan pemanggilan secara elektronik melalui E-Summon. Pemanggilan tidak perlu lagi menggunakan
relaas yang diantar ke domisili yang dipilih Penggugat/Pemohon melainkan
dikirimkan ke dalam domisili elektronik. Begitu pula ketika akan mengirimkan
pemberitahuan putusan.[41]
Adapun terkait persidangan secara elektronik
telah diakomodir dalam aplikasi E-Litigasi. Dalam sidang secara elektronik
kehadiran para pihak dalam ruang persidangan sangat sedikit intensitasnya. Terhadap
suatu perkara perdata yang disidangkan secara elektronik maka para pihak hanya
perlu hadir dalam sidang pertama, mediasi dan sidang pembuktian. Hal itupun
jika para pihak setuju maka mediasi dan pemeriksaan keterangan saksi dan/atau
ahli dapat dilakukan secara jarak jauh dengan media audio visual (video
conference). Proses persidangan dengan acara penyampaian gugatan /
permohonan / keberatan / perlawanan / intervensi beserta perubahan, jawaban,
replik, duplik, pembuktian, kesimpulan dan pengucapan putusan penetapan dapat
dilakukan secara elektronik tanpa perlu kehadiran para pihak dalam ruang
sidang. Terhadap penerapan persidangan secara elektronik sampai saat ini masih
menimbulkan polemik apakah sesuai atau tidak dengan hukum acara yang berlaku.
2). Aplikasi di MA yang
berkaitan dengan kewenangan non yudisial
Aplikasi-aplikasi yang dibahas dalam tulisan ini adalah yang penulis
anggap penting khususnya yang berkesesuaian dengan arsitektur TI di atas yakni
berkaitan dengan human resource management, financial management,
performance and supervision management, dan information
retrieval and reporting management. Beberapa aplikasi yang
terkait secara langsung antara lain :
a.
SIKEP sebagai sarana pembinanaan SDM
Mahkamah Agung memiliki ribuan jumlah pegawai yang tersebar baik di
Mahkamah Agung maupun badan peradilan di bawahnya. Agar tercipta personil
peradilan yang berintegritas dan professional maka atas perlu dibangun manajemen
kepegawaian yang baik. Untuk
membangun manajemen tersebut diperlukan data dan dokumen kepegawaian yang
tersusun dengan baik dan mudah diakses sehingga menjadi acuan dalam melakukan
pemberdayaan. Untuk kebutuhan tersebut MA meluncurkan aplikasi yang diberi nama
SIKEP atau Sistem Kepegawaian.
Sistem kepegawaian (SIKEP) Mahkamah Agung diluncurkan pertama kali pada
tahun 2010 yakni SIKEP Versi 1. Dalam SIKEP Versi tersebut dimanfaatkan untuk merekam data dan
dokumen elektronik bagi seluruh pegawai MA dan badan-badan peradilan lainnya. Dalam versi tersebut semua data pegawaia disimpan secara elektronik
dan memudahkan ketika dilakukan pencarian di banding dengan penyimpanan kertas.
Pada tahun
2015 MA diluncurkan SIKEP versi 2 dengan tambahan fungsi yaitu merekam data terkini bagi
pegawai MA. Aplikasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk pelayanan di bidang
kepegawaian seperti layanan Kenaikan Pangkat Otomatis (KPO), layanan ujian dinas bagi
pegawai secara online (e-Exam) dari satuan kerja di seluruh Indonesia,
layanan proses promosi dan mutasi melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (Baperjakat) dll.[42]
Dalam SIKEP versi saat ini fitur-fitur yang tersedia di dalamnya adalah
presensi online dengan status presensi masuk atau tidak masuk. Jika memilih
tidak masuk selanjutnya mengisi alamat presensi dan keterangan tidak masuk
apakah work from home, izin, cuti atau sakit. Fitur selanjutnya yang terdapat
dalam SIKEP berupa profil pegawai yang memuat data pokok yang di dalamnya
berupa biodata, alamat, kartu pegawai dan kartu pasangan, identitas pasangan,
identitas anak, dan juga saudara. Dakam biodata tersebut jika suami maupun
isteri keduanya adalah pegawai / aparatur di MA maka bias didekatkan dalam
mutasi / promosi /rotasi. Data kepegawaian selanjutnya berisi riwayat pekerjaan
selama di MA; riwayat pendidikan; riwayat diklat yang diikuti dengan
penyelenggara MA; penilaian-penilaian terhadap Sasaran Kinerja pegawai (SKP), Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), angka kredit, penghargaan dan
prestasi serta data lain semisal kesehatan, organisasi yang diikuti dll.
