Kamis, 14 Oktober 2010

alternatif sistem pendidikan kita

Pesantren Jawaban atas Tantangan Masa Depan Pendidikan Indonesia

Tanggal 2 mei merupakan salah satu hari istimewa bagi negara ini. Karena di tanggal ini diperingati hari untuk mengenang tonggak awal sejarah pendidikan kita. Adalah Ki Hajar Dewantara salah se’orang pahlawan yang terlibat aktif dalam perjuangan pergerakan Revolusi yang mula-mula merintis lembaga pendidikan modern bergaya barat. Lembaga ini dinamakannya oleh beliau taman siswa. Artinya tempat belajar bagi murid-murid yang ngudi ilmu. Pada tanggal ini setiap tahun kita peringati. Bahkan merupakan salah satu hari nasional kita sehingga bertepatan pada tanggal ini dikalender dengan warna merah artinya harus libur dari setiap kegiatan. Pada tanggal ini pula instansi-instansi negara melakukan upacara bendera untuk memperingati salah satu hari bersejarah dalam upaya membangun manusia indonesia yang berpendidikan waktu itu.
Terlepas dari sakralnya hari ini bahwa dalam sistm pendidikan kita yang sekarang masih harus menghadapi masalah-masalah serius untuk menggapai cerahnya masa depan pendidikan negeri ini. jadi bisa tidak ada relevansi yang signifikan untuk menggambarkan pengaruh dari Hari Pendidikan Nasional ( HARDIKNAS) dengan sisitem pendidikan kita dimasa sekarang. Dari seabrek masalah itulah akhirnya penulis mencoba merefleksikan apa sebenarnya pokok masalah yang sedang melanda sistem pendidikan kita. Dalam refleksi tersebut akhirnya penulis menemukan akar masalah dari hal tersebut serta memperoleh alternative solusi yang terbaik untuk menyelesaikannya.
Adalah pondok pesantren yang selama ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah. Dalam arti bahwa keberadaannya dipandang sebelah mata. Begitu pula sepuluhan tahun akhir-akhir ini baru mencuat namanya setelah peristiwa-peristiwa sejarah besar dalam keamanan negeri ini yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan. Pengeboman-pengoboman serta aksi teroris lainnya yang dilakukan oleh Alumni pesantren ini mampu membuat namanya terkenal. Begitu pula secara tidak langsungpesantr lembaga pendidikan yang menggemblengnya ini juga ikut menjadi sasaran kecurigaan Pemerintahan, baik pesantren secara khusus dimana ia pernah belajar maupun pesantren-pesantren lainnya. Dan kondisi ini bisa dirasakan kalangan pesantren pasca kejadian tersebut dan sikap masyarakat yang berubah terhadap kelompok masyarakat keagamaan ini.
Lalu mengapa dipilih pesantren? Apa istimewanya dibanding dengan instansi pendidikan yang lain. Bukankah dari segi manajamen kurang adanya dukungan yang menjamin hal tersebut? Mungkin pertanyaan itu yang timbul untuk menyikapi tawaran ini. dan itu wajar kalau melihat sekilas tentang kondisi-kondisi pesantren yang ada saat ini. terutama yang masih memperhatikan cirri khasnya sebagai pesantren salaf. Stigma negative akan secara langsung tersematkan terhadap lembaga penndidikan ini. Pendidikan warga kelas dua, tempat buangan anak-anak nakal, kumuh, kotor, kudisan dan segudang prestasi negative lainnya. Dan memang inilah cara pandang sebagian masyarakat kita terhadap lembaga pendidikan keagamaan ini.
Dan tidak aneh kalau gambaran diatas akhirnya menjadi landasan untuk mempertanyakan alternative penyelesaian masalah-masalah pendidikan dengan sistem yang digunakan pesantren. Memang kalau dari luarnya demikian adanya dan itu juga dirasakan penulis yang kebetulan lama mendiami “penjara suci ini”. namun lebih mendalam akan ditemukan kelebihan-kelebihan yang luar biasa yang tidak bisa akan diketemukan dalam lembaga pendidikan lain diamanapun di Negara ini.