Data-data tersebut menjadi dasar yang valid untuk melakukan pemetaan dalam
proses manajemen kepegawaian terhadap personil yang bersangkutan.
b.
E-Learning sebagai metode pembelajaran diklat
secara elektronik
Guna meningkatkan pengetahuan dan skill bagi Hakim maupun aparatur
pengadilan lainnya Mahkamah Agung meluncurkan E-Learnig yakni aplikasi yang
membantu dalam pembelajaran saat dilakukan diklat. Konsep yang dikembangkan
menekankan pada pembelajaran yang paperless. Selain itu dengan seluruh
materi yang terekam pada aplikasi maka sewaktu-waktu dapat dibuka kembali utuk
dipelajari. Aplikasi tersebut mengakomodadi semua jenis diklat di MA yang
meliputi diklat manajemen dan kepemimpinan yang ditujukan untuk pengembangan
leadership dan diklat teknis peradilan untuk memantabkan pengetahuan dan
kemampuan dalam memeriksa perkara. Selain itu aplikasi ini juga menfasilitasi
ujian-ujian untuk kenaikan pangkat yakni ujian penyesuaian ijasah dan ujian
dinas elektronik.
c.
SIWAS
Sebelum ada SIWAS
pegaduan dilakukan melalui pesan singkat berupa SMS yang diatur dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Nomor 076/KMA/SK/VI/2009 mengenai penanganan Pengaduan dan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Nomor 216/KMA/SK/XII/2011 pedoman penanganan Pengaduan melalui layanan
pesan singkat (SMS). Untuk menyesuaikan dengan kebutuhan zaman MA menerbitkan PERMA Nomor 9
Tahun 2016 Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistle
Blowing System) di Mahkamah Agung dan Peradilan yang berada di bawahnya. Dalam
PERMA tersebut diperkenalkan aplikasi Sistem
Informasi Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia (SIWAS MA-RI) yakni aplikasi pengelolaan Pengaduan yang disediakan
oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Aplikasi SIWAS
menjadi muara dari segala jenis saluran pengaduan di Mahkamah Agung. Dalam
aplikasi di website tersebut prosedur mengajukan pengaduan sangat mudah yakni
tinggal login atau melakukan register dan selanjutnya memberikan informasi yang
memenuhi unsur 5W+IH. Dalam pengaduan ini identitas pelapor dijamin
kerahasiaanya. Adapun tindak lanjut atau hasil dari pengaduan akan
dipublikasikan dalam website Badan Pengawas Mahkamah Agung.
D. PENUTUP
Mahkamah Agung dalam era industry 4.0 telah lebih dari siap untuk
berperan aktif dalam momentum tersebut. Cetak biru Pembaruan Peradilan yang
didesain untuk periode 2010-2035 telah sesuai dengan tuntutan zaman dan hanya
perlu untuk menjaga agar rencana tersebut tetap dijalankan dengan baik.
Pengalaman yang terjadi selama ini dengan dikembangkannya berbagai aplikasi
telah menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil melewati jalur yang benar. Untuk
menghadapi masa yang akan datang, khususnya pasca 2035 sebagaimana batas dari
Cetak biru tersebut harus mulai dipikirkan dan dirancang sebaik mungkin.
Bayangan akan masa depan tidak semestinya dilihat secara linear melainkan harus
dilihat secara melompat dengan prediksi yang melampaui zamannya. Begitupula
dengan aplikasi yang didesain haruslah mampu untuk memprediksi jauh di masa
yang akan datang sehingga mampu bertahan dan tidak tertinggal oleh zaman.
Daftar Pustaka
Buku
Istanto, Sugeng, Usulan Penelitian
(Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian & Tesis Program Pascasarjana UGM:
Khusus untuk Program Studi Hukum, tanpa tahun, tidak diterbitkan
Kagermann,
H., Wahlster.W. and Johannes, H. Recommendations
for Implementing the Strategic Initiative Industrie
4.0. (Forschungsunion, 2013)
Mahkamah
Agung. Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. (Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2010)
Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Buku VI
Kekuasaan Kehakiman, (Jakarta: Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi, 2010)
Soekanto, Soerdjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat..(Rajawali Press, Jakarta. 2001)
Jurnal/Makalah
Adib Zain,
Mochamad, Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Admistrasi Perkara Berbasis
Elektronik: Tinjauan Penerapan SIPP, Makalah dipresentasikan guna ujian
magang calon hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta pada 5 Desember 2018.
Prasetyo, Hoedi dan Wahyudi Soetopo, Industri
4.0: Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset, Jurnal Teknik
Industri, Vol. 13 No. 1
Nursobah, Asep,
Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk
Mendorong Percepatan Penyelesaian Perkara di Mahkamah Agung, Jurnal Hukum
dan Peradilan, Volume 4, No. 2 Juli 2015.