Ia adalah lembaga yang mula-mula dipilih oleh penyebar islam di nusantara ini, bahkan oleh para sejarawan dikatakan merupakan lembaga yang telah ada jauh sebelum penyebar islam datang di negeri ini. ia adalah lembaga yang berakar sesuai kebudayaan masyarakat. Dan ia lahir dan didirikan ditengah masyarakat dengan tugas utama pelayanan. Oleh karena itu merupakan kebijakan yang sangat tepat mengadopsi sistem ini untuk dipakai dalam penyebaran agama di kala itu. Maka tidak mengherankan jika para da’I yang pada waktu itu berlatar belakang kebudayaan yang berbeda sukses melakuakn da’wahnya justru dengan membaur kebudayaan setempat dengan dukungan sarana lembaga pendidikan bercorak lokal.
Pesantren dimasa sekarang gaya dan sistem yang dipakai adalah masih sama denga gaya dan sistem diwaktu penyebar islam mula-mula menggunakannya sebagai sarana, walaupun sudah mengalami kodifikasi tetapi secara keseluruhan bisa dikatakan demikian. Hal ini bukan berarti bahwa dengan sistem selalu harus dikatakan bahwa pesantern mengalami stagnasi ( kemandegan ) dengan hal demikian justru sebenarnya pesantren adalah lembaga yang dinamis. Ia tidak hanya dituntut meneruskan sistem yang diwariskan tetapi juga harus sesuai dengan kondisi perubahan masyarakat disekitarnya. Karena rasion de etre pesantren adalah dibentuk sebagai pelayanan masyarakat. Maka sudah menjadi semacam ketentuan bahwa keberadaan pesantren harus member manfaat terhadap masyarakat dalam lingkungannya. Dan juga orientasi santri-santri lulusannya diharapkan menjadi tenaga siap pakai dan siap mengabdi kepada masyarakat setelah ia purna belajar di pesantren tersebut. Dan ini merupakan salah satu hal yang menjadi kelebihan pesantren karena tidak ada instansi pendidikan yang mengharuskan alumninya yang mengabdi masyarakat selain pesantren.
Orientasi pesantren yang seperti hal tersebut di atas itu lah yang dibutuhkan masyarakat dan Negara disaat ini. ketika instansi formal pendidikan hanya mengejar pemuasan kepentingan individu pelakunya baik pendidik maupun anak didik maka pesantren tampil dengan wajah baru yaitu anfa_uhum li al-nas ( member manfaat terhadap kemanusiaan). Dan inila yang menjadikan keberadaanya mampu bertahan ratusan tahun ( dalam sejarah keberadaannya terlacak sejak tahun 1596). Berangkat dari hal ini maka akan menarik jikalau kita bandingkan dengan institusi yang lain. Bahwa dengan orientasi tersebut maka pada akhirnya lulusan dari pesantren mau tidak mau harus kembali ke daerah asalnya untuk mengabdikan ilmunya dan pada kenyataanya ilmu yang diperolehnya selalu dibutuhkan di masyatrakatnya ia berasal. Selain dibekelai ilmu agama biasanya santri selama tinggal di pesantren juga belajar cara mempertahankan hidupya, sederhana memang misalnya mencangkul, bertani, tukang namun hal itu cukup membantu ketika ia kembali ke asalnya dan dari hal yang sederhana tersebut membuat mereka yang telah lulus dan siap mengabdi tidak harus bergantung kehidupannya dari belas kasihan masyarakat. Dan setidaknya ini yang tidak dapat diperoleh di institusi lainnya. Kebanyakan di sekolan formal akan diajarkan teori-teori yang terkadang teori tersebut jauh dari kehidupan sehari-hari. Kehidupan perkotaan menjadi tolok ukur dari kurikulum yang di buat dan memang kurikulum di buat oleh orang yang tinggal di kota. Maka tidak heran jika kemudian ia yang mempelajarinya melihat kehidupan perkotaan adalah segalanya bagi masa depannya. Sehingga akibatnya lulusan dari sekolah formal enggan untuk hidup di asalnya apalagi mengabdi pada masyarakatnya.
Dalam perjuangan merebut kemerdekaan pesantren memiliki peran sentral yang tidak bisa dipungkiri lagi. Karena kedekatan dengan masyarakat maka ia menjadi basis perjuangan masyarakat waktu itu. Adanya hal demikian maka pesantren selama masa kolonialisme mengalami perlakuan yang berbeda dengan elemen masyarakat yang lain. Dalam masa penjajahan penduduk di bedakan seperti yang kita tahu ada tiga golongan, kaum eropa/belanda, kaum arab dan cina menempati peringkat kedua dan bangsa pribumi sebagai golongan terakhir. Pertanyaannya adalah mengapa harus dibedakan kedalam ketiga golongan tersebut. Bukankah ordonantie yang mengatur tentang kewarga negaraan Hindia-Belanda waktu itu mulai di terapkan Nusantara hampir secara keseluruhan telah dikuasainya maka harusnya jika kita pakai logika sederhana maka cukup di bedakan antara orang eropa dan non eropa selesai lah sudah urusan namun perpolitikan lebih cerdik dari pada itu. Mereka menyadari bahwa perlawanan rakyat tidak akan pernah efektif jika elemen-elemen mereka dipisiahkan. Terbukti dalam beberapa perlawanan waktu itu banyak terjadi karena pertemuan kekuatan bumi putra dengan golongan timur asing tersebut ( arab, china). Jadi alasan pemisahan bedasar golongan tersebut bukan semata dilandasi karena alasan persaingan perdagangan tapi juga politis. Dalam konteks ini lebih spesifik bahwa orang arab adalah penyebar islam dan sebagian dari mereka adalah golongan intelektual ( ulama ). Dalam masyarakat indonesia islam sudah di peluk oleh sebagian terbesar dari penduduknya maka mereka harus dipisahkan mereka dari kaum cendekiawannya agar tidak terjadi perlawanan. Bukankah kemampuan intelektual yang tidak diimbangi oleh dukungan masa hanya menjadi singa ompong yang tidak berbahaya, dan bukankah masa yang besar tanpa adanya intelektual akan tidak berarti apa-apa karena tidak punya arah tujuan yang jelas.
Alasan di atas akhirnya juga berimplikasi terhadap kehidupan sistem pesantren. Bagaimana tidak? pesantren adalah satu-satunya lembaga yang di milki masyarakat waktu itu. Di dalamnya banyak aktor-aktor intelektual yang potensial untuk mencapai syarat terjadinya suatu penelitian. Lebih spesifik lagi bahwa hubungan masyaraakat indonesia dengan timur tengah tidak hanya terbatas pada masalah perdagangan saja, lebih dari itu hubungan yang terjadi juga masalah intelekual. Setelah lulus dari pesantren bagi para santri yang punya kemampuan berpikir lebih maka mereka tidak hanya mencukupkan dirinya hanya pada pesantren indonesia mereka akan berangkat ketimur tengah misal arab Saudi, mesir, irak dan negara-negara islam lainnya menjadi tempat tujuan selanjutnya untuk memperdalam ilmu keagamaannya. Oleh karena itu politik pemisahan golongan akhirnya juga di tujukan kepada pesantren sebagai lembaga pencetak intelektual yang berbasis masyarakat. Akibatnya maka perlakuan diskriminatif sudah pasti diterimanya bahkan laju geraknya dihambat rezim di kala itu. Dan mudah di pahami jika akhirnya pesantren memilih tempat perlawanannya di daerah-daerah yang jauh dari keramaian kota dan berada di tempat pedalaman yang sulit tersentuh oleh pemerintah colonial waktu itu. Di tempat yang seperti itulah pesantrena akhirnya menjaankan kegiatan rutinitasnya mengajarkan agama sekaligus mempersiapkan kader-kader pejuangnya yang dikemudian hari sangat berguna bagi bangsa ini untuk merebut kemerdekaan dan mempertahnkannya dan korp tentara salah satunya dari elemen santri dalam jajaran Hisbulloh.