Yahya, Muhammad ,Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan
Pendidikan Kejuruan Indonesia, Makalah disampaikan pada Sidang
Terbuka Luar Biasa Senat Universitas
Negeri Makassar tanggal 14 Maret 2018, https://doi.org/10.1080/15298868.2011.636509 (diakses 17 April
2020)
Internet
Abdullah,
Peuncuran Integrasi Manajamen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi dalam
Aplikasi Informasi Kepegawaian (SIKEP) Mahkamah Agung https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3355/peluncuran-integrasi-manajemen-sumber-daya-manusia-berbasis-kompetensi-dalam-aplikasi-sistem-informasi-kepegawaian-sikep-mahkamah-agung (diakses 24 April
2020 )
Dirjen
Badilum, Road Map Rencana Pengembangan Sistem
Penelusuran Informasi Perkara Mahkamah Agung Tahun 2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 24 April
2020)
Direktorat
Jendral Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Road Map Pengembangan Sistem Penelusuran Informasi Perkara Mahkamah
Agung RI Tahun 2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 26 April
2020)
Hukum Online, MA Rancang Ulang Cetak Biru Pembaruan, https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol21371/ma-rancang-ulang-cetak-biru-pembaharuan/ (diakses 16 April 2020).
Kagermann, H.,
Lukas, W.D., & Wahlster, W. (2011). Industrie 4.0: Mit dem Internet der
Dinge auf dem Weg zur 4. industriellen Revolution https://www.ingenieur.de/technik/fachbereiche/produktion/industrie-40-mit-internet-dinge-weg-4-industriellen-revolution/ (diakses 17 April
2020)
Kemenperin, Industri 4.0 Ciptakan
Efisiensi Produksi dan Profesi Baru, https://kemenperin.go.id/artikel/19094/Industri-4.0-Ciptakan-Efisiensi-Produksi-dan-Profesi-Baru (diakases 21 April
2020)
Merkel, Angela, Speech by Federal Chancellor Angela Merkel to The OECD Confrence, https://www.bundesregierung.de/breg-en/chancellor/speech-by-federal-chancellor-angela-merkel-to-the-oecdconference-477432, (diakses 16 April
2020).
Schlechtendahl,
J., Keinert, M., Kretschmer, F., Lechler, A., & Verl, A.. Making existing production systems Industry
4.0-ready, https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_production_systems_Industry_40-ready (diakses 21 April
2020)
Peraturan Perundang-Undangan
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998 TAHUN 1998 tentang
Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi
Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 tentang Peradilan Umum,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan
di Pengadilan Secara Elektronik.
SE Dirjen
Badan Badan Peradilan Umum Nomor 559/DJU/HK.007/VI/2012 tentang Pelaksanaan Sistem
Informasi Penelusuran Perkara di lingkungan Peradilan Umum;
Surat Direktur
Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 0458/DjA/HM.02.3/2/2016 perihal Implementasi Aplikasi SIPP Versi 3.1.1 di Lingkungan Peradilan Agama
[1] Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 tentang Peradilan Umum, Pasal 7
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 5
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1985 tentang Peradilan Agama, Pasal 6 dan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[2] Lampiran huruf c Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998 TAHUN 1998 tentang
Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi
Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.
[3] Mahkamah Konstitusim Naskah
Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Latar
Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Buku VI Kekuasaan Kehakiman,
(Jakarta: Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010), hlm. 461
[4] Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
[5] Mahkamah Agung. Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035. (Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2010) hlm7
[6]Hukum Online, MA Rancang Ulang Cetak Biru
Pembaruan, https://m.hukumonline.com/berita/baca/hol21371/ma-rancang-ulang-cetak-biru-pembaharuan/ (diakses 16 April 2020).
[7]Mahkamah Agung. 2010. Op.Cit hlm. 10
[8] Ibid. hlm. 9
[9] Ibid.
[10] Ibid. hlm. 21
[11] Ibid. hlm.20
[12] Angela Merkel, Speech by
Federal Chancellor Angela Merkel to The OECD Confrence, https://www.bundesregierung.de/breg-en/chancellor/speech-by-federal-chancellor-angela-merkel-to-the-oecdconference-477432, (diakses 16 April
2020).
[13] Sugeng Istanto, Usulan Penelitian
(Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian & Tesis Program Pascasarjana UGM:
Khusus untuk Program Studi Hukum, tanpa tahun, tidak diterbitkan, hlm. 1.
[14] Soerdjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat..(Rajawali Press, Jakarta. 2001) Hlm 23
[15] Hoedi Prasetyo dan
Wahyudi Soetopo, Industri 4.0: Telaah
Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset, Jurnal Teknik Industri, Vol.