Keberadaan pesantren hingga saat ini tidak terlepas dari unsure kyai, santri, Masjid/Mushola , asrama dan kitab kuning. Elemen-elemen tersebut diatas adalah hal terpenting yang harus ada dalam setiap pesantren bagaimana pun keadaannya, salaf atau modernnya. Kyai adalah orang yang mengasuh pesantren itu sekaligus sebagai penguasa atasnya. Bukan berarti kemudian menimbulkan feodalisme seperti yang dinyatakan orang selama ini. asalnya se’orang kyai adalah santri juga. Setelah lulus nyantri ia akan balik ke daerah asalnya untuk menngajarkan ilmunya sebagai bentuk pengabdian masyarakat. Maka berbondong-bondong masyarakat sekitar belajar ilmu padanya. Mula-mula proses ajar mengajar berlangsung dirumah sang kyai, kemudian karena bannyaknya santri yang datang untuk menimba ilmu maka perlu sebuah bangunan yang terpisah dari rumah sang Kyai. Kemudian bangunan itu pada nantinya juga dimanfaatkan sebagai sarana ibadah dan juga kegiatan lain dan kemudian tempat tersebut dikenal sebagai langgar, surau, mushola atau masjid. Santri yang belajar tidak hanya terbatas pada masyarakat sekitar namun juga dari luar daerah tersebut maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut didirikanlah bangunan-bagunan lagi sebagai tempat pemukiman bagi santri yang jauh asalnya. Untuk pengajaran kyai tidak hanya menyampaikannya secara lisan akan tetapi juga menggunakan literature yang telah lama pula di pelajarinya di pesntren. Literature itu umumnya mengguankan bahasa arab dan berasal dari timur tengah yang berisikan ajaran agama. Karena warna kertas yang dipakai umumnya maka kemudian literature itu disebut kitab kuning.
Dalam sistem pembelajaran pesantren ada yang unik, yang tidak lazim di pakai dalam sistem pendidikan modern. Ada yang namanya sorogan yaitu ketika tiap santri belajar langsung di hadapan Kyai maka yang di butuhkan adalah kemampuan individual santri tersebut untuk mempersiapkan apa yang telah di pelajarinya untuk di uji langsung oleh sang Kyai sebagai pemegang otoritas tertinggi ataupun di serahkan kepada ustadz-ustadz yang telah ditunjuknya. Kedua adalah badongan sutu sistem yang dipakai Kyai dalam mengajar santri-santrinya secara keseluruhan. Kyai menjelaskan suatu ilmu kepada santri-santrinya dalam sutu majelis. santri biasanya akan memahami apa yang disampaikan Kyai. Mereka hanya mendengarkan dan mema’nai sesuai dengan penyampaian tersebut dan yang terakhir adalah bahtsul masa’il. Para santri di hadapkan pada masalah yang nyata di hadapi masyrakat kemudian mereka di tuntut untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sering kali dalam karena perbedaan perspektif dalam menyikapi suatu masalah terjadi perdebatan yang alot di antara mereka, dan pada penyikapan ini mereka juga dituntut untuk berytanggung jawab dalam menyampaikan pendapatnya sehingga landasan literature mutlaq diperlukan. Dan kitab kuninglah yang menjadi acuanya. Tujuan dari bahtsul masail ini bahwa para santri di harapkan mampu menghadapi masalah yang sedang di alami oleh masyarakat sehingga apa yang mereka pelajari bukanlah hal yang mengawang dilangit akan tetapi merupakan realitas nyata dan oleh karena itu problem yang di ajukan juga selalu terkait dengan masyarakat.