13 No. 1, hlm. 18/ ; lihat Kemenperin, Industri
4.0 Ciptakan Efisiensi Produksi dan Profesi Baru, https://kemenperin.go.id/artikel/19094/Industri-4.0-Ciptakan-Efisiensi-Produksi-dan-Profesi-Baru (diakases
21 April 2020)
[16] Schlechtendahl, J., Keinert, M.,
Kretschmer, F., Lechler, A., & Verl, A.. Making existing production systems Industry 4.0-ready, https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_production_systems_Industry_40-ready (diakses
21 April 2020)
an Schlechtendahl ·Matthias Keinert ·
Felix Kretschmer ·Armin Lechler ·
Alexander Ver https://www.researchgate.net/publication/267271828_Making_existing_production_systems_Industry_40-ready
[17] Kagermann, H., Lukas, W.D., &
Wahlster, W. (2011). Industrie 4.0: Mit dem Internet der Dinge auf dem Weg zur
4. industriellen Revolution https://www.ingenieur.de/technik/fachbereiche/produktion/industrie-40-mit-internet-dinge-weg-4-industriellen-revolution/ (diakses
17 April 2020)
[18] Muhammad Yahya, Era
Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia,
Makalah disampaikan pada Sidang
Terbuka Luar Biasa Senat Universitas
Negeri Makassar tanggal 14 Maret 2018, https://doi.org/10.1080/15298868.2011.636509 (diakses
17 April 2020)
[19] Kagermann, H., Wahlster.W. and
Johannes, H. Recommendations for
Implementing the Strategic Initiative Industrie
4.0. (Forschungsunion, 2013) Hlm. 14
[20] Lee, J., Lapira, E., Bagheri, B.,
Kao, H., (2013). Recent Advances and
Trends in Predictive Manufacturing Systems in Big Data Environment dalam Muhammad
Yahya, Op.Cit
[21] Asep Nursobah, Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Mendorong Percepatan Penyelesaian
Perkara di Mahkamah Agung, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 4, No. 2 Juli
2015. Hlm. 329
[22] Ibid, hlm 330
[23] Ibid.
[24] Ibid.
[25] Mahkamah Agung, Op.Cit. hlm 70
[26] Ibid.
[27] Ibid. hlm. 65-75
[28] Ibid. hlm. 66
[29] Ibid.
[30] Ibid. hlm. 67
[31] Ibid.
[32] Ibid. hlm. 68
[33] Mahkamah Agung, Op.Cit. hlm 69-70
[34] Dirjen Badilum, Road Map Rencana Pengembangan Sistem Penelusuran Informasi Perkara
Mahkamah Agung Tahun 2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 24 April
2020)
[35] SEMA Nomor
14 Tahun 2010 tentang Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi
dan Peninjauan Kembali.
[36] Ibid
[37] Direktorat Jendral Badan Peradilan
Umum Mahkamah Agung, Road Map
Pengembangan Sistem Penelusuran Informasi Perkara Mahkamah Agung RI Tahun
2015-2019. https://badilum.mahkamahagung.go.id/index.php?option=com_attachments&task=download&id=125 (diakses 26 April
2020)
[38] Pada lingkungan peradilan umum melalui
SE Dirjen Badan Badan Peradilan Umum Nomor 559/DJU/HK.007/VI/2012 tentang
Pelaksanaan Sistem Informasi Penelusuran Perkara di lingkungan Peradilan Umum;
pada lingkungan Peradilan Agama melalui surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 0458/DjA/HM.02.3/2/2016 perihal Implementasi Aplikasi SIPP Versi 3.1.1 di
Lingkungan Peradilan Agama sedangkan untuk lingkungan peradilan TUN melalui Surat
Edaran Dirjen. Badilmiltun. No. 185/Djmt.3/SE/2/2016 Tentang Penggunaan
Aplikasi SIPP v.311 Di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
[39] Mochamad Adib Zain, Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Admistrasi Perkara Berbasis
Elektronik: Tinjauan Penerapan SIPP, Makalah dipresentasikan guna ujian
magang calon hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta pada 5 Desember 2018.
[40] Pasal 58 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Anak
[41]Pasal 5 – Pasal 18 PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
[42] Abdullah, Peuncuran Integrasi Manajamen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi dalam Aplikasi Informasi Kepegawaian (SIKEP) Mahkamah Agung https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/3355/peluncuran-integrasi-manajemen-sumber-daya-manusia-berbasis-kompetensi-dalam-aplikasi-sistem-informasi-kepegawaian-sikep-mahkamah-agung (diakses 24 April 2020 )