Diluar ketiga sistem belajar itu santri juga dibudayakan dalam hari-harinya untuk mutholaah terhadap apa yang di pelajarinya. Bahkan tidak jarang mereka harus menghafalkannya. Cara menuju ke jenjang selanjutnya juga berbeda dengan lembaga pendidikan yang lain. Dalam belajar mereka tidak terikat batasan waktu. Misalnya untuk naik kelas bukan tahun yang di hitung tapi kemampuan apakah dia sudah layak untuk mengikuti jenjang selanjutnya, begitu juga untuk kelulusan biasanya sebelum meninggalkan pondok santri harus mengabdi dulu baik kepada pondok itu sendiri maupun kepada masyarakat lingkungan pondok. hal ini menjadikan mereka lebih siap untuk kembali ke masyarakatnya dengan bekal ilmu yang di perolehnya.

Secercah Harapan Masa Depan Pendidikan
Di tengah ketidak pastian bangsa ini, maka dibutuhkan upaya yang sungguh sungguh untuk mengatasi krisis multi dimensi yang sedang melanda indonesia. Tidak hanya menunggu untuk berhentinya masalah tersebut, harus di mulai sekarang dengan melibatkan semua pihak. Politik ekonomi budaya dan juga ilmu pengetahuan adalah masalah-masalah komplek yang dihadapi negeri ini. upaya mencari alternative penyelesaian harus segera di galakkan. Kita tidak hanya mengharapkan cara-cara konvensional untuk membuat formula jitu dalam proses tersebut.
Salah satu dari problem serius diatas adalah pendidikan, dalam konstitusi Negara kita. Pendidikan adalah hak dan ia terdapat dalam pembukaan UU yang kedudukannya bagi Negara ini adalah ruh dan ia tak akan pernah bisa di ubah selama bangsa ini masih bernama indonesia. Ya memang demikian adanya akan tetapi sampai saat ini masalah pendidikan adalah masalah yang selalu santer menjadi perbincangan public. isu sistem pendidikan yang masih jelas bagaimana ke depannya, liberalisasi pendidikan sampai yang terjadi tiap tahun UAN misalnya selalu saja menjadikan timbulnya konflik di Negara ini.
Pesantran adalah salah satu alteranatif terbaik dalam memberikan solusi atas permasalahan pendidikan di indonesia. Wajah pesantren indonesia yang terbukti mampu bertahan sejak asalnya hingga saat ini adalah kelebihan yang luar biasa. Ia mampu bertahan adalah karena kedekatannya dengan masyarakat, ia berperan aktif sebagai pelayan ummat di tiap periode sejarah bangsa ini. sistem yang jelas, orientasi yang jelas dan sesuai dengan jangkauan masyarakat membuatnya survive hingga ssat ini. dan kalau di bandingkan lebih jauh lagi sebenarnya sistem pesantren setara dengan sistem yang dipakai di Negara-negara maju. Misalnya universitas terbaik di dunia ini dalam peringakatnya Harvard adalah sejak berdirinya menggunakan sistem ini, ia mewajibkan mahasiswa-mahasiswanyanya untuk tinggal di asrama, sistem pembelajaran kurang lebih sama serta ia juga mandiri terhadap kekuasaan pemerintah. Begitu juga jepang misalnya di sana jam belajar kira hampir seperti pesantren yaitu di mulai pagi hari sampai sore hari. Begitu juga bisa kita lihat di Negara-negara lain standar yang seperti pesantren lah yang terbukti mampu menjadikan kualitas pendidikan mereka berada di puncak.
Terakhir dari tulisan ini adalah bahwa pesantren adalah lembaga yang asli di miliki oleh bangsa ini. ia tetap eksis walaupun zaman berubah, rezim berganti-ganti memegang kekuasaan Negara ini. keberadaanya sangat di butuhkan terutam sebagai alternative pendidikan. Ia lembaga yang punya peranan besar sebagaimana amanat konstitusi. Walaupun ia sering kali mendapat perlakuan diskriminatif ia tak hentinya untuk berkonstribusi dalam pembangunan sumber daya manusia indonesia. Pesantren engkaulah harapan bagi pendidikan masa depan.
VIVA PESANTREN

Wallohu a”lam bisshowab
2 mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